Monday, March 2, 2009

Sadhana Guru Yoga


Sadhana Guru Yoga merupakan Sadhana Vajra Guru Yoga dari silsilah Padma Kumara Bodhisattva, karena Maha Mula Vajra Acarya dari aliran Satya Buddha adalah Maha Guru Lu, maka Beliau merupakan manifestasi dari Padma Kumara Bodhisattva. Para sadhaka Satya Buddha pada waktu melakukan Sadhana Catur Prayoga dan telah berhasil mencapai kontak batin, maka dapat melanjutkan ke tahap latihan Sadhana Guru Yoga.

Renungan dari Sadhana Guru Yoga adalah Maha Mula Vajra Acarya bersama para Buddha dan Bodhisattva di alam Dharma Dhatu menjadi sebuah satu kesatuan makro kosmos yang berasal dari badan jasmani, pikiran dan ucapan para Buddha dan Bodhisattva serta Dharmapala di sepuluh alam dari masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang, dan Maha Mula Vajra Acarya dianggap sebagai sumber manifestasi dari 84.000 jalan Dharma.
Setelah dapat melakukan kontak batin di dalam Sadhana Guru Yoga, maka baru dapat melanjutkan ke sadhana yang berikutnya yaitu Sadhana Yidam Yoga, karena sudah bisa dipastikan tingkat pencapaian spiritual sadhaka tersebut telah dianggap layak untuk berhubungan langsung dengan Yidam Buddhanya, inilah makna terpenting dari Sadhana Guru Yoga, yaitu sebagai filter batin.

Di dalam aliran esoteris, kedudukan seorang Maha Mula Vajra Acarya sangat diagungkan. Bagi para sadhaka yang akan melakukan latihan di dalam Tantrayana harus memiliki kesungguhan hati dan keyakinan kuat untuk menghormati Maha Mula Vajra Acaryanya, karena Tantrayana sangat menitik beratkan pada kekuatan Abhiseka yang diberikan oleh Maha Mula Vajra Acarya tersebut. Seandainya para sadhaka tidak menghormati Maha Mula Vajra Acaryanya bahkan menipu atau memfitnahnya, maka semua latihan esoteris yang dilakukan setiap hari akan kehilangan kekuatannya dan menjadi tidak berguna.

Melakukan latihan di dalam Sadhana Guru Yoga yang terdiri dari visualisasi, mudra dan mantera, semua memiliki silsilah yang nyata dari para Guru Akar. Bila ketiga rahasia telah menjadi satu, maka akan muncul kekuatan dari kontak batin yang telah terjadi, dimana hal tersebut tidak bisa digantikan oleh latihan esoteris lainnya karena akan terjadi kekeliruan silsilah dan hasil yang tidak baik serta akan kehilangan kekuatan Abhiseka dari Maha Mula Vajra Acarya.

Silsilah warisan ajaran Yang Arya Maha Vajradhara Lian Sheng Rinpoche Lu Sheng Yen berasal dari :
Vairocana Tathagata -> Buddhacaksu Buddhamatrka -> Padma Kumara Bodhisattva


Syarat Mendapatkan Yoga (Siang Ying)


Banyak penekun Tantrayana sudah lama menjalankan sadhana tetapi belum juga mencapai Yoga. Apakah hal demikian mungkin terjadi? Jika ditinjau lebih lanjut, hal ini mungkin saja terjadi.

Dharma yang benar
Yang pertama Anda harus tahu apakah Dharma (ajaran/ilmu) yang Anda tekuni itu adalah ajaran yang benar. Ini penting sekali. Jika ajaran yang Anda tekuni tidak jelas asal usulnya, ajaran ini tidak sepenuhnya benar, tidak mempunyai kebenaran para Buddha, tidak mempunyai tata cara ritus yang teratur. Bila demikian, sulit sekali mencapai Yoga. Jadi poin yang sangat penting ini adalah ajaran yang benar dan asli.

Sadhana yang benar
Point kedua, dalam bersadhana, anda harus menyelesaikan seluruh tata cara ritus yang telah ditetapkan. Perhatikan tata cara yang benar dan selesaikan dengan sempurna. Sempurna maksudnya tidak ada kepincangan dari awal hingga akhir. Umpamanya bila Anda dalam melaksanakan sekali puja bakti, namun hanya sampai setengah, memanjatkan sutra setengah-setengah, menjapa mantra setengah-setengah, seluruhnya setengah-setengah, jika demikian halnya, yoga takkan diperoleh. Jadi tata cara ritus penekunan Anda harus lengkap dan sempurna. Maka kesimpulannya sadhana Anda harus lengkap dan mulus, dari awal hingga akhir, demikian baru disebut sempurna. Hal ini penting untuk mendapatkan Yoga.

Menjalankan Sila
Hal yang ketiga, Anda harus menjalankan Sila dengan sungguh-sungguh, seperti 50 Bab Peraturan Terhadap Guru, dan 14 Pantangan dalam Tantrayana. Seorang penekun secara pribadi harus mampu menjalankan sila. Bila Anda tidak sanggup menjalankan Sila, Yoga takkan diperoleh. Jadi, selain Dharma yang benar, tata cara yang sempurna, Anda juga harus memegang teguh Sila dan menjalankannya. Jika Sila dipegang teguh dan dijalankan, Anda pasti mendapatkan Yoga.

Perlindungan Dharmapala
Point keempat, dalam menjalankan sadhana, harus diperlukan kehadiran Dewa Pelindung untuk melindungi Anda. Anda akan memperoleh Yoga bila terdapat kehadiran Dharmapala dimana melindungi Anda. Hal ini tak kalah pentingnya, hendaklah terdapat kehadiran Delapan Dewa Naga [Thien Lung Ba Pu] yang tak berwujud itu dimana melindungi Anda.

Bagaimanapun hal ini patut diperhatikan. Bila Anda dilindungi Delapan Dewa Naga, sudah mudah mencapai Yoga. Sebaliknya bila Delapan Dewa Naga tidak melindungi Anda, sadhana yang Anda jalankan adalah sia-sia, tak ada gunanya. Jadi point keempat yang perlu diperhatikan ini adalah Delapan Dewa Naga hendaknya melindungi Anda.

Membangkitkan Bodhicitta
Point kelima, bilamana Anda ingin mendapatkan Yoga, semestinya harus membangkitkan Bodhicitta, selanjutnya Anda mesti menyeberangkan makhluk hidup, bukan semata-mata menolong diri sendiri, masih harus menolong sanak saudara, masih harus menolong teman sendiri maupun teman seperguruan, bahkan sampai segala manusia yang tidak Anda kenal sekalipun, pembangkitan hati yang demikian sangat agung, itulah maha pembangkitan Bodhicitta. Maha Bodhicitta sudah ada, ketulusan hati Anda mendalam, demikianlah kelima persyaratan yang merupakan persyaratan memperoleh Yoga. Bila Anda mempunyai kelima persyaratan pencapaian Yoga ini, dijamin Anda akan mencapai Yoga. Tak boleh satupun yang kurang, misalnya pembangkitan hati Anda tidak cukup, ketulusan hati Anda tidak cukup, tata cara mesti sempurna, Sila harus dipegang teguh, Delapan Dewa Naga melindungi Anda, ketulusan Anda abadi dan mendalam, dan Anda membangkitkan Maha Bodhicitta adalah untuk menyeberangkan makhluk hidup, keenam persyaratan ini telah Anda penuhi, anda mudah mencapai Yoga. Bila kelima persyaratan ini tidak Anda penuhi, Anda berusaha keras dan memohon, kepala pun sudah dibenturkan sampai bocor, juga tidak bisa memperoleh Yoga.
Om.Mani Pemi.Hum

Dharmadesana Maha Gurucarya Lien Sheng
di Vihara Khasanah Vajra Pusat, Seattle, 7 Nov 1991


Amitabha,
Semoga bermanfaat


Yoga Mimpi 2

Sadhana menunjungi 53 Bodhisattva dan Guru dalam perjalanannya mencari kebenaran, tapi, akhirnya beliau masih harus berlatih. "Mendengarkan" Dharma tanpa berlatih, tidak akan menjadikan seseorang mencapai ke-Budhaan. Ananda mendengarkan dan mengingat lebih banyak ajaran-ajaran Dharma lebih daripada murid-murid Buddha Shakyamuni yang lainnya, tapi, meskipun beliau adalah pendamping Sang Budha yang terdekat, beliau tak mendapatkan Penerangan sampai setelah Buddha Shaykamuni memasuki Nirvana. Mendengarkan itu bukanya yang terpenting; bersadhana itulah yang terpenting.


Seorang sadhaka musti berlatih setiap harinya. Meskipun sadhaka mengetahui(prinsip-prinsipnya) bahwa siang hari itu sebuah illusi(juga malam hari), sadhaka musti berlatih untuk benar-benar menyadari "illusi" tersebut. Walaupun jikalau sadhaka berbicara tentang Dharma selama ribuan tahun, "kura tetaplah kura". Sadhaka mungkin memahami sepenuhnya teori agama Budha; namun, tanpa mempraktekan sadhana, "kura masih tetap kura". Benar-benar bersadhanalah yang terpenting.


Jika sadhaka tak mau mengerjakan pekerjaan rumahnya dan mempraktekan Dharma----bahkan jika sadhaka menembus sekecil-kecilnya peraturan agama Budha----sadhaka tak lebih baik daripada tukang jagal. Tukang jagal setidak-tidaknya dibayar untuk membunuh babi-babi. Usaha-usaha sadhaka tak lebih baik daripada hanya bepergian untuk membeli ice cream. Ice cream paling tidak dapat dinikmati kelezatanya. Omong kosong itu tak ada gunanya. Hanya mempraktekan sadhanalah yang bermanfaat untuk mencapai penerangan.


Kebanyakan Universitas Professor dan mahasiswa dari agama Budha menyatakan memahami agama Budha, tapi banyak dari mereka mempunyai kesehatan buruk. Bukanya mereka tak tahu akan sadhana, tidak menjalankan sadhana itulah sebabnya! Sangat disayangkan!

di kutip dari files TBSN



Yoga Mimpi 1

 
Seorang pelatih seharusnya dapat mengkontrol mimpi-mimpinya. Khususnya, dalam alam mimpi, seseorang harus mengkontrol sepenuhnya dan seharusnya berlatih. Dirinya seperti digambarkan dalam mimpinya seharusnya mempunyai aspirasi yang sama untuk mencapai penerangan. "Yoga Mimpi" semacam ini yang jarang ada dan berharaga ini adalah yang ke-tiga dari "Enam Yoga" Naropa dan Tilopa dalam agama Buddha Tantra.


Pada dasarnya, seorang sadhaka yang sejati menjalankan sadhana Dharma sehari-harinya. Selagi sadhaka bersadhana dengan tekun seharian. Dia biasanya bermimpi banyak pada malam hari. Sebenarnya, siang hari adalah sebuah mimpi, dan malam hari adalah sebuah mimpi juga. Perbedaanya hanyalah mimpi di siang hari lebih jelas daripada yang dimalam hari, yang mana biasanya lebih tak jelas dan kabur.


Seorang sadhaka mungkin dapat menjaga diri dengan baik di siang hari namun sangat dimungkinkan lepas diri selama bermimpi. Jika sadhaka dapat bersungguh-sungguh mengkontrol mimpi-mimpinya, namun jika demikian, sadhaka telah meraih hasil dari "Yoga Mimpi". Jika sadhaka tak dapat menjaga diri di siang hari, tak perlu membicarakan tentang mengkontrol mimpi-mimpi di malam hari. Jika sadhaka banyak melakukan kebodohan di siang hari, sadhaka hanya dapat membual lebih-lebih lagi di malam hari.


Dikarenakan sifat alamiahnya yang tak jelas, mimpi mudah sekali berkelana. Menurut Buddha Tantra Tibet, sebuah mimpi adalah hasil dari kesadaran tingkat delapan dan mungkin tersulut oleh aktivitas-aktivitasnya. Namun begitu, jika sadhaka ingin mencapai ke-budhaan, sadhaka musti mengubah kesadaran tingkat delapan menjadi kebijaksanaan, dan kemudian mengubah kebijaksanaan ke ke-budhaan. Jika seorang sadhaka tak dapat melepaskan dan mengubah kesadaran tingkat delapan, bagaimana mungkin dia dapat mencapai ke-budhaan? Dalam Buddha Tantra, ada sebuah sadhana yoga untuk mengkontrol mimpi-mimpi tersebut. Tapi tak adanya metoda ini dalam Sekolah Kitab-Kitab.


Mimpi-mimpi diatur oleh tiga kekuatan berikut ini: kekuatan dari bersandar dengan Guru dan Dewata Pribadi; kekuatan dari menggerakkan pernapasan dan chi (tenaga dalam); dan tenaga dari visualisasi sebelum tidur. Menurut Tantra Tibet, sebuah mimpi diatur oleh sebuah tempat di sekitar tenggorokan---"chakra tenggorokan". Pada prinsipnya, sadhaka harus pertama-tama sungguh-sungguh berdoa kepada Gurunya dan Dewata Pribadi untuk memberkati sebuah mimpi terang dan dapat terkontrol, sehingga sadhaka dapat mengubah kesadaran ke ke-budhaan. Doa dan pembhaktian ini seharusnya dilakukan sebelas kali. Mengapa sebelas kali? Mengapa tidak sepuluh atau duabelas? Ini adalah sebuah ketentuan berdasarkan maksud-maksud yang tak jelas. Ketika guru saya memberikan ajaran ini kepada saya, beliau berkata, "Kamu harus melakukan doa sebelas kali sebelum tidur." Sebelas doa dibutuhkan untuk memohon pemberkatan dari para Buddha dan Bodhisattva untuk memperkuat dan meningkatkan kecerdasan, kemurnian, dan kontrol-diri mimpi.


Sebelum tidur, sadhaka seharusnya membikin "Postur Agung" yang mana postur Buddha Tidur: berbaring menyisi, menghadap ke arah kanan, dengan jantung menghadap posisi atas tempat tidur. Sadhaka juga musti membentuk mudra, dengan jempol kanan dan jari telunjuk kanan menyentuh sedikit daerah tenggorokan, dan tangan kiri di hadapan hidung untuk merasakan pernapasan. Sadhaka kemudian melakukan satu siklus pernapasan penuh, perlahan-lahan dan penuh menghirup; kemudian pelan-pelan dan penuh menghembus. Ini adalah mudra "Yoga Mimpi". Sadhaka tidak boleh menekan daerah cakra tenggorokan terlalu keras, namun, tekanan sedikit dan lembut sudah cukup.


Setelah sadhaka melakukan sirkulasi pernapasan sebanyak sepuluh kali, sadhaka musti menvisualisasikan cakra tenggorokan sadhaka memancarkan sinar merah, yang mana membentuk sebuah canopi membungkus seluruh tubuh sadhaka, yang mana memungkinkan sebuah mimpi yang murni dan jelas. Banyak orang-orang melakukan berbagai hal dalam mimpi mereka yang mana mereka tak berani melakukannya di siang hari. Jika nafsu seseorang masih ada, mimpi ini akan disalurkan dan terwujud ke-alam mimpinya. Sinar merah itu membungkus sadhaka sepenuhnya, menandakan bahwa sadhaka beristrirahat dalam kondisi sinar suci. Ini adalah sebuah visualisasi untuk menetapkan batas suci dan membuat Perisai Pelindung Diri. Ini adalah mudra dan visualisasinya. Tak ada mantera yang berkaitan dengannya, meskipun sadhaka boleh menjapa mantra lainnya sampai sadhaka tertidur. Sadhaka musti berdoa kepada Buddha dan Bodhisattva untuk memberkati sadhaka sebuah mimpi yang jelas dan terkontrol, sehingga sadhaka akan dapat merubah alam mimpian menjadi alam Buddha.


Yoga Mimpi terdiri dari tiga kekuatan: pemberkatan dari Gurunya dan Dewaa Pribadi; penggunaan napas dan chi; dan visualisasi sinar merah batas Dharma. Sadhaka harus melaksanakan sadhana sampai sadhaka menghasilkan sebuah mimpi yang jelas, masih teringat akan mimpi sekecil-kecilnya pada saat bangun. Jika sadhaka jelas-jelas teringat akan mimpi yang sampai sekecil-kecilnya, tapi mimpinya itu tak masuk akal, ini sebenarnya lebih buruk daipada tak bermimpi sama sekali. Ini menandakan ketidak sempurnaan sadhana Yoga Mimpi. Seorang ahli harus dapat mengkontrol diri penuh baik siang maupun malam, dan sepenuhnya sadar akan kegiatan-kegiatan kesadaran tingkat delapan. Hanya dengan demikian sadhaka dapat menyatakan mempunyai sebuah mimpi yang jelas. Jika seorang sadhaka dapat bersadhana, menjapa, dan bervisualisasi, dan kemudian berubah menjadi Dewata Pribadi dalam mimpinya, dia telah meraih sebuah pencapain mimpi, yang mana lebih jempol daripada bersadhana di siang hari. Betapa hebatnya! Orang lain hanya dapat bersadhana 12 jam sehari, namun dia dapat bersadhana sepenuh hari dan sepanjang malam, 24 jam total, tanpa membuang sedetikpun. Bersadhana Yoga Mimpi adalah sebuah metoda yang lebih cepat untuk meraih penerangan daripada hanya bersadhana di siang hari.


Selama sadhana Yoga Mimpi, sadhaka tidak boleh menutup kedua hidung penuh, dimana mudra hanya bermaksud mengingatkan kita untuk melakukan satu pernapasan penuh. Sadhaka musti menghirup dan menghembus perlahan-lahan. Tangan kiri menekan sedikit pada daerah tenggorokan dimaksudkan untuk mengkontrol kesadaran. Dikarenakan kebanyakan orang kehilangan kontrol mudahnya, sadhaka bisa jadi sedih, terisak-isak, atau gusar dalam waktu yang singkat. Emosi manusia naik-turun tajam sekali--- orang-orang mungkin gembira pada satu saat, namun bergelisah di saat berikutnya. Makadari itu, sadhaka harus mengkontrol pernapasan dengan menekan sedikit pada daerah tenggorokan. Sadhaka kemudian boleh menjapa mantra hati dewata sampai tertidur. Jikalau sadhaka memasuki alam mimpi, dimana terletak di daerah kesadaran ke-delapan, sadhaka seharusnya dapat melanjutkan sadhana Dharma.


Mendapatkan ke-tiga kekuatan ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Disaat berdoa kepada dewata, kesadaran akan diberikan; ketika melakukan pernapasan penuh, sadhaka dapat mengatur pernapasanya; dan ketika tidur dalam sinar murni, mimpi jernih dan kemampuan untuk mengkontrol akan memungkinkan sadhaka untuk mencapai ke-Budhaan dalam waktu singkat. Ini adalah Yoga Mimpi.


Jika sadhaka selalu mempunyai mimpi-mimpi yang tak jelas dan melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam mimpinya, sadhana dari sadhaka akan terbuang dengan sia-sia. Pada siang hari, sadhana mungkin bersadhana dengan penuh disiplin, ketika malam tiba melakukan pelanggaran-pelanggaran. Karma buruk yang dilakukan pada malam hari membuyarkan karma baik dari bersadhana pada siang hari. Bagaimana mungkin sadhaka dapat memperoleh ke-Budhaan? Meskipun sekolah-sekolah kitab tak mempunyai Yoga Mimpi, mereka mempunyai "Tidur Posisi Berdiri". Tidur dalam posisi berdiri dimaksudkan sebagai pengingat untuk mencegah menuruti suka hati dan kenikmatan. Maka dari itu, fungsinya adalah untuk memperingatkan sadhaka, sadar akan tindak-tanduknya dalam keadaan bermimpi. Namun, harus diketahui bahwa Buddha Shakyamuni membentuk Posisi Agung ketika tidur, jadi mengapa kita tidur dalam posisi berdiri? Tak pernah disebut "Tidur Posisi Berdiri" dalam ajaran Sang Budha. Maksud dari tidur pada posisi berdiri adalah untuk melarang seseorang dari kecenderungan menuruti kemauan hati dan yang berlebih-lebihan, dan mengawasi segala kemungkinan melakukan pelanggaran-pelanggaran.


Inilah sebabnya Yoga Mimpi ada dalam Budha Tantra. Cukuplah berat untuk meraih ke-Budhaan tanpa mempraktekan Enam Yoga Naropa. Namun hanya sedikit orang yang dapat berhasil dalam Enam Yoga. Jaman ini, orang-orang pada bermalas-malasan dan ingin menemukan jalan yang termudah, seakan-akan mendapatkan penerangan hanya dengan "satu pencet". Tidak ada hal semacam itu di dunia. Jika hanya "satu pencet" dapat memperoleh Penerangan, Buddha Shakyamuni tak perlu bekerja-keras untuk mencapai ke-Budhaan.


Jika ada orang yang menyatakan bahwa metodanya yang tercepat, ini sangatlah diragukan. Saya sendiri telah berlatih selama sepuluh tahun, dan Buddha Shakyamuni berlatih selama enam tahun---enam tahun bertapa di Gunung Salju. Sebenarnya beliau berlatih lebih dari enam tahun, sebelum itu beliau mesti bepergian ke banyak tempat. Buddha Shakyamuni mempunyai kekuatan dan kebijaksanaan yang agung, tapi beliau harus masih bersusah payah. Orang-orang jaman sekarang tak boleh bermalas-malasan, dan harus terus berlatih setiap harinya. Jika sadhaka berlatih dengan rajin, sadhaka akhirnya akan berhasil. Jangan tergesa-gesa; cepat-cepat itu tak ada gunanya.



Maharahasia Dewatayoga

Lien Sheng : Rahasia Terdalam Satyabuddha? /Maret 1986 (63:11)

Prinsip utama Tantrayana adalah "Anda adalah Buddha".

Dengan kata lain "Anda adalah Adhidewa (Yidam)".

Saya memberitahu kalian kunci yang maha penting:

"Bila Anda memilih Buddha Amitabha sebagai Yidam, maka Anda adalah Buddha Amitabha. Bila Anda memilih Bodhisatwa Awalokiteswara sebagai Yidam, maka Anda adalah Bodhisatwa Awalokiteswara. Bila Anda memilih Bodhisatwa Ksitigarbha sebagai Yidam, maka Anda adalah Bodhisatwa Ksitigarbha. Bila Anda memilih Bhagawati Cundi sebagai Yidam, maka Anda adalah Bhagawati Cundi. Bila Anda memilih Jambhala sebagai Yidam, maka Anda adalah Dewa Waisrawana (Kuwera). Bila Anda memilih Guru Padmasambhawa sebagai Yidam, maka Anda adalah Guru Padmasambhawa. Bila Anda memilih Tathagata Bhaisajyaguru sebagai Yidam, maka Anda adalah Tathagata Bhaisajyaguru. Bila Anda memilih Padmakumara sebagai Yidam, maka Anda adalah Padmakumara."

Inilah Delapan Yidam Utama kita.

Sadhana Wajrayoga Padmakumara juga merupakan salah satu dari Dewatayoga.

Dengan terus terang saya memberitahu kalian, mempelajari Buddhadharma adalah untuk mencapai kebuddhaan. Berlatih Dewatayoga bertujuan untuk menjadi Yidam.

Oleh karena itu prinsip utama Tantrayana adalah : "Anda adalah Buddha".

Harus diketahui bahwa dalam Tantrayana, Dewatayoga adalah inti dari semua sadhana. Yidam setiap orang hanya satu, tidak boleh dua atau tiga.

Seumur hidup, seorang Tantrika hanya boleh mengkhususkan diri dalam sadhana Dewatayoga satu Yidam, berusaha keras manunggal dengan Yidam, barulah dapat menjelma menjadi Yidam.

Dewatayoga tidak boleh diganti sepanjang usia. Saya beranggapan, "Dewatayoga adalah sadhana yang harus dipraktekkan terus seumur hidup, dilatih setiap hari. Sadhana yang lain hanya dilakukan pada saat perlu saja, hanya berupa sadhana penyokong. Misalnya Sadhana Karman, Sadhana Widyaraja dan sebagainya, semuanya hanya bersifat penyokong atau pendamping saja."

Ada orang bertanya kepada saya, bila hanya berlatih satu Yidam saja apakah dapat mengadakan kontak dengan Buddha dan Bodhisatwa yang lain?

Saya menjawab, "Asal antara Anda dan Yidam sudah terjadi kontak (yoga) maka Buddha dan Bodhisatwa yang lain pun akan bereaksi serupa. Ini adalah prinsip : satu dharma ditembusi, seribu dharma akan lancar sendiri."

Dewasa ini, ada orang setelah mengikuti sadhana bersama, membawa pulang "Buku Sadhana Bersama", lalu di rumah ikut-ikutan bergonta-ganti Yidam setiap hari. Hari ini berlatih Sadhana Amitabha, besok berlatih Sadhana Awalokiteswara, lusa berlatih Sadhana Cundi. Cara berlatih demikian tidak benar. Kita di rumah hanya boleh berkonsentrasi terhadap satu Dewatayoga.

Dewatayoga diri sendiri harus dilatih setiap hari di rumah. Sadhana bersama yang dilakukan di wihara yang setiap minggu mengganti Yidam, hanyalah suatu latihan penekanan, hanya suatu latihan penopang, suatu latihan yang mengandalkan kekuatan bersama. Karena Yidam masing-masing orang berlainan sehingga dalam sadhana bersama barulah Yidam digonta-ganti setiap minggu.

Saya mengetahui dalam suatu sekte di Nyingmapa, setiap siswa puteranya mengambil Guru Padmasambhawa sebagai Yidam. Sedangkan setiap siswa puterinya menjadikan Dewi Tara sebagai Yidam. Tiada Yidam lain di luar kedua Yidam ini. Ketentuan demikian sekilas amat kaku namun dapat mempersatukan pikiran masing-masing pribadi.

Dalam aliran kita ada delapan jenis Dewatayoga, ini sudah termasuk cukup longgar, semata-mata demi kemaslahatan aneka macam manusia.

Ada sadhaka bertanya, bila sudah mencapai yoga dalam Dewatayoga, kemudian dilanjuti dengan Sadhana Widyaraja, apakah latihan Dewatayoga tersebut sudah boleh dihentikan? Saya menjawab, "Meskipun sudah mencapai yoga dalam Dewatayoga, meskipun sudah berlatih Sadhana Widyaraja, tetap harus setiap hari berlatih Dewatayoga. Sadhana Widyaraja hanyalah sadhana penyokong saja. Sepanjang usia, Dewatayoga tak boleh dibuang. Camkanlah baik-baik!"

Harus diketahui bahwa bila Anda sudah kontak (yoga) dengan Yidam, berarti Anda adalah Yidam, Yidam adalah Anda; dengan kata lain kaya-wak-citta (badan-ucapan-pikiran) Anda adalah kaya-wak-citta dari Yidam. Ini harus disadari setiap saat.

Penalarannya pun dapat dirunut demikian :

Rumah adalah wihara Yidam.
Orang tua dan sanak saudara adalah kerabat Yidam.
Ucapan adalah mantra dan dharmawacana yang diucapkan Yidam.
Pikiran adalah pikiran Yidam.
Tanah air api angin dan angkasa adalah unsur kualitas Yidam.
Semua sikap adalah mudra Yidam, sesuai dengan tingkah laku Yidam.
Akibatnya adalah setiap hari berperilaku seperti Yidam. Bila terus menerus dilatih demikian, terus menerus dibayangkan demikian, lama kelamaan antara Anda dan Yidam sudah tak terpisahkan lagi, sudah membaur, sudah manunggal dalam pikiran yang terpusat. Keadaan demikian adalah setiap perilaku sama persis dengan perilaku Yidam. "Meniru Yidam" berakhir dengan "menjadi Yidam". Ini merupakan cara teraman dan tercepat, cara paling efektif untuk mencapai kebuddhaan.

Pikiran utama dari sadhaka selalu "Yidam adalah saya".

Banyak sekali siswa bertanya siapakah Yidam mereka? Harus dipahami bahwa siswa yang berguru makin hari makin banyak, sudah mendekati seratus ribu. Bila setiap orang bertanya siapa Yidam mereka, coba bayangkan, serepot apa saya jadinya.

Pemilihan Yidam, sepenuhnya menuruti karakter masing-masing sadhaka. Dengan kata lain disesuaikan dengan sifat masing-masing pribadi. Atau ditentukan melalui "janji" atau nazar diri sendiri. Yang terpenting adalah memilih Yidam yang paling disukai, yang paling cocok.

Saya beranggapan, setiap Tantrika sebenarnya dapat memilih sendiri Yidamnya, disesuaikan dengan karakter, sifat, nazar, kecocokan. Kita tidak usah lagi menggunakan cara "pelontaran bunga" atau "pengundian" untuk memutuskannya. Karena bila Yidam dipilih sendiri, bila Yidam ditentukan sendiri barulah memiliki makna yang amat dalam.

Delapan Yidam dalam aliran kita bersama nazarnya adalah sebagai berikut :

Amitabha - menolong dewa dan manusia, yang cerdas maupun yang dungu; memiliki 48 nazar, semuanya demi penolongan makhluk hidup.
Awalokiteswara - memiliki sifat yang penuh welas asih, bebas leluasa namun memperhatikan (iswara dan awalokita).
Ksitigarbha - bersemayam di neraka, khusus menolong makhluk sengsara, memiliki tekad yang kuat.
Cundi - batin bersifat suci murni, mampu membereskan segala urusan.
Jambhala - memiliki sifat melindungi Dharma, Widyaraja pelindung, penuh dengan rezeki.
Padmasambhawa - memiliki sifat seorang Bodhisatwa, juga memiliki sifat seorang Wajrakrodha, wali pengajar.
Bhaisajyaguru - memiliki 12 nazar, menolong yang sakit dan semua yang menderita dalam alam samsara.
Padmakumara - negeri suci di Mahapadminiyugma (Pasangan Kolam-Teratai Besar), memiliki rejeki besar dan kebijaksanaan tinggi.
Kedelapan Yidam ini dapat dipilih sesuai dengan sifat dan nazar Tantrika sendiri, dapat dipilih yang paling cocok dengan diri sendiri.

Bila masih tetap bingung, belum tahu bagaimana menentukan Yidam barulah menyurati saya. Ingat, bila ingin menanyai saya, paling baik langsung bertatap muka atau mengirim foto termutakhir agar dapat diamati saya kemudian dipilihkan Yidam yang lebih sesuai agar mencapai yoga dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Sebuah syair untuk memuji Yidam :

Rasa samadhi dapat diselami dalam sepak terjang,
Yidam bukanlah makhluk di luar jasmani.
Wangi batin pun merupakan wangi Yidam,
Mengangkasa menjelma kota suci.



23 Questions and Answers on the True Buddha School

 --------------------------------------------------------------------------------

(1) What is the True Buddha School?

The True Buddha School is a school for spiritual cultivation, founded by Living Buddha Lian-shen. It is calls the True Buddha School because it offers a True Transmission and Practice of an authentic Tantric Dharma which can truly lead one to Buddhahood. All students who have taken refuge in the True Buddha School must practice the True Buddha Tantric Dharma. The True Buddha Tantric Dharma is a Mahayana practice which, by directly visualizing oneself and Buddha as "One" and, through the cultivation of the purification of body, mind, and speech, can enable an ordinary, worldly person to directly arrive at realm of Buddhahood.

(2) How does the True Buddha School differ from other esoteric schools?

True Buddha School teaches a unique Yoga Practice, Padmakumara (Lotus Bodhisattva) Vajra Yoga, which enables the practitioner to arrive at the Guru's "siddhi" of the Maha Twin Lotus Ponds, an inconceivable Buddha Pure Land manifested by the Buddha Locana. Other esoteric schools differ in that their "siddhis" or "accomplishments" are different.

(3) What are the roots of the True Buddha Tantric Dharma?

An infinite number of kalpas ago, the First Buddha in the Center, Mahavairocana, transformed into Buddha Locana (the Non-Evil Eyes Tathagata) whose two eyes became manifested as a Pure Land, the Maha Twin Lotus Ponds. Residing in the Maha Twin Lotus Ponds are the eighteen Padmakumaras (Lotus Bodhisattvas), among whom the White Padmakumara is the Chief. After an experience of traveling to the Maha Twin Lotus Ponds, Living Buddha Lian-shen realized that he is an emanation of the White Padmakumara and has incarnated in the human realm to fulfill his vows of liberating the sentient beings. Living Buddha Lian-shen also received [during his meditational practice] Buddha Shakyamuni's empowerment and prophecy [of Buddhahood] and was bestowed a Red Crown by Bodhisattva Maitreya. Living Buddha Lian-shen was entrusted by Amitabha Buddha with the mission to lead sentient beings to the Maha Twin Lotus Ponds, and was taught by Padmasambhava [while in meditation] various Tantric Practices. Seeing that the foundations of sentient beings vary greatly, Living Buddha Lian-shen employs many skillful means, using teachings from Taoism, and Sutric and Tantric Buddhism, to lead different sentient beings to take refuge in the Dharma that will liberate them. This is a universal pathway that does not forsake any sentient being. Thus True Buddha Tantric Dharma is the Dharma transmitted in the human realm by White Padmakumara of the Maha Twin Lotus Ponds.

(4) How can one ascertain that the True Buddha Tantric Dharma is a "True" Dharma?

Living Buddha Lian-shen has proclaimed openly that he is willing to risk his life, even if he had to subject himself to pulverization, in order to lead sentient beings to liberation -- this is a True Vow to liberate sentient beings. The number of books published by Living Buddha Lian-shen has reached one hundred and thirteen. These books contain the record of Living Buddha Lian-shen's authentic experiences, from his first initiation into Taoism to later Buddhism -- this is a True Record. Living Buddha Lian-shen shares openly with sentient beings, without holding anything back, what he himself has learned in spiritual cultivation -- this is a True Revelation of the secrets. The manifestation of Living Buddha Lian-shen's transcendental power and his self-mastery, as demonstrated by the occurrence of numerous miracles and the conquering of evil forces, is evidence of his possession of True Wisdom as well as True Subjugation Power. The propagation of the True Buddha Tantric Dharma to bring many sentient beings to Enlightenment illustrates its True Efficacy.

(5) How should a True Buddha practitioner serve one's Root Guru?

A True Buddha practitioner should observe the Fifty Stanzas of Guru Devotion and have great faith in the Root Guru. One should treat the Root Guru as a Buddha and life-long refuge. Since the Root Guru is the Consciousness of all Buddhas, if a refuge student has no faith in the Root Guru, or even opposes the Root Guru, then the student will not be able to receive any spiritual response. Such a student does not merely lose the merits that were bestowed upon him or her at the Initiation Empowerment by the Root Guru, he or she also becomes disconnected from the empowerment of all past lineage holders. A refuge student who ceases to be faithful to the Root Guru is actually worse off than someone who has not taken refuge.

(6) Of which Buddha or Bodhisattva is Living Buddha Lian-shen an emanation?

Living Buddha Lian-shen has revealed straight-forwardly that he is an emanation of Padmakumara (Lotus Bodhisattva). Actually, the body of Living Buddha Lian-shen is that of Buddha Amitabha, his speech that of Bodhisattva Maitreya, his mind that of Buddha Shakyamuni, and his hands those of Vajrapani. Therefore, as Padmasambhava had predicted, Living Buddha Lian-shen is the Vajra Emanation of the Body, Mind, and Speech of all Buddhas and Bodhisattvas. Any offering made to Living Buddha Lian-shen is being made to his Three Bodies (the Dharma Body, the Bliss Body, and the Transformation Body), and there is no difference between such merits and merits acquired from making offerings to ten thousand billion Buddhas.

(7) How does one visualize the past lineage holders?

Living Buddha Lian-shen has altogether five human Tantric gurus and has received teachings and empowerments from the Tibetan Tantric schools of Nyingmapa, Gelugpa, Kagyupa, and Sakyapa. However, the most direct teachings he has received are the Tantric Dharma Practices transmitted to him by Padmasambhava. Therefore, a practitioner can do the following direct visualization of the past lineage holders: sitting right above the Root Guru is Padmasambhava and, successively above, are Vajrapani, Buddha Shakyamuni, and Buddha Vairocana.

(8) Among the many True Buddha Tantric Practices, which ones can be empowered remotely?

The Empowerments for Initiation, Four Preliminary Practices, Padmakumara Vajra Yoga, Personal Deity Yoga, and Karma Yoga can be obtained,through remote empowerment. However, once one progresses to the stage of Dharma Protector (or Wrathful Deity) Yoga, one needs to meet with the Guru personally to receive the empowerments and the special teachings, since each one of the Five Great Dharma Protector Practices requires a high level of secret skills and special visualization. The rituals and visualization covered in the Highest Tantra involve such a great number of details that one must definitely meet personally with the Guru to receive the empowerment and teachings.

If, after one receives the Initiation Empowerment, one does not follow the proper sequence in the course of practice and, before a sound foundation is built, eagerly attempts the higher practices, there will be many setbacks. If the practitioner pursues his goal single-mindedly, the setbacks might be considerably less. However, if the practitioner is not focused in his spiritual pursuit, and also not well advised on the special rituals and offerings required, the attempt can be very dangerous. The Dharma Protectors or Wrathful Deities will consider improper any attempts before the obtaining of an empowerment and will, therefore, cause accidents and misfortunes to happen to the practitioner.

(9) What precepts should one observe after taking refuge in Living Buddha Lian-shen and in the True Buddha School?

As a True Buddha practitioner, one must observe the Five Precepts and the Ten Wholesome Acts of the sutrayana schools. In addition, one should observe the Fifty Stanzas of Guru devotion and the Fourteen Root Tantric Vows. Practitioners who have accepted the Bodhisattva Vows should observe the Vows. There are also the Great Tantric Buddhist Vows which are insurpassable! The aim of these vows is to help one turn away from evils, perform good deeds, and develop the "unperturbed mind" which is a prerequisite for entering into the "inconceivable" realm of the Buddhas. As a part of the traditional, graduated course of training, precepts are not merely theories, they have to be put into practice and will become powerful tools in meditation. Thus a True Buddha practitioner must observe the precepts.

(10) What are Living Buddha Lian-shen's future plans?

My life may be more or less divided into four phases:

(i) The Dharma Learning Phase - this period extends from the time of my birth, through the first spiritual encounter, to my initiation into the study of Taoism, and Sutric and Tantric Buddhism.

(ii) The Dharma Propagation Phase - after Self Realization and Perfect Enlightenment, I started propagating the True Buddha Tantric Dharma, which is an integration of the essences of Taoism, and Sutric and Tantric Buddhism.

(iii) The Wandering Phase - I travel alone around the world to teach the Dharma to anyone who has an affinity with it.

(iv) The Retreat Phase - I shall depart from everything in the world and enter into Nirvana, which is the "Realm of Stillness and Tranquility." This is the ultimate path for all spiritual cultivators.

I know I have acquired the Great Spiritual Power that can liberate sentient beings. I have learned all this-worldly and other-worldly Dharmas, and penetrated the knowledge of Taoism, and Sutric and Tantric Buddhism. I have merged with the Great Wisdom of the Universe's Consciousness, attained the Vajra Indestructible Body, and possessed the Great Transcendental Power.

However, the boundless merits of spiritual cultivation do not reside in the gain of worldly profit and reputation. Therefore, one has to rupture fame and profit by resigning and retreating and, ultimately, returning to a state of owning nothing. This is my future plan.

(11) What should one do if one has trouble in producing a clear visualization?

Many students have asked this question. Since the thoughts of humans run like wild horses and are not easily quieted, unclear visualization often results. The best suggestion for the beginning student is to carry around a photograph of the Guru, or of the Buddhas or Bodhisattvas, so that he or she can often look at the photograph and have the image impressed in the mind. By constantly impressing the photographic image on the mind, one will, over time, develop the ability to do clear visualization. This involves studying with effort the Guru's or Buddha's eyes, ears, nose, mouth, and the whole face. One will eventually succeed if one practices assiduously.

(12) Can an uninitiated person chant the mantras and do the practices taught by Living Buddha Lian-shen?

Many people have asked this question. Many people also have asked if a person who has not taken refuge is allowed to participate in our school's group cultivation sessions. My reply to these questions is "yes." People who have not taken refuge or received the Initiation Empowerment may practice the Dharmas taught by Living Buddha Lian-shen and join our group cultivations.

However, such practices bring relatively fewer merits to people who have not taken refuge, as they are like students who just attend and are not enrolled in class. The most important element lacking in these people is the Blessing from the lineage holders, which brings great merits. Students who have taken refuge have formally enrolled in the course and will automatically receive great blessings from the past lineage holders.

If one is interested in practicing the True Buddha Tantric Dharma and in joining the group cultivation, why would one not take refuge and receive the Initiation Empowerment?

(13) Which one is better for chanting -- the long version or short version of the Guru's Heart Mantra?

Many people also have asked this question. My answer is: if one has plenty of time, one may chant the long version and, if one has less time available, one may chant the short version. Both versions produce the same amount of merits; there is no difference. The long version of Living Buddha Lian-shen's Heart Mantra includes the Six Realms of Beings. However, the Six Realms of Beings are also implicitly present in the short version.

(14) What can one do to attain responses in this-worldly Dharma practices?

The most important element is not to have any doubts. If one harbors doubts about the Dharma one is practicing, one's wishes will not materialize. In the practice of this-worldly Dharmas, one must have sincerity and devotion. If one is not sincere in one's supplications, how can one expect them to become manifested? This is a principle that can be easily understood. Within our True Buddha Tantric Dharma are many practices that one can do, to pray for children, health, blessings, wealth, status, purification, subjugation, and magnetization. These practices are greatly effective as long as one is focused in mind and sincere in heart. A sincere heart can move heaven and earth.

(15) What are the qualifications of a True Buddha School acharya or master?

Strictly speaking, a True Buddha School acharya or master should have the following qualifications:

(i) Be well-versed in all Buddhist classics and scriptures.

(ii) Have knowledge of the whole course of the True Buddha Tantric Dharma Practice, know its liturgies, and understand all practices up to and including the Highest Tantra.

(iii) Be able to enter into Samadhi and merge with the Ocean of Consciousness of Vairocana.

(iv) Be able to unite with and transmute into one's Personal Deity.

(v) Generate the Bodhicitta to liberate all sentient beings.

(16) Is it necessary to become a vegetarian in order to practice the True Buddha Tantric Dharma?

There is no rule that one must be a vegetarian in order to practice this Dharma. One can follow one's own instinct in making that decision. Both vegetarianism and meat-eating are acceptable, as it is the consciousness behind the behavior that is most important. A Buddhist should not grasp too tightly onto a doctrine, as this can create an impediment in many ways. In order to bring a wider liberation to more sentient beings, the True Buddha Tantric Dharma does not insist on one being a vegetarian but instructs that, if one chooses to be a meat-eater, one should chant the Rebirth Mantra or the Bodhisattva Manjusri Rebirth Mantra to deliver the animal before one consumes it. This way, hindrances will be lessened and all endeavors will be smoother.

(17) Please comment on the necessity of setting up a shrine and the employment of Tantric implements.

To practice Tantra, one must have a shrine as well as some Tantric implements to aid in the practice. Enshrined at the altar are images of one's Personal Deity, Buddhas, Bodhisattvas, one's Root Guru, various Deities, and Dharma Protectors. One should have at the least a vajra and a bell as implements and, beyond that, whatever is required and afforded for any particular practice. For example, if one desires to practice any one of the Five Great Yogas of Purification, Enhancement, Love, Magnetization, or Subjugation, one must possess mala beads of a color that corresponds to that particular Yoga. These are part of the Tantric rules.

However, I understand that some students have the desire to practice the True Buddha Tantric Dharma, but are unable to set up an altar in their homes or to afford the requisite implements. Therefore, I teach them to visualize the shrine, the offerings, and the implements. This is an allowance made for those students who do not have any other recourse.

Anyone who is capable and can afford an altar and the implements must acquire them. Visualization is only used when there is no other option.

(18) What is the Ultimate Dharma?

The True Buddha Tantric Dharma is the Ultimate Dharma. Like a priceless Dharma vessel, the True Buddha Tantric Dharma carries us across the river of Life and Death to the other shore where there is Liberation. An Ultimate Dharma is a Dharma that can transport one directly to the other shore. As a human being, one's spiritual cultivation completely determines whether one will, in the future, ascend or descend through the various realms in the Universe. This Ultimate Dharma is, therefore, the most critical element in one's life and it cannot be emphasized enough how important it is to turn one's mind single-mindedly to this Dharma.

(19) How can one acquire the Faculty of Divine Eyesight?

This question has been asked by many people. I personally feel that this Faculty can only be acquired by someone who already has accumulated sufficient amounts of merits and wisdom. The Faculty of Divine Eyesight results after the purification of the mind, because the Buddhas and Bodhisattvas allow themselves to be directly seen only by someone whose mind is pure. Therefore, if one wants to acquire the Faculty of Divine Eyesight, one must first carry out the basic requirements of "repentance" and "accumulating of merits and wisdom." When the dual impediments of attachment to klesa (troubles) and knowledge are removed, one will automatically attain the Faculty of Divine Eyesight.

(20) What are the prerequisites for practicing the True Buddha Tantric Dharma?

To truly learn the True Buddha Tantric Dharma, one must first take refuge in a qualified Root Guru. Afterwards, one should follow the teachings of the Root Guru and practice the Dharma single-mindedly, without any distraction. One must not have any fear in overcoming the hardships involved in the practice of the Dharma. One has to forsake all worldly fame and profit. All this is done in accordance with the ways taught by the Root Guru. One first has to have faith, then one will acquire the Great Wisdom and arrive at the Ultimate Shore.

(21) How important are the key teachings contained in the text, True Buddha Dharma: The Inner Commentary?

All the key teachings in the True Buddha Dharma: The Inner Commentary are culled from the Guru's own experiences of spiritual cultivation to Enlightenment; therefore, a True Buddha practitioner should always bear these important keys in mind. If one learns from these key teachings and cultivates the Dharma firmly and persistently, one will definitely be able to experience the extraordinarily wonderful expansion of awareness and perceptions and arrive at a higher level of spiritual maturity and realization. These key teachings are the root secrets of the Guru's own Enlightenment and one should never forget them.

(22) As a spiritual cultivator, how can one keep pure one's motivations in cultivation?

One must never be too rigid and stick inflexibly to one's own view, as such an attitude will create opportunities for the negative forces to take advantage of one. One should rely upon one's own judgment and not be taken in too easily by other people's words. People of little faith are easily influenced by others. If one has faith in one's Root Guru, then all kinds of merits will be generated.

(23) After obtaining an understanding of the True Buddha School and the significance of the True Buddha Tantric Dharma, if one wants to take refuge in the True Buddha School and become a disciple of Living Buddha Lian-shen, what should one do?

To take refuge in Living Buddha Lian-shen and become a student of the True Buddha School, there are two courses:

(i) In person - Make an appointment ahead of time to visit the True Buddha Tantric Quarter in Redmond, Washington, USA to receive direct Initiation Empowerment from the Living Buddha Lian-shen.

(ii) By writing - It is often not possible for someone who lives far away to come in person to take refuge. Those students who desire to take refuge can, on the first or fifteenth of any lunar month, at 7:00 a.m., while facing the direction of the rising sun, recite three times the Fourfold Refuge Mantra: "Namo Guru bei, namo Buddha ye, namo Dharma ye, namo Sangha ye" and prostrate three times.

On the first or fifteenth of every lunar month, at the True Buddha Tantric Quarter, Living Buddha Lian-shen performs a ceremony of "Remote Initiation Empowerment" - to give empowerment to all the students who could not journey in person.

A student who takes refuge from a distance, after performing the rites at home, only needs to send a letter to the True Buddha Tantric Quarter stating that he or she is seeking refuge, together with his/her name, address, age, and a small fee for making offerings to the Buddhas. Upon receiving the letter, Living Buddha Lian-shen will send a certificate, a picture of the Guru, and a note stating the level of practice at he/she should start. The address of the True Buddha Tantric Quarter is:

Sheng-yen Lu

17102 NE 40th Ct.

Redmond, WA 98052, USA



Belajar Agama Buddha Belajar Diri Sendiri 2

Belajar Budha-Dhamma yang mempunyai manfaat langsung adalah dg "praktek", praktek apa...?
1. miliki / tumbuhkan sikap bermurah hati, dan kemudian praktekan sikap tsb. memberi lebih baik dari pada menerima ( atau menerima itu secara psikologis karena kurang, memberi karena ada lebih ), dari praktek ini akan belajar langsung dan meng- ehipasiko dari hukum karma dan pattica samupada ( hukum sebab-musabab yg saling bergantungan ),
mulai dari level kemurahan hati masing2, memberi barang/tenaga/waktu yg benar2 tidak kita manfaatkan lagi, menuju memberi dalam bentuk fisik/tenaga/pikiran yg masih bermanfaat bagi kita ( baca = misalnya aturannya masih bisa pake barang itu, tapi karena ada yg lbh butuh dan lbh tinggi manfaatnya apabila di berikan ke- dia/mereka, pemberi level ini akan memberikan barang tsb kepada-nya, atau aturannya waktu kita utk jalan2 atau santai, tapi karena ada baksos divihara atau kegiatan lain yg lbh bermanfaat, si pemberi akan memberikan waktu dan tenaga/pikirannya utk kegiatan yg lbh bermafaat itu, sampai pada level dimana sipemberi memberikan sesuatu yg sangat dia sukai atau dia butuhkan, dg pertimbangan nilai yg lbh tinggi tadi... dan level2 yg lbh tinggi lagi ) jadi nilai lah sendiri tingkat kemurahan hati masing2, prinsipnya sikap sebelum, sewaktu dan sesudah memberi ini bisa menimbulkan kepuasan alamiah bagi bathinnya, sampai pada kesempurnaan dari Dana Paramitha atau Cagha ( baca = kemurahan hati )... sesuai dg bibit yang ditanam, demikian akan tumbuh pohon dan buah nya...kebahagiaan akan mengikuti pembuat kebajikan seperti bayang2 yg tidak pernah meniggalkan pemiliknya

2. latih dan praktekan sikap mawas diri ( baca = dg menggunakan perhatian dlm melakukan segala sesuatunya ) utk mengendalikan pikiran, ucapan dan perbuatan sendiri, atau dengan kata lain yaitu, mengendalikan ke-enam indera sendiri ( terkendali dalam penglihatan, pendengaran, pengecapan, pem-bau an/penciuman, sentuhan2, dan bentuk2 pikiran) jadilah tuan akan ke - enam indera ini... pengetahuan, sikap dan latihan ini akan meningkatkan sila sekalian akan meng-ehipasikokan tingginya sila tergantung di pengendalian diri ini, sungguh tidak gampang, tapi baik dan sangat berharga pengetahuan, sikap dan terlebih latihan ini.
sila yang baik akan menjaga seseorang mahkluk tidak jatuh dialam penderitaan, dan menunjang pelaksanaan samadhi

3. pengetahuan, sikap dan latihan kesabaran...,
diluaran ( baca = kondisi sekitar kita ) selalu secara langsung dan tidak langsung mengajarkan kita untuk instans dalam segala sesuatunya ( baca = instans dalam hasil ) ..., kalo bisa cepat kenapa harus lambat, kalo bisa lbh baik kenapa harus baik saja... sayangnya sikap ini harus dilandasi dg usaha utk menyelesaikan Prosesnya dulu. peningkatan tekad, semangat, ketekunan dan kebijaksanaan adalah inti dari hasil sebenarnya, dan semua ini bisa didapat melalui proses... bahkan kesuciaan Budha pun dicapai dg proses yg sangat panjang dg menyempurnakan ke-10 sifat paramitha seorang bodhi akhirnya.
pengetahuan, sikap dan latihan ini akan menjadikan dasar pedoman utk bhavana / meningkatkan ketenangan dan ke jernihan pikiran.

terakhir hidup akan lbh bermanfaat dan bermakna kalo kita tahu sedikit tapi memperoleh manfaat dari pengetahuan tersebut ( baca = dengan cara kita bersikap dan praktek langsung dari pengetahuan tsb ),
daripada selalu mencari keluar, kenapa tidak kita mengembangkan nilai2 luhur ketiga pengetahuan, sikap dan latihan ini dalam diri sendiri dulu,
ada pepatah mengatakan " Guru yg baik akan datang setelah Murid telah siap "
pertanyaannya sdhkah kita menjadi murid yg siap...??? kalo belum akan sangat sayang sekali seperti sendok yg tiap hari bertemu dan bersentuh dg makanan tapi tidak bisa merasakan cita rasa makanan itu. akan sia2 saja. pengetahuan dari pikiran yg tidak terlatih akan selalu bersifat terurai, dan hilang... juga bisa jadi beban bila tidak sesuai dg kapasitas kemampuan kebijaksanaan sendiri, seperti listrik yg berdaya besar akan merusak kabel yg berdiameter kecil..., sebenarnya bukan salah daya listrik yg besar, tapi adanya kemelekatan dan ketidak puasan kabel itu utk menerima daya sesuai dg kemampuannya, dan meningkatkannya lagi apabila ukuran kemampuan sendiri semakin besar, daya listrik dan kabel ini hanya analogi semata.

bukankah hidup akan jadi lbh sederhana kalo kita sdh melaksanakan semua proses dg yg terbaik yang kita punya...
mana yg lbh penting... pengetahuan atau praktek ???, jawabnya...?
dua2nya penting kalo bisa bermanfaat baik dan sungguh2 bermanfaat baik bagi diri sendiri, orang2 lain, dan lingkungan juga.
kenapa orang yg tidak sekolah ( baca = pengetahuan teorinya tidak banyak ) bisa berhasil...??? jawab, karena dia belajar dari praktek langsung ( baca = kehidupannya ) utk menentukan sikapnya, menjadi bijaksana.
pertanyaan selanjutnya, kenapa ada yg sekolah dan lulus dari sekolah tapi tidak berhasil...??? jawab, tidak berhasil kan kata dia atau orang2 dilingkungannya, tapi yang pasti karena dia tidak memperoleh manfaat yg baik dari pengetahuannya, apalagi manfaat utk orang2 lain, atau lingkungannya. ukuran berhasil dan tidak berhasil hanya bisa dinilai diri sendiri dan orang lain yg bijak.

kalo waktu masih panjang dan mau mencari, silahkan cari di vihara2 ( ekayana grha di tj duren atau dhammacakka di sunter, yg kami sendiri dulu rutin kesana, atau vihara2 lainnya ), kebaktian di skul atau kampus bagi yg masih skul/kul, toko2 buku juga banyak, samaghi pala atau wihara.com juga semua artikel bisa di jadikan pelajaran..., dan buka telinga ( baca = dengar2 pengumuman atau info2 dari teman2 ), buka mata ( baca... ), dan buka mulut ( tanya kalo perlu saja, kalo nga nanti bisa kembung karena sering2 buka mulut... ) dls

Belajar Agama Buddha Belajar Diri Sendiri


Oleh Lama Thubten Yeshe
Ketika kita bljr agama Buddha, kita bljr ttg diri kita sendiri - bljr ttg sifat mendsr pikiran kita sendiri. Fokusnya bkn pd sesuatu yg tertinggi; namun pd hal-hal praktis spt bgmn menjlnkan kehidupan sehari-hari dan mengintegrasikannya dgn pikiran shg batin dan pikiran tetap damai dan sehat. Dgn kata lain, fokusnya pd pengalaman pengetahuan-kebijaksanaan, bkn pandangan dogmatis semata. Sebnrnya, dlm istilah barat kita tdk bilang Buddhisme itu agama, tetapi lbh merupakan cara hidup (way of living), filsafat kehidupan (living philosophy), sains dan psikologi.

Suatu kecenderungan alami dr pikiran manusia adl mencari kebahagiaan; baik org barat maupun org timur. Tp bila cara hidupmu terlalu terfokus pd dunia luar lwt penginderaan dan terikat scr emosional, hal ini sgt berbahaya kalian tdk punya kendali. Pengendalian diri bkn hanya kebiasaan timur atau sebuah perjalanan Buddhis; kita semua bth pengendalian diri. Terutama bg mereka yg materialistis dan scr psikologi terlalu terikat pd btk luar. Dr sudut pandang Buddhis, pikiran spt itu tdk sehat, sakit mental. Kalian sdh tahu bahwa perkembangan ilmu pengetahuan eksternal saja tdk dpt memuaskan nafsu keinginan atau menghentikan masalah emosional.

Maka metode-metode ajaran Guru Buddha menunjukkan sifat mendsr batin pikiran manusia, potensi manusia dan bgmn kalian dpt mengembangkan diri. Lbh-lbh, metode ini tdk terfokus pd "percaya membabi buta" atau sekedar pemahaman metafisik. Namun, baik kalian religius atau tdk, atau seorang yg "percaya pd" atau "tdk percaya pd", yg paling penting adlh mengetahui sifat dsr pikiran kalian sendiri. Bila tdk, kalian gampang beranggapan bahwa kalian sehat dan berfungsi dgn baik dlm kehidupan sehari-hari pdhl kenyataannya akar dr emosi-emosi yg mengganggu tumbuh smkn kuat dan dlm-dlm dipikiran kalian. Dgn penyebab fundamental dr penyakit mental dlm diri sendiri, suatu perubahan kondisi yg terkecil bs menimbulkan penyakit mental dan saraf. Selama kalian tenggelam dlm keterikatan membuta pd dunia sensasi, tdk tahu sifat dsr pikiran, ini dpt terjadi. Kalian tdk dpt menolaknya dgn berkata, "Saya tdk percaya." Kamu tdk dpt menolak hidung sendiri dgn berkata, "Saya tidak percaya saya mempunyai sebuah hidung. " Percaya atau tdk, hidung kamu tetap berada di tempatnya bkn !

Byk org barat berkata,"Saya tdk percaya apapun"; mereka sgt bangga akan pernyataan mereka itu. Tp coba periksa - sgt penting utk diketahui. Di dunia brt yg notabene tradisi kekristenan punya byk kontradiksi : ilmuwan beranggapan mereka sendiri adlh kaum tdk percaya; kaum religius beranggapan mereka sendiri kaum yg "percaya". Namun, baik yg percaya atau tdk, kalian terpaksa hrs mengetahui pola dsr pikiran sendiri.

Kamu selalu berbicara ttg godaan keterikatan, tp tak tahu bgmn mengendalikannya. Hanya berbicara sj itu gampang, tp utk mengetahui sifat dsr dr keterikatan itu sgt sulit. Contohnya, mobil dan pesawat ditemukan utk membuat pekerjaan lbh cpt dan lbh byk waktu santai; tp hasilnya pikiran tambah gelisah drpd sebelumnya. Saya tdk mengeluh atau "complain", tp coba cek sendiri kehidupan sehari-hari. Apa yg saya katakan adlh bila seluruh negara tenggelam dlm dunia panca indera di bwh kendali keterikatan bsr, kalian tdk punya kesempatan atau wkt utk melht realita pikiran sendiri. Susah gaya hidup spt itu. Susah utk benar-benar menikmati kegembiraan dan mengalami kepuasan batin, krn kepuasan batin sejati dtg dr batin pikiran, bkn dr luar.

Kaum muda modern yg terpelajar dan skeptis memang punya pemahaman akan apa yg bernilai dlm hidup, dan tahu bahwa kegembiraan tdk dtg dr benda-benda yg bersifat sementara semata. Ketika Guru Buddha berbicara byk ttg penderitaan, Beliau tdk menunjuk semata-mata pd rasa sakit dan penyakit pd tubuh tp pd "ketidakpuasan". Ketidakpuasan adlh penderitaan nyata. Berapapun yg kalian peroleh, nafsu keinginan tdk reda, selalu ingin lbh. Itulah perasaan menderita; itulah frustrasi yg bersifat khayalan.

Psikologi Buddhis menyebutkan 6 dsr dari khayalan batin, yg membuat frustrasi dan mengacaukan kedamaian batin manusia shg "stress" : keterikatan, kemarahan, ketidaktahuan batin, kebanggaan diri, keragu-raguan yg ternoda dan terjebak dlm pandangan salah. Ini adlh fenomena mental bkn eksternal. Jd, ketika Guru Buddha mengajarkan bgmn mengatasi khayalan batin, Beliau menekankan pentingnya pemahaman akan sifat dsr diri kita, tdk hanya "percaya akan" dan keyakinan saja. Tanpa menyelidiki pikiran sendiri dan mengembangkan kebijaksanaan pengetahuan yg bersifat introspeksi, tdk mungkin mengembangkan pemahaman demikian. Bahkan bila kita berbicara pjg lebar ttg khayalan batin, kita sesungguhnya tdk tahu apa-apa. Khayalan batin fundamental itu dtg dr ego, mereka membuat pikiran stress. Utk terbebas, kalian tdk perlu menyerahkan semua milik anda. Simpanlah milik anda, tp bila melakukannya dgn keterikatan, anda hanya akan membuat diri sendiri stress dan susah; pikiran hanya mjd berkabut dan terpolusi. Pikiran tdk jernih adlh sumber kedunguan dan kegelisahan; cahaya kebijaksanaan tdk dpt bersinar dlm pikiran itu. Solusinya : meditasi.

Meditasi tdk hanya duduk diam di sudut, mencoba mengembangkan satu titik konsentrasi. Namun adlh jenis kebijaksanaan bebas dr rasa malas yg berguna utk kewaspadaan kondisi pikiran. Dlm kehidupan sehari-hari, kalian mestinya waspada akan apa yg dilakukan, mengapa dan bgmn melakukannya. Biasanya kita melakukan sesuatu tanpa disadari : makan tp dgn perhatian pd hal lain, minum tanpa disadari, berbicara tanpa disadari. Kita tdk tahu apa yg terjadi dlm pikiran, walaupun kita blg kita sadari. Saya tdk menilai, mengecewakan kalian tp coba periksa sendiri. Jln hidup Buddhis adlh menempatkan ajaran utk diamalkan dan dialami. Saya tdk berbicara ttg sesuatu di langit. Sgt sederhana.

Bila kalian tdk tahu sifat dsr keterikatan dan obyek-obyeknya, tdk mungkin utk memiliki kasih sayang kebaikan hati utk teman-teman, orangtua dan negara. Krn pikiran kalian tdk sadar, kalian melukai org-org terdekat sendiri. Sama halnya, seseorang yg sdg marah benar-benar lupa akan dirinya sendiri; dia tdk tahu apa yg tjd dlm pikiran. Kalian tentu tahu hal ini; ini hanyalah cth apa yg terjadi pd manusia. Byk kali kita melukai org lain tanpa disadari : kita tdk hati-hati akan tindakan atau sikap batin kita dan tdk menghormati org lain.

Di barat byk org yg berpendidikan khusus dlm psikologi. Tp Guru Buddha menginginkan kita semua mjd psikolog; kalian seharusnya tahu pikiran sendiri. Guru Buddha merasa bahwa hal itu pasti mungkin, semua manusia punya potensi utk mengerti, dan lalu mengendalikan pikiran sendiri. Ketika kalian memahami pikiran sendiri, kontrol dtg scr alami. Jgn pikir bahwa mengamati pikiran sendiri hanyalah perjalanan Himalaya, sesuatu hanya utk mrk yg miskin papa. Periksalah, saat scr emosional terlibat dgn sesuatu, drpd bereaksi lbh baik rileks; cobalah utk waspada apa yg sdg dilakukan. Tanyalah diri sendiri, "Saya sdg ngapain ? Bgmn ? Apa yg membuat saya melakukan hal ini ?" Benar-benar indah bila anda bs menganalisa spt ini. Dgn pengertian, kalian dpt menghentikan masalah dgn gampang. Masalahnya adlh kita kekurangan kebijaksanaan pengetahuan intensif, atau kewaspadaan, atau kesadaran.apapun namanya.

Maka, utk memberikan kasih sayang kebaikan pd org lain, anda hrs tahu sifat dsr obyek. Bila tdk tahu, anda akan terjebak dlm perjalanan ego sombong lainnya. " Saya cinta dia". Pastikan anda tahu bgmn dan mengapa - penting sekali utk mjd ahli terapi bg diri sendiri. Barulah anda dpt merawat diri sendiri dgn kebijaksanaan alami dan menikmati brg-brg milik sendiri dgn pikiran santai drpd dgn pikiran stress dan amarah, yg merusak diri dan hidup.

Utk mjd seorang psikolog, tdk perlu bljr filosofi yg susah; cukup mengamati pikiran sendiri tiap hari. Kalian mengamati benda-benda materi stp hari - makanan di dapur, contohnya - maka mengapa tdk memeriksa pikiran sendiri ? Ini lbh penting. Kehidupan di barat berlandaskan falsafah "saya selalu dpt membeli solusi utk masalah-masalahku di supermarket". Kalian berpikir bahwa selalu dpt pergi ke apotik dan membeli pil-pil, dan bila frustrasi emosi dpt mendpt obat dari dokter. Apakah kalian pikir pengobatan spt itu dpt menolong ? Tentu tdk. Walaupun kelihatan menolong, mereka tdk kekal. Mereka bahkan tdk menghancurkan gejala-gejala emosi yg menipu; mereka hanya membuat melempem dan lbh bodoh.

Pandangan materialistis berpikir kenikmatan dan kebahagiaan dpt dibeli, tp tdk demikian. Scr halus ia mengatakan bahwa kedamaian batin dpt dibeli di supermarket. Itu benar-benar salah kaprah. Org-org religius jg seharusnya mencoba mengerti pikiran mereka sendiri drpd sekedar "percaya-percaya pd sesuatu". Dan lg lbh praktis. Percaya belaka tdk dpt menyelesaikan persoalan hidup; hanya pengertian kebijaksanaan dpt melakukannya. Guru Buddha bahkan berkata bahwa berbahaya hanya percaya pd Buddha dan Beliau mendesak kita utk mengerti cara kerja batin pikiran. Ketika kamu menemukan sesuatu dlm batin pikiran, barulah masuk akal utk mempercayainya. Kepercayaan atau keyakinan berdsrkan realisasi atau pengertian intelektual yg jernih bnr-bnr sempurna dpt diterima. Tp bila anda tdk jelas mengapa anda percaya yg dilakukan, keyakinan anda dpt dgn mudah dihancurkan org lain. Byk manusia-manusia yg cenderung spiritual itu lemah krn tdk mengerti sifat sejati dr semangat atau pikiran. Pengertian adlh sebuah btk energi mental : itu mendukung pikiran sendiri dan membuatnya tetap sehat.

Ketika mengerti pandangan pikiran sendiri, atau cara persepsi obyek-obyek, anda menyadari bahwa selama ini yg anda genggam kuat dunia sensasi - dan khayalan masa depan yg idealis hanyalah proyeksi pikiran sendiri dan tdk memiliki kenyataan fisik yg terhalus sekalipun - anda bnr-bnr tdk sadar akan saat skrg. Kalian hrs setuju bahwa inilah sebuah kondisi pikiran yg tdk sehat


Tahapan pelatihan diri Tantrika SatyaBuddha

 
Beberapa waktu yang lalu ada seorang siswa setelah mendapatkan abhiseka Sadhana Wadyaraja Acalanatha, mulai berlatih sadhana tersebut. Tidak lama kemudian Acalanatha muncul dalam mimpinya. Saat muncul, Acalanatha tidak memberkatipun tidak memberikan sesuatu kepadanya, juga tidak memancarkan cahaya. Sebaliknya hanya melirik kepadanya kemudian membelakanginya. Apapun yang dimintanya tidak disahuti bahkan memunggunginya. Ia datang bertanya: "Apa arti dari kesemua kejadian ini?"


Jawaban saya demikian : pelatihan diri dalam Tantrayana memiliki tahap-tahapan. Anda harus menapakinya setingkat demi setingkat, tidak boleh loncat kelas. Oleh karena itu bila Anda telah mendapatkan abhiseka Sadhana Amitabha, sudah berlatih Dewatayoga Amitabha(Pen Cuen Fa), sudah berlatih lama sekali namun belum juga mencapai kontak (yoga). Seyogyanya Anda mulai berpikir, mengapa Budha Amitabha tidak muncul dalam mimpi atau samadhi memberkati Anda? Atau mengapa Budha Amitabha tidak memancarkan cahaya terang, mengapa tidak muncul pertanda baik? Apakah Anda telah loncat kelas? Bila Sadhana Guruyoga belum memperoleh kontak, kemudian Anda langsung berlatih Dewatayoga Amitabha ini berarti sudah loncat kelas. Dengan demikian Anda tak akan mendapatkan kontak dari Budha Amitabha. Ini disebut "meskipun sudah memperoleh abhiseka namun belum memperoleh nimitta abhiseka (nimitta disini bisa diartikan sebagai pertanda).


Lalu apa yang harus dilakukan? Pertama, bila Anda beranggapan telah mencapai yoga dalam Sadhana Guruyoga, berlatihlah Dewatayoga. Namun Anda harus mengulangi proses abhiseka Dewatayoga. Karena ada kemungkinan dalam proses bersadhana atau dalam proses abhiseka terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan tatacara. Oleh sebab itu dalam pelatihan diri Tantra umumnya, misalnya Catur Prayoga, ada ditentukan mumlahnya. Dengan kata lain Anda harus menggenapi setia sadhana dalam Catur Prayoga sebanyak 250000 kali barulah sesuai dengan tatacara (aturan). Bila ingin menjadi Acharya, harus melakukan homa sebanyak 200 kali barulah pantas menjadi Acharya, ini adalah ketentuan Tantra Timur. Oleh karena itu boleh dikatakan semua ada tahapannya. Abhiseka tidak ada manfaatnya bila tidak memperoleh nimitta abhiseka. Yang dimaksud dengan nimitta abhisekaadalah, misalnya ada orang begitu diabhiseka langsung memperoleh nimitta abhiseka, berarti Anda hari ini di-Abhiseka, pada malam harinya, Budha Amitabha langsung menampakkan jasmaninya yang sempurna di hadapan Anda menyinari Anda, memberkati Anda. Ini berarti Anda telah memperoleh nimitta abhiseka, berarti Anda telah memenuhi syarat untuk berlatih Dewatayoga Amitabha.


Langkah selanjutnya baru boleh minta diajari Sadhana Widyaraja, kemudian Anuttarayoga Tantra. Semua ini harus tahap demi tahap. Di tempat kita, harus berlatih Catur Prayoga, setelah itu baru Guruyoga. Kalau Guruyoga sudah beres barulah Dewatayoga, kemudian Sadhana Widyaraja, lalu Anuttarayoga Tantra. Pada setiap tahap harus mencapai yoga dan menghasilkan pertanda baik baru boleh menapak ke tingkat yang lebih tinggi. Inilkah ketentuan dalam Tantrayana umumnya.


Jika meskipun sudah di-Abhiseka namun tidak memperoleh nimitta abhiseka sebaiknya ulangi sekali lagi abhisekanya atau turun setingkat dan berlatih lebh lanjut. Misalnya Anda telah diabhiseka dalam Dewatayoga, namun belum juga mencapai yoga dalam waktu lama, lebih baik turun setingkat, diabhiseka lagi dalam Guruyoga atau abhiseka lagi dalam Dewatayoga, kemudian teruskan lagi latihannya dari awal. Bila belum memperoleh nimitta abhiseka dalam Catur Prayoga, tetapi meneruskan ke Guruyoga, tentu saja tidak akan memperoleh nimitta abhiseka dalam Guruyoga.


Inilah tatacara dalam Tantrayana. Terhadap tatacara demikian, dulu kita tidak perlu mematuhinya. Tetapi untuk siswa yang masuk belakangan, harus melatih diri dalam tatacara ddemikian. Ada orang berkata, melatih diri dalam Tantrayana harus membangun fondasi dalam Mahayana selama 12 tahun, fondasi dalam Tantrayana 8 tahun, seluruhnya 20 tahun barulah boleh mendapatkan abhiseka pengukuhan Acharya. Dewasa ini ada orang yang setelah memperoleh abhiseka Acalanatha langsung berlatih, tak dinyana baru semalam saja Acalanatha sudah muncul melirik sejenak laru memantatinya, hampir menghadiahi sebuah tendangan. Karena sadhaka belum mencapai yoga dalam Dewatayoga, disinilah masalahnya. Namun, jika Anda merasa amat berbakat, setelah diabhiseka dalam Sadhana Widyaraja Acalanatha, pada malam harinya langsung muncul memberkati Anda, berarti Anda telah memperoleh nimitta abhiseka, berarti Anda boleh berlatih. Jika Anda telah diabhiseka, tetapi tidak memperoleh nimitta abhiseka, berarti tidak boleh berlatih dalam sadhana ini. Anda harus tetap menekuni Dewatayoga atau turun setingkat berlatih Guruyoga. Bila dalam Guruyoga pun belum memperoleh kontak, belum muncul pertanda baik atau nimitta abhiseka, sebaiknya Anda tiap hari lakukan saja Mahanamaskara, Mahpuja, menjapa mantra Catur Sarana, melakukan Sadhana Wajrasattwa, berlatih Catur Prayoga. Bila dalam Catur Prayoga sudah benar-benar memperoleh yoga berarti ada harapan untuk mencapai pembebasan, karena Bodhisattva Wajracitta mampu membantu Anda mencapai ke-Budhaan.


Kelian lebih baik berkutut dulu di latihan dasar, jangan belum apa-apa sudah mau langsung berlatih Anuttarayoga Tantra. Tidak boleh begitu. Karena pelatihan diri adalah suatu proses. Kecuali Anda begitu diabhiseka Sadhana Widyaraja Acalanatha langsung memperoleh nimitta abhiseka, karena pada kelahiran sebelumnya telah melatihnya. Tentu saja tidak ada yang dapat dikatakan. Namun bila dalam kelahiran terdahulu Anda belum berlatih, berarti dalam kelahiran ini Anda harus melatihnya dari dasar. Tidak boleh seperti helikopter, langsung tinggal landas menuju Anuttarayoga Tantra. Oleh karena itu seyogyanya mulai menapak dari tingkat satu, tingkat dua, tingkat tiga, tingkat empat, tingkat lima, menapak secara bertahap barulah sesuai dengan tatacara sesuai dengan Dharma.

dikutip dari Files TBSN



API HOMA 5

Jawaban Maha Acarya Lien-Sheng mengenai homa dalam tanya jawab saat memberikan ceramah "Rangkuman Buddhisme" di kompleks pelangi tanggal 12 Mei 1993.

Tanya: Persembahan api, memberi persembahan kepada Catur Maharajakayika, paling baik menggunakan persembahan apa? Apakah besok boleh memohon Abhiseka Homa? Harus bagaimana bervisualisasi saat abhiseka?

Jawab: Boleh. Harus bagaimana bervisualisasi saat abhiseka? Inilah yang akan dibicarakan besok. Saat menerima abhiseka homa, umumnya Anda harus menyalakan api, api harus dinyalakan, kemudian bayangkan api ini masuk ke dalam dahi Anda, bergerak turun sampai ke cakra hati. Mula-mula membakar tubuh bagian atas, lalu membakar tubuh bagian bawah. Anda larut dalam api, inilah visualisasi saat abhiseka homa. Jadi besok, saat menerima abhiseka, saat kepala Anda disentuh, Anda juga dapat membayangkan ada segumpal api masuk ke dalam tubuh Anda, membakar sekujur tubuh Anda, Anda berubah menjadi api yang menggelora. Inilah abhiseka homa. Bagaimana dengan kuncinya, yaitu "api ,yidam, Anda, semuanya manunggal", inilah kuncinya.

Bahan persembahan apa yang sebaiknya diberikan kepada Maharajakayika? Catur Maharajakayika berada dalam lingkup permohonan harta, termasuk kategori Paustika. Oleh karena itu Anda boleh memberi persembahan buah-buahan berwarna kuning, memberi minuman anggur, ada anggur yang berwarna kuning. Semua bahan persembahan diutamakan yang berwarna kuning. Apa saja boleh dijadikan bahan persembahan , asal dapat terbakar boleh dijadikan bahan persembahan.

Tanya: Umumnya bila siswa telah memperoleh abhiseka homa, setelah kembali ke tempat asalnya, apakah boleh membantu orang lain melakukan homa? Setelah kembali, apakah boleh menyelenggarakan homa?

Jawab: Wah, mau memimpin upacara homa ya (hadirin terbahak-bahak), mau merebut langganan nih yee! (Hadirin terbahak) Begini, dalam Tantrayana ada satu aturan, homa termasuk tiga tataran bawah, dalam Tantrayana menempati posisi yang sangat penting. Setiap siswa, siswa Tantrayana pada umumnya harus melaksanakan 200 kali. Jadi, setelah melakukan 200 kali, setelah mempraktekanya, sudah mahir, api-Yidam-Tantrika dapat bersatu padu, saat melaksanakan Homa sama sekali tidak terjadi kekhilafan, barulah boleh membantu orang lain. Kalau Anda mau memimpin upacara homa, sebaiknya dilakukan oleh Acarya, paling baik dilaksanakan oleh para Acarya. Kalau pemimpin cetiya (Thang Cu), seharusnya boleh, tetapi dengan syarat pelaksanaan homa Anda sudah tidak cacat lagi, baru boleh. Jadi, bantulah diri sendiri dulu. Membantu anggota keluarga mengurangi karma-warana, untuk sementara waktu jangan dulu menyelenggarakan homa. Kalau mau membantu orang lain, harus menunggu sampai pelaksanaan homa Anda sudah sama sekali bebas dari cacat baru diperbolehkan.

Tanya: Setelah pemimpin cetiya menerima abhiseka homa, apakah boleh menyelenggarakan upacara homa? Secara terbuka menerima pendaftaran penyertaan khalayak ramai?

Jawab: Pertanyaan ini sudah saya jawab tadi.

Tanya: Siswa yang belulm menerima abhiseka homa dari Mula Acarya, apakah boleh melaksanakan homa sendiri?

Jawab: Tidak boleh. Ini tidak boleh. Karena dalam Tantrayana, yang ditekankan adalah penurunan ajaran dari guru silsilah. Dalam ceramah selama 7 sampai 8 hari ini, saya sudah pernah menyinggungnya. Anda telah menerima abhiseka apa, baru boleh mempraktekan sadhana yang bersangkutan. Belum menerima abhiseka homa, tidak diperbolehkan melaksanakan homa.

Tanya: Apakah homa dapat dipakai untuk melakukan pendoaan arwah (Chau Tu)?

Jawab: Homa boleh dilakukan untuk pendoaan arwah.

Tanya: Abhiseka homa apakah boleh diberikan secara jarak jauh?

Jawab: Lebih baik abhiseka nyata. Lebih baik benar-benar hadir untuk menerima abhiseka dari Mula Acarya.



API HOMA 4


Intisari dan Kunci Pelaksanaan Homa

* Bertepuk tangan dan menjentikkan jari----- pada awal sadhana, maksud bertepuk tangan dan menjentikkan jari adalah membangunkan dan mengundang para Buddha, Bodhisattva dan dewa, agar mereka mengetahui Tantrika akan melaksanakan homa. Pada akhir sadhana, maksud bertepuk tangan dan menjentikkan jari adalah membubarkan dan mengantarkan para dewa kembali ke kediaman mereka.

* Intisari dan kunci sima-bandhana-----cara melakukan sima-bandhana (pembatasan lokasi) ada beberapa macam. Pada umumnya, dalam pelaksanaan homa, sima-bandhana dilakukan dengan tongkat Wajra. Dengan tongkat Wajra mengetuk bagian tengah, timur, selatan, barat, dan utara, kelima penjuru dari meja homa masing-masing sebanyak tujuh kali. Harus mendengarkan suara ini, bayangkan setiap suara ini melesat jauh. Sejauh mana suara ini melesat, sejauh itulah batasnya (sima-bandhana). Dengan mengetuk kelima penjuru berarti telah memberikan perbatasan di sekeliling mandala.

* Intisari dan kunci pengundangan-----mengundang harus dengan hati yang setulus-tulusnya, dengan nada yang terlembut dan termedu. Waktu mengundang secara umum, tangan beranjali. Pada saat mengundang secara satu-persatu, harus membentuk mudra dan menjapa mantra masing-masing, membayangkan wujud-Nya hadir di depan Mandala. Mengundang dengan jasmani-ucapan-pikiran yang manunggal, ini penting sekali.

* Makna menjapa Mantra Sataksara-------pada awal homa, menjapa Mantra Sataksara dimaksudkan untuk memohon bantuan dan lindungan dari Wajrasattwa, dengan demikian homa yang dilakukan barulah berhasil-guna. Pada akhir homa, menjapa Mantra Sataksara bertujuan untuk menambal hekhilafan yang terjadi dalam tatacara.

* Intisari dan kunci memutar japamala-----memohon Bodhisattva memancarkan cahaya suci memberkati japamala dan kedua tangan, serta sekujur tubuh Tantrika sehingga semuanya disucikan. Dengan demikian Tantrika boleh memegang bahan persembahan untuk dibakar dalam homa. Waktu memutar japamala (cuan-cu-ming) bayangkan Mula Acarya memancarkan cahaya menyinari japamala dan kedua tangan serta sekujur tubuh Tantrika dari angakasa raya.

* Pemberkatan dengan Wajra dan Wajraghanta-----memperagakan Wajra dan Wajraghanta, melindungi, melakukan sima-bandhana, menolak bala (Santika), menambah kesejahteraan ( Paustika), merukunkan (Wasikarana), menaklukan (Abhicaruka); ini adalah memberkati semua bahan persembahan, menyucikan semuannya. Bayangkan Wajraghanta menyinari semua bahan persembahan, menyucikan semuanya.

* Intisari dan kuci penyalaan api dan pembakaran bahan persembahan-------sebelum penyalaan api, letakkan dulu dupa pemancing api di dalam tungku, kemudian tambahkan sedikit minyak goreng (minyak nabati).

Setelah penyalaan api, sebelum kayu homa pertama dimasukkan ke tungku, sentuhkan dulu kayu homa ini pada japamala yang menggelantung di tubuh Tantrika. Karena japamala telah melewati proses pemutaran japamala, alias sudah disucikan sehingga ini jga berarti kayu homa sudah diberkati, semuanya sudah suci.

Sebelum dimasukkan ke dalam tungku, kedua ujung kayu homa harus dicelupkan ke dalam madu. Ini berarti semua "kepahitan" diubah menjadi manis, semua derita dilenyapkan, semua bencana dihilangkan, dari ujung sampai pangkal diubah menjadi manis.

Waktu membakar homa, api homa harus menggelora, tidak boleh padam. Bahan persembahan yang dapat memadamkan api (misalnya susu dan arak), tidak boleh dituang ke dalam tungku. Bila api tidak menggelora, harus segera menambahkan sedikit minyak goreng.

Intisari dan kunci visualisasi pembakaran homa---------setiap bahan persembahan yang akan dimasukkan ke tungku harus divisualisasikan berbah menjadi banyak sekali, memenuhi seluruh jagat. Setiap bahan persembahan memiliki makna tersendiri. Ambil bunga, dupa, pelita, teh dan buah seperti contoh :

Persembahan bunga, dengan pikiran terpusat bayangkan sekuntum bunga berubah menjadi sebidang bunga, kemudian seluruh angkasa raya dipenuhi degan bunga, membuat ucapan dan tindakan Tantrika, lahir dan batin, anggun dan agung bagai bunga, elok cemerlang.

Persembahan dupa, sebatang dupa berubah menjadi hutan dupa, lalu seluruh jagat dipenuhi dupa, semuanya dipersembahkan kepada Buddha, membuat semua yang telah tercium wangi dupa ini menghormati dan membantu Tantrika.

Persembahan pelita, sebuah pelita berubah menjadi lautan cahaya, seluruh angkasa raya dipenuhi dengan cahaya yang terang benderang, membuata semua usaha dan latihan Tantrika dijauhkan dari kegelapanm semuanya terang benderang penuh berkah.

Persembahan the, daun the melambangkan makanan/minuman dan rasa Dharma. Bayangkan sejumput daun teh berubah menjadi memenuhi seluruh penjuru jagat, lalu dipersembahkan kepada para mahluk suci, membuat Tantrika dianugerahi dengan makanan dan minuman yang melimpah ruah, puas dan bahagia dalam rasa Dharma.

Persembahan buah, satu buah dibayangkan berubah menjadi memenuhi angkasa raya, semuanya dipersembahkan kepada para mahluk suci, membuat semua permohonan Tantrika berbuah, penuh dengan pahala.

Dalam proses pembakaran api homa, harus mengulangi sampai tiga kali pengundangan Mula Acarya, guru-guru dalam silsilah, Adhinatha homa, delapan Yidam utama serta para Dharmapala dan mahluk suci. Menyebut nama mereka, menjapa mantra mereka, membentuk mudra mereka, membayangkan mereka datang menerima persembahan. Kemudian Tantrika terus menerus berdoa dan memohon dengan tulus.

Harus berulang-ulang membayangkan Mula-Acarya dan Adhinatha saat menerima persembahan menyinari diri sendiri (misalnya dalam Santika adalah sinar putih, Paustika sinar kuning, Wasikarana sinar merah, Abhicaruka sinar hitam menyinari pihak lawan.) Diri sendiri bersama Adhinatha bersatu-padu dalam api, memasuki keadaan manunggalnya Tantrika, Adhinatha dan api.

Intisari dan kunci terpenting dari homa------pikiran sangat terpusat. Batin dan jasmani dari Tantrika, serta Adhinatha dan api, ketiganya bersatu-padu.

Hal-Hal yang Wajib Diperhatikan

* Abhiseka homa-----siswa Satyabuddha yang belum memperoleh abhiseka yang dilakukan sendiri oleh Mula Acarya Lien Sheng tidak diperbolehkan melaksanakan homa. (Abhiseka jarak jauh tidak dapat diterapkan dalam sadhana ini.)

* Membuat karma hitam atau kejahatan--------dilarang menggunakan persembahan api homa untuk melakukan kejahatan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

* Tindakan penyerangan----dilarang memanfaatkan persembahan api homa untuk membantu tindakan penyerangan apapun.

* Abhicuraka (penaklukan)------melakukan homa Abhicaruka harus ditimbang masak-masak, harus direnungkan dulu apakah tujuannya benar-benar untuk melindungi sadharma, (bukan untuk membalas dendam pribadi), titik tolaknya adalah pertolongan yang benar-benar penuh kasih sayang dan niat baik, hanya ini yang diperbolehkan. Setelah itu juga wajib melakukan homa Santika untuk pihak lawan.

* Syarat agar terjadi kontak (yoga) dalam homa:

1. Harus mahir dalam tatacaranya, serius dan tahu tatakrama.

2. Berdoa harus dengan hati yang tulus, penuh keyakinan.

3. Tantrika selalu dilindungi oleh delapan jenis naga.

4. Tantrika memiliki daya konsentrasi yang kuat.

5. Tantrika telah mengembangkan mahabodhicitta.

6. Sempurna dalam memenuhi berbagai syarat homa.

7. Peserta penuh dengan keyakinan.

* Penanganan sisa abu homa:

Homa Santika-----abu dituang ke dalam air yang mengalir jauh; juga dapat mengambil sedikit untuk diberikan kepada orang sakit (diminum).

Homa Pautika------ditanam dalam tanah/sawah. Pedagang dapat mengambil sedikit untuk ditaburkan di toko.

Homa Wasikarana-------abu diletakkan di tanah yang tinggi, atau mengambil sedikit untuk dibawa serta setiap saat.

Homa Abhicuraka-------paling baik ditanam di jalan raya, agar diinjak-injak banyak orang.

* Semua homa yang dilakukan untuk membantu orang lain, harus melakukan substitusi (penukaran). Oleh kerena itu Tantrika sendiri harus memiliki kekuatan latihan dan kebajikan yang berlimpah, dan pihak lawan juga harus mengembangkan bodhicitta, ber buat bajik, giat berlatih melakukan nian-fo menjapa mantra; Tantrika juga harus terus menerus berlatih, dengan demikian baru dapat membantu orang lain.

* Umumnya siswa Satyabuddha harus melakukan homa untuk diri sendiri sebanyak 200 kali. Para Acarya Satyabuddha harus melaksanakan homa untuk diri sendiri sebanyak 400 kali.

* Semoga setiap siswa Satyabuddha menerima sendiri abhiseka homa, setiap orang memperaktekkan homa.


API HOMA 3


Tatacara Homa

Tatacara homa aliran Satyabuddha dapat dibagi dua. Pertama, tatacara umum, ditunjukkan kepada siswa yang sudah mendapatkan abhiseka homa dari aliran ini untuk keperluan pribadi. Tatacara yang satunya lagi ditujukan kepada Acarya aliran ini untuk menyelenggarakan upacara homa. Kedua tatacara ini memiliki banyak kesamaan.

Tatacara umum adalah sebagai berikut:

1. Bertepuk tangan, menjentikkan jari.

2. Mantera penyucian.

3. Sima-bandhana

4. Mantera pengundangan (tiga kali).

* Mengundang : Namo Lien Sheng Mahacaryaya (Namo Ken Pen Chuan Cheng Sang Se Lien-Sheng Huo Fo), Namo Yang Mahasuci Mahapadmakumara Putih ( Namo Ta Pai Lien Hua Thong Ce Seng Cun), Namo Sukusumajyotiriswara Bud-dhaya (Namo Hua Kuang Ce Cai Fo), Namo Para Guru Silsilah (Namo Li Tai Chuan Cheng Cu Se) (membentuk mudra, mengucapkan tiga kali).

* Mengundang : Namo Dewaresi Yochi (Namo Wu Ci Yao Ce Ta Seng Si Wang Cin Mu Ta Thien Cun), Namo Delapan Yidam Utama(Namo Pa Ta Pen Cun).

* Mengundang Adhinatha homa (membentuk mudra, mengucapkan tiga kali).

* Mengundang : Namo Acalanatha Widyarajaya (Namo Cong Yang Ta Seng Pu Tong Ming Wang), Namo Ucchusuma Widyarajaya (Namo Hui Ci Cin Kang), Namo Catur Maharajakayika (Namo Se Ta Thien Wang).

* Mengundang para Buddha, Boddhisattva, Dharmapala dan mahluk suci lainnya dari Wihara Wajragarbha (Lei Cang Se) atau cetiya.

* Mengundang para Buddha, Boddhisatva, Dharmapala dan mahluk suci lainnya dari mandala rumah.

* Mengundang Dewa Agni (Api).

*Mengundang para dewa pelindung, Dewa Gunung, Dewa Air, Dewa Tanah (Fu Te Ceng Sen).

5. Mahanamaskara visualisasi (Persujudan Agung).

6. Catur Sarana (Empat Perlindungan).

7. Membuat perisai pelindung diri.

8. Mantra Sataksara (tiga kali) (Manatra Vajrasattva).

9. Menjapa "Mantra Hati Padmakumara" (mantra panjang 49 kali atau 108 kali).

10. Memutar japamala untuk adhisthana (cuan-cu-ming).

11. Memberkati (mengadhisthana)bahan persembahan dengan Wajra dan Wajraghanta. Menjapa Mantra Pemberkatan Bahan Persembahan : "Om Wajra Hasa" (49 kali).

12. Persembahan Mahamandala (Persembahan Agung).

13. Bayangkan Adhinatha dan menjapa mantra hati Adhinatha (membentuk mudra Adhinatha dan menjapa mantra 21 kali).

14. Menyalakan api, masukkan bahan persembahan ke dalam tungku ( teruskan penjapaan mantra hati Adhinatha tak terhitung banyaknya).

* Mengulangi sampai tiga kali pengundangan para mahluk suci, membentuk mudra mereka, menjapa mantra mereka.

* Mengulangi sampai tiga kali visualisasi pemberian persembahan kepada para mahluk suci.

* Mengulangi sampai tiga kali membayangkan Adhinatha dan para mahluk suci menyinari Tantrika.

* Mengulangi sampai tiga kali pengucapan doa. Bayangkan Tantrika, Adhinatha dan api, bersatu-padu tritunggal, karmawarana dilenyapkan, harapan tercapai.

15. Membunyikan Wajraghanta untuk pemberkatan.

16. Membaca Mantra Hati Mula Acarya (mantra pendek 108 kali).

17. Memasuki Samadhi.

18. Menjapa Mantra Hati lainnya.

19. Nian-fo.

20. Mantra Sataksara (3 kali).

21. Parinamana ,berdoa.

22. Mahanamaskara.

23. Mantra Paripurna (Pelengkap).

24. Bertepuk Tangan, menjentikkan jari.

Tatacara Upacara Homa (digunakan oleh Acarya dalam penyelenggaraan upacara homa).

Menyanyikan lagu Pendupaan dan lagu Kesucian Dharmakaya.

1. Bertepuk tangan, menjentikkan jari (membunyikan wajraghanta).

2. Mantra Penyucian.

3. Sima-bandhana, memercikkan air Dharani.

4. Mantra Pengundangan (tiga kali).

* Mengundang : Namo Lien Sheng Mahacarya (Namo Ken Pen Chuan Cheng Sang Se Lien-Sheng Huo Fo), Namo Yang Mahasuci Mahapadmakumara Putih ( Namo Ta Pai Lien Hua Thong Ce Seng Cun), Namo Sukusumajyotiriswara Bud-dhaya (Namo Hua Kuang Ce Cai Fo), Namo Para Guru Silsilah ( Namo Li Tai Chuan Cheng Cu Se). Memohon maha Adhisthana guru silsilah (membentuk mudra Padmakumara, mengucapkan tiga kali).

* Mengundang : Namo Dwaresi Yochi (Namo Wu Ci Yao Ce Ta Seng Si Wang Cin Mu Ta Thien Cun), Namo Delapan Yidam Utama (Namo Pa Ta Pen Cun).

* Mengundang Adhinatha homa (membentuk mudra, mengucapkan tiga kali).

* Mengundang : Namo Acalanatha Widyarajaya (Namo Cong Yang Ta Seng Pu Tong Ming Wang) Namo Ucchusuma Widyarajaya (Namo Hui Ci Cin Kang ). Namo Catur Maharajakayika (Namo Se Ta Thien Wang), semua Dharmapala, para dewanaga pelindung Dharma, serta para dewata.

* Mengundang para Buddha, Boddhisattva, Dharmapala dan mahluk suci lainnya dari Wihara Wajragarbha (Lei Cang Se) atau cetiya.

* Mengundang para Buddha, Boddhisattva, Dharmapala dan mahluk suci lainnya dari Wihara atau citiya disekitar sini.

* Mengundang Dewa Agni (Api).

* Mengundang para dewa pelindung, Dewa Gunung, Dewa Air, Dewa Tanah (Fu Te Ceng Sen).

5. Mahanamaskara visualisasi.

6. Membacakan naskah doa, memberkati daftar nama peserta upacara. ( Membakar naskah doa dan daftar nama peserta upacara.)

7. Menjapa Mantra Catur Sarana.

8. Membuat perisai pelindung diri.

9. Mantra Sataksara (3~7 kali).

10. Menjapa "Mantra Hati Padmakumara" (Mantra panjang 49 kali atau 108 kali).

11. Memutar japamala untuk adhisthana (cuan-cu-ming).

12. Memberkati bahan persembahan dengan Wajra dan Wajraghanta.

13. Persembahan Mahamandala.

14. Bayangakan kehadiran Adhinatha dan menjapa mantra hatin Adhinatha (membentuk mudra Adhinatha, menjapa mantra 49~108 kali).

15. Menyalakan api homa.

16. Memasukkan bahan persembahan ke dalam tungku (umat terus menerus membentuk mudra dan menjapa mantra hati Adhinatha tak terhitung banyaknya).

* Mengulangi sampai tiga kali pengundangan para mahluk suci. (Pemimpin upacara membentuk mudra dan menjapa mantra para mahluk suci).

* Mengulangi sampai tiga kali visualisasi pemberian persembahan kepada Adhinatha dan para mahluk suci.

* Mengulangi sampai tiga kali membayangkan Adhinatha dan para mahluk suci menyinari umat.

* Mengulangi sampai tiga kali pengucapan doa. Bayangkan Tantrika, Adhinatha dan api, bersatu-padu tritunggal, karmawarana dilenyapkan, harapan tercapai.

17. Membunyikan Wajraghanta untuk pemberkatan.

18. Acarya pemimpin upacara memperagakan mudra. (Umat melantunkan Mantra Hati Padmakumara, atau Namo Amitabhabuddhaya atau Namo Awakoliteswaraya.)

19. Memasuki Samadhi, memasuki samadhi Adhinatha, kembali bervisualisasi semua harapan tercapai.

20. Menjapa Mantra Hati lainnya.

21. Nian-fo.

22. Parinamana, berdoa

23. Mantra Sataksara (3~7 kali).

24. Mahanamaskara.

25. Mantra Paripurna.

26. Bertepuk tangan, menjentikkan jari.


API HOMA 2


Peralatan Homa

Menurut peraturan kuno Tantrayana, perlengkapan homa, jenisnya banyak sekali. Santika, Paustika, Wasikarana dan Abhicaruka, peralatanya tidak sama, cara penggunaanyapun masing-masing berbeda.

Aliran Satyabuddha adalah Tantrayana yang paling cocok untuk orang-orang zaman sekarang. Bilal perlengkapan homa Tantrika Satyabuddha dapat sesuai dengan perlengkapan kuno tentu saja baik sekali. Tetapi bila tidak dapat sepenuhnya mengikuti peraturan kuno, harus melakukan penyesuaian, tidak perlu meniru cara kunko secara kaku, disesuaikan agar sebanyak mungkin siswa Satyabuddha dapat memparaktekkannya.

Perlengkapan Homa Tantrika Satyabuddha harus memperhatikan dua prinsip utama:

1. Yang diuatmakan adalah praktis, tidak melenceng dari fungsinya.

2. Elok dan luwes, tidak melupakan keanggunan.

Umumnya, perlengkapan dasar yang dipakai dalam pelaksanaan homa Tantrika Satyabuddha meliputi:

* Meja homa----digunakan sebagai altar homa(paling baik menggunakan bahan anti api).

* Tungku homa----untuk pembakaran bahan persembahan homa(terbuat dari tembaga atau besi cor).

* Wadah homa (mangkuk, piring, nampan)-----digunakan untuk menampung bahan persembahan (terbuat dari tembaga atau produk stainless-steel, atau produk keramik yang tahan terhadap suhu tinggi).

* Sepit homa, cedok(sauk) homa------untuk menjepit atau mencedok bahan persembahan lalu dimasukkan ke dalam tungku (terbuat dari tembaga atau produk stainless-steel).

* Tongkat Wajra----untuk melakukan sima-badhana dengan mengetuk ke-empat penjuru.

* Wajraghanta dan Wajra.

Bahan Persembahan Homa

Cakupan jenis bahan persembahan homa luas sekali. Yang utama adalah kayu homa, madu, susu, minyak nabati, daun the, dupa, serbuh cendhana, parfum, wijen putih, wijen hitam, gula putih, lima jenis padi-padian, kacang aneka warna, berbagai jenis biskuit, aneka kembang dan buah-buahan.

Bahkan semua bahan makanan dan busanapun dapat dijadikan bahan persembahan.

Pakaian----memberi persembahan kepada tubuh Adhinatha.

Makanan-----memberi persembahan kepada mulut Adhinatha.

Urapan Wangi-----memberi persembahan tubuh Adhinatha.

Kembang-----memberi persembahan kepada tangan Adhinatha.

Teh dan minuman ---memberi persembahan pada seputar Adhinatha.

Ini hanya sekedar contoh bahan persembahan yang berbeda-beda.

Pemilihan kayu homa, termasuk hal yang cukup penting. Dalam peraturan kuno, banyak sekali batasan-batasan terhadap kayu homa, cukup ketat. Santika (Si), Paustika (Cen), Wasikarana ( Huai) dan Abhicaruka (Shu), keempat Karman, kayu homa dari setiap jenis Karman ini ditetapkan menggunakan bahan yang tidak sama, tempat penghasilnya tidak sama, warnanya tidak sama dan lain sebagainya.

Misalnya menurut peraturan kuno, Santika harus menggunakan kayu cendana putih, atau kayu yang menghasilkan getah putih yang ditanam di tempat kelahiran orang suci. Paustika menggunakan kayu yang menghasilkan getah kuning yang ditanam di istana kerajaan. Wasikarana menggunakan kayu cendana merah atau kayu yang menghasilkan getah merah. Abhicaruka menggunakan kayu cendana hitam, atau kayu hitam produk pohon yang mati mengering atau yang ditanam di bekas medan perang atau pejagalan.

Kalau mau menuruti peraturan kuno ini, kebanyakan sangat sulit diperoleh.

Dalam menyiapkan kayu homa kita berusaha memenuhi peraturan kuno, tetapi dengan penyesuaian dengan zaman modern, kita menerapkan cara-cara yang memudahkan agar lebih banyak lagi Tantrika Satyabuddha dapat mempraktekkan homa.

Asal menghasilkan getah, teksturnya bersih, tidak bengkok, tidak retak tidak cacat tidak berlubang, tidak lapuk digerogoti ulat, memilki panjang 23 cm (7 chun). Ujung dan pangkal memiliki lebar yang sama. Ketebalan tidak dibatasi.

Dalam Santika, digunakan kayu yang agak putih, dicelupkan dalam susu ( atau madu ) yang berwarna putih.

Dalam Paustika, digunakan kayu yang agak kuning, dicelupkan dalam madu berwarna kuning.

Dalam Wasikarana, digunakan kayu yang agak merah, dicelupkan dalam minyak nabati (atau madu) berwarna merah.

Dalam Abhicaruka, digunakan kayu yang agak hitam, dicelupkan dalam tinta hitam atau cairan anggur berwarna ungu kehitaman.

Yang demikian sudah dianggap sesuai dengan peraturan.

Bahan persembahan yang lain, dalam Santika, Paustika, Wasikarana, dan Abhicaruka, juga dibedakan berdasarkan warna:

Santika¡ªdiutamakan yang berwarna putih. Misalnya wijen putih, biji sawi (mustard) putih, susu putih, kembang putih, madu putih, gula putih, beras putih, kacang berwarna putih, kuaci putih, buah berwarna putih, biskuit/kue yang agak putih dan lain sebagainya. Dalam homa untuk tujuan pengobatan, boleh memberi persembahan obat-obatan.

Paustika----diutamakan yang berwarna kuning. Misalnya kacang berwarna kuning, madu kuning, gula kuning, dupa berwarna kuning, serbuk cendana (berwarna kuning), kembang kuning, biskuit berwarna kuning, gandum, jelai(barli), malt-sugar (maltosa/mai-ya-thang), minyak kacang tanah, roti, buah berwarna kuning dan sebagainya.

Wasikarana---diutamakan yang berwarna merah. Misalnya kacang merah, beras merah, dupa merah, minyak goreng berwarna merah, kembang merah, buah berwarna merah, semua makanan berwarna merah seperti bakso/ronde merah dan sebagainya.

Abhicaruka-----diutamakan yang berwarna hitam. Misalnya kacang hitam, wijen hitam, beras hitam, jus warna ungu kehitaman, dupa hitam, serbuk cendana hitam, kembang warna ungu atau biru, buah berwarna hitam (misalnya pir berwarna hitam, anggur hitam), kembang berduri (misalnya mawar), semua makanan berwarna hitam (misalnya cincau, pasta wijen dan sebagainya).

Pilihan bahan persembahan luas sekali, asal makanan atau barang yang bermakna dapat dipersembahkan.

Waktu sedang membakar homa, semua bahan persembahan, setiap macam harus dibayangkan berubah banyak sekali laksana samudra, memenuhi alam semesta. Bahan persembahan yang dapat terbakar diusahakan semua dimasukkan ke tungku. Setiap bahan bersembahan yang dimasukkan ke tungku, sebelumnya harus divisualisasikan seperti yang telah disinggung terdahulu.

p> Setiap jenis buah-buahan atau roti, setelah divisualisasi, diiris sehelai kemudian dimasukkan ke tungku untuk dibakar.

Semua cairan yang tak dapat terbakar, (misalnya susu, anggur, madu, jus) kecuali untuk celupan kayu homa, semuanya tak boleh dimasukkan ke tungku, untuk mencegah padamnya api homa. Kalau tetap mau ditungkukan, cukup menuangkan sedikit di luar tungku.

Setiap pelaksanaan homa, bahan persembahan yang utama adalah kayu homa, dupa, kembang, pelita, daun the, madu, susu, parfum, buah-buahan, minyak goreng (minyak nabati). Ini merupakan bahan persembahan yang selalu harus ada.

Penataan Altar Homa

Penataan altar (mandala) homa, dibedakan berdasarkan empar jenis Karman yakni Santika, Paustika, Wasikarana dan Abhicaruka, dibeda-bedakan berdasarkan warna dan bentuk.

Berdasarkan warna: Santika menggunakana warna putih, Paustika menggunakan warna kuning, Wasikarana menggunakan warna merah, Abhicaruka menggunakan warna hitam.

Berdasarkan bentuk : Santika berbentuk bulat, Paustika berbentuk persegi, Wasikarana berbentuk setengah lingkaran, Abhicaruka berbentuk segi tiga.

Kalu perlu, untuk sementara boleh menyusun mandala atau tungku dengan batu bata. (Misalnya di luar ruangan, atau saat penyelenggaraan upacara homa). Menata menurut bentuk di dalam atau bentuk di luar semuanya boleh.

Umumnya, meja homa yang berbentuk persegi empat sudah mewakili Paustika, tungku homa yang berbentuk bulat sudah mewakili Santika.

Tepat di depan meja homa, disemayamkan Adhinatha dan Dharmapala, boleh diletakkan lima bahan persembahan atau delapan bahan persembahan. Keempat tiang dari meja homa melambangkan Catur Maharajakayika. Keempat sudut meja homa harus diletakkan persembahan pelita atau lilin. Warna dari semua bahan persembahan serta lilin pelita teratai harus dibedakan berdasarkan Santika, Paustika, Wasikarana dan Abhicaruka.

Bila ingin menyemayamkan Panca Tathagata di mandala, posisinya harus tepat:

Tengah-----Wairocana (putih)

Barat----Amitabha (merah)

Selatan----Ratnasambhawa (hijau)

Timur-----Aksobhya (kuning)

Utara------Amoghasiddhi (hitam)

"Pintu Langit" melambangkan mulut dewa, bahan persembahan diberikan kepada para dewa melalui pintu langit.

Tali Panca-Warna melambangkan sima-bandhana (pembatasan lokasi) dan kesucian, juga untuk membuat mandala tampak anggun dan agung.

Bahan persembahan utama diletakkan di sekeliling tungku homa. Bahan lain berturut-turut mengitarinya. Bila meja homa tidak cukup besar untuk menampung bahan persembahan, boleh menambahkan meja kecil.

Penataan perlengkapan upacara dan bahan persembahan dapat dilihat pada gambar di halaman berikut.

API HOMA 1


Makna dan Kebajikan Homa

Dalam Tantrayana, persembahan api homa menempati posisi yang sangat penting. Baik dalam Tantra Tibet, Tantra Timur maupun dalam Tantra Cina, semuanya sangat penting. Terutama dalam Tantra Timur, homa ditempatkan sebagai suatu metode Dharma yang sangat penting. Harus berlatih lebih dahulu "Yoga Delapan Belas Jalur", kemudian menyelesaikan "Prosedur Penjapaan Garbhakosadhatu" dan "Prosedur Penjapaan Wajradhatu". Terakhir, baru boleh berlatih "Metode Agung Homa". Homa adalah tataran yang cukup tinggi dan terakhir dari keempat Metode Utama Pelatihan Tantra Timur.

Homa merupakan metode utama pencapaian siddhi dalam Tantrayana.

Dalam Tantra Timur, setiap Acarya harus menyelesaikan dulu upacara homa sebanyak 100 kali, 200 kali, bahkan 500 kali, barulah memenuhi syarat sebagai Acarya.
Oleh karena itu homa sangat penting sekali.

Mengapa pelaksanaan homa begitu penting? Karena melakukan homa sama saja dengan melakukan persembahan. Persembahan yang lazim anda berikan hanyalah persembahan kecil. Misalnya memberi persembahan sebuah pisang, mempersembahkan sebuah lilin, menyalakan beberapa batang dupa. Sedangakan untuk melangsungkan sekali upacara homa, identik dengan memberi persembahan selama setahun, bahkan 10 tahun. Dalam hal menambah kesejahteraan dan menambah kearifan, merupakan suatu metode yang sangat efektif.

Buddha Shakyamuni bersabda kepada siswanya: "Persembahan api dapat mengubah nasib, mentransformasikan semua urusan, terutama berdasarkan kekuatan samadhi diri sendiri ditambah dengan bantuan adhisthana dari para dewa."

Saat kita melakukan homa, setiap dewa akan datang membantu persembahan api ini, 12 Dewa, 28 Dewa, 33 Dewa, Dewa Sakra, Dewa Mahabrahma dan lain sebagainya, semuanya mungkin saja datang memberi bantuan dan sokongan. Oleh karena itu, homa merupakan upaya pemunculan fenomena "manunggaling kawula gusti" yang bersandar pada "daya sokongan para dewa serta kekuatan samadhi dari Tantrika", dapat menghasilkan kekuatan siddhi (pencapaian) yang sangat besar.

Api homa juga memiliki makna yang sangat penting:

Api homa melambangkan "kekuatan pikiran". Pikiran manusia memiliki wujud yang sangat mirip dengan api. Ini merupakan rahasia besar.

Api homa melambangkan penerangan, dapat menyingkirkan segala kegelapan dan kebodohan (kegelapan batin).

Api homa melambangkan pembersihan, membakar habis semua kekotoran batin dan rintangan.

Api homa melambangkan kearifan. Api merupakan simbol dari kearifan.

Api homa melambangkan penghormatan kepada dewa, merupakan persembahan yang sangat istimewa, dapat menambah kesejahteraan.

Api homa melambangkan nirwana.

Kebajikan dari api homa besar sekali. Sadhaka Satyabuddha yang melaksanakan homa, dapat memperoleh penerangan dan kesucian, melenyapkan rintangan kegelapan batin, menyingkirkan karma buruk serta kekotoran batin, menambah kesejahteraan, meningkatkan kearifan. Kekuatan pikiran dan daya kemampuan batin diri sendiri pun akan bertambah dan meningkat dengan sendirinya.

Pencapaian pelaksanaan homa dapat dibagi menjadi 3 tingkatan:

Pencapaian superior------bagai sang Maharesi Widyadhara, melesat dan mengembara di angakasa dengan leluasa.

Pencapaian medium-----memperoleh daya kemampuan batin yang besar, dapat menghilangkan wujud, menyembunyikan jejak.

Pencapaian inferior--- menolak bala, menambah kesejahteraan, merukunkan, menaklukan dan sebagainya, memperoleh pencapaian Karman, memenuhi semua permohonan duniawi.

Adhinatha dan Fungsi Homa

Dalam situasi apa harus melaksanakan homa?

Metode homa merupakan metode Karman yang bersifat duniawi. Keempat Karman Utama yakni Santika, Paustika, Wasikarana dan Abhicaruka, semuanya dapat diterapkan dalam homa.

Santika----menolak bala. Menyingkirkan anekan malapetaka, melenyapkan berbagai perselisihan dan penuntutan, mengobati bermacam-macam deraan penyakit, melenyapkan karma buruk, dosa berat, kekotoran, dan rintangan batin.

Paustika---menambah kesejahteraan. Memohon rejeki, memohon harta kekayaan, memohon keberhasilan dalam berdagang, minta rumah dan mobil, minta kenaikan gaji, minta kenaikan pangkat, minta panjang umur, minta kedudukan baik.

Wasikarana---merukunkan. Menyempurnakan semua hubungan antara manusia, meningkatkan hubungan baik antar manusia, membuat agar orang menghormati dan menyayangi Anda, minta jodoh, mohon kerukunan suami istri seta keluarga, memohon disayangi atasan mendapatkan kenaikan karier atau promosi.

Abhicaruka---manaklukan. Menundukkan pihak lawan, mematahkan niat dan pikiran jahat pihak lain membuatnya berpaling kepada kebaikan serta beriman kepada Buddha. Titik tolak dari pelaksanaan sadhana ini adalah cinta kasih.

(Tatacara Empat Karmawan Utama dapat dililhat dalam buku "Penerangan Saat Berkepala Gundul")

Akarsana (mengait) kerapkali digabungkan dengan Wasikarana.

Selain itu sebelum dan sesudah retret harus melaksanakan homa, memohon kelancaran dan keberhasilan retret.

Memohon perlindungan diri---saat memohon para dewa untuk datang melindungi Tantrika, harus melaksanakan homa.

Memohon agar gangguan Mara disingkirkan----bila ada yang sakit ditimbulkan gangguan mahluk halus, karma penyakit datang melanda, kebajikan tidak cukup, Dharmapada tidak hadir, harus melaksanakan homa.

Memohon para dewa melindungi dan menyokong upacara---sebelum dan sesudah upacara, memohon para dewa datang memberkati, harus melaksanakan homa.

Memohon adhisthana silsilah----ingin mendapatkan kontak (yoga) dalam sadhana, memohon daya adhisthana silsilah, mengadhisthana Anda agar berhasil dalam ber sadha-na, harus melaksanakan homa.

Memohon ketentraman dan kedamaian suatu lokasi----homa terbesar dapat menenteramkan pergolakan disuatu lokasi. Misalnya perang antar dua negara. Atau bencana alam dan malapetaka di suatu teritorial.

Memohon peingkatan kekuatan batin----melaksanakan homa dapat meningkatkan kesejahteraan seseorang, dapat meingkatkan kearifan; bila kebajikan (kesejahteraan) dan kearifan bertambah, itu sama saja dengan peningkatan kekuatan batin. Melenyapkan rintangan kegelapan batin, memperoleh cahaya kesucian.

Yang lainnya seperti peringatan para mahluk suci, abhiseka, pendoaan arwah (Chau Tu), pembangunan Vihara, memohon keramahan cuaca dan lain sebagainya, semuanya dapat melaksanakan homa.

Manfaat homa banyak sekali, keberhasilannya pun besar sekali.

Dalam Tantrayana ada ketentuan, setiap homa harus memiliki Adhinatha (mahluk suci yang diutamakan). Masing-masing sekte dalam Tantrayana pun memiliki Adhinatha Homa yang berbeda-beda.

Adhinatha Homa dalam aliran Satyabuddha adalah:

Santika(Si Cai Fa)-----Awalokiteswara sebagai Adhinatha. Karena pertolongannya yang penuh welas asih.

Paustika(Cen Yi Fa)---Jambhala(Dewa Waisrawana) sebagai Adhinatha. Karena kerelaanya untuk membantu dalam hal harta kekayaan.

Wasikarana(Cin Ai Fa)-----Bhagawati Cundi sebagai Adhinatha. Karena antusiasnya dalam hal menganyomi.

Abhicaruka(Siang Fu Fa)---Padmasambhawa atau Acalanatha sebagai Adhinatha. Karena keperkasaan dan kemampuan penaklukannya.

Memohon adhisthana silsilah---Mula-Acar ya (Pamakumara Putih) sebagai Adhinatha. Merupakan sumber/ akar adhisthana, mengadhisthana agar berhasil dalam sadhana.

Memohon kesejahteraan-----Padmakumara Putih sebagai Adhinatha, atau Jambhala sebagai Adhinatha.

Sebelum dan sesudah retret------Acalanatha atau Yamantaka sebagai Adhinatha, atau Catur Maharajakayika(Empat Raja Surgawi) sebagai Adhinatha.

Memohon penyembuhan sakit--------Tathagata Bhaisajyaguru(Buddha Pengobat) sebagai Adhinatha.

Memohon perlindungan diri------Acalanatha Widyaraja atau Catur Maharajakayika atau Yamantaka sebagai Adhinatha.

Memohon panjang umur-----Buddha Amitayus(Buddha Panjang Umur) atau Tara Putih sebagai Adhinatha.

Memohon agar gangguan Mara disingkirkan, penyakit yang ditimbulkan mahluk halus atau penyakit kejiwaan disembuhkan------Acalanatha atau Yamantaka(Pemimpin Dewa) sebagai Adhinatha.

Memohon lindungan dari para dewa---------Catur Maharajakayika sebagai Adhinatha.

Mendoakan para arwah (Chau Tu)---------Bodhisatwa Ksitigarbha atau Buddha Amitabha atau Padmakumara Putih sebagai Adhinatha.

Memohon peningkatan batin-----Mula Acarya( Padmakumara Putih) sebagai Adhinatha.

Selain itu ada "Dua Puluh Satu Tara", misalnya "Tara Penumbuh Kebajikan dan Kearifan", "Tara Penyelamat Bencana Pengurungan", "Tara Penyelamat Bencana Angin", "Tara Penyelamat Bencana Angin", "Tara Penyelamat Bencana Peperangan", "Tara Penyelamat Bencana Air" dan sebagainya, semuanya dapat dipilih sebagai Adhinatha Homa.

Homapun dapat digabungkan dengan Catur Karman Utama Guruyoga, Mengambil Padmakumara Putih sebagai Adhinatha untuk melakukan penolakan bala, peningkatan kesejahteraan, perukunan dan penaklukan, empat urursan.

Dalam homa jenis apapun, selain memberi persembahan kepada Adhinatha dan kerabatnya, juga harus memberi persembahan kepada Krodha (Dharmapala berwajah murka) serta para dewa Pelindung Dharma. Ini penting sekali.