Tuesday, October 28, 2008

EMPAT KEBENARAN ARYA (Cattari Ariya Saccani)


Di Taman Rusa Isipatana, pada bulan Asalha, ketika untuk pertama kalinya Guru Buddha membabarkan Dhamma, dalam Dhammacakkappavattana Sutta; Samyutta Nikaya 56.11 {S 5.420} , Guru Buddha mengajarkan Empat Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani) kepada Lima Bhikkhu Pertama (Panca Vaggiya Bhikkhu).
I
Kebenaran Ariya tentang Dukkha
(Dukkha Ariya Sacca)



Guru Buddha bersabda, �Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Dukkha, yaitu : kelahiran adalah dukkha, usia tua adalah dukkha, penyakit adalah dukkha, kematian adalah dukkha, sedih, ratap tangis, derita (badan), dukacita, putus asa adalah dukkha; berkumpul dengan yang tidak disenangi adalah dukkha, berpisah dari yang dicintai adalah dukkha, tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah dukkha. Singkatnya Lima Kelompok Kemelekatan merupakan dukkha.�

Definisi

Kata �dukkha� yang berasal dari bahasa Pali, sukar sekali untuk diwakilkan secara tepat oleh satu kata dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris karena memiliki makna yang dalam. Secara etimologi berasal dari kata �du� yang berarti sukar dan kata �kha� yang berarti dipikul, ditahan. Jadi kata �du-kha� berarti sesuatu atau beban yang sukar untuk dipikul. Pada umumnya dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, beban.

Tiga Bentuk Dukkha

Dalam Dukkh� Sutta, Y.A Sariputta menjelaskan adanya tiga bentuk dukkha kepada Jambukhadika, � Ada tiga bentuk dari dukkha, sahabatKu, yaitu : dukkha-dukkh�, viparin�ma-dukkh�, sankh�r�-dukkh�. Inilah tiga bentuk dukkha.�

dukkha-dukkh�
adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang alami dan dirasakan tubuh dan bathin, seperti sakit jantung, sakit kepala, perasaan sedih karena berpisah dengan yang dicintai, kegagalan dalam usaha, sebagainya.

viparin�ma-dukkh�
adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang tidak lepas dari adanya perubahan, seperti kondisi perasaan bahagia, yang dirasakan cepat atau lambat akan mengalami perubahan.

sankh�r�-dukkh�
adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang berhubungan dengan Lima Kelompok Kemelekatan (Panca Khanda), seperti perasaan susah karena tidak dapat menikmati makanan enak yang dipicu karena adanya indera pengecap yang merupakan salah satu dari Lima Kelompok Kemelekatan (Panca Khanda).

Dalam Dukkh� Sutta; Samyutta 38.14 {S 4.259}, Y.A Sariputta menjelaskan adanya tiga bentuk dukkha Jambukhadika, adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang alami dan dirasakan tubuh dan bathin, seperti sakit jantung, sakit kepala, perasaan sedih karena berpisah dengan yang dicintai, kegagalan dalam usaha, sebagainya.adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang tidak lepas dari adanya perubahan, seperti kondisi perasaan bahagia, yang dirasakan cepat atau lambat akan mengalami perubahan adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang berhubungan dengan Lima Kelompok Kemelekatan (Panca Khanda), seperti perasaan susah karena tidak dapat menikmati makanan enak yang dipicu karena adanya indera pengecap yang merupakan salah satu dari Lima Kelompok Kemelekatan (Panca Khanda).
II
Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha
(Dukkha Samudaya Ariya Sacca)


Guru Buddha bersabda, �Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha, yaitu : Ketagihan (tanh�) yang menyebabkan tumimbal lahir, disertai dengan hawa nafsu untuk menemukan kesenangan di sana sini, yaitu kamatanh� : ketagihan akan kesenangan indria, bhavatanh� : ketagihan akan penjelmaan, vibhav�tanh� : ketagihan untuk memusnahkan diri.�

Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa sumber dari dukkha atau penderitaan adalah tanh�, yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya. Tanha dapat diibaratkan seperti candu atau opium yang menimbulkan dampak ketagihan bagi yang memakainya terus-menerus, dan semakin lama akan merusak fisik maupun mental si pemakai. Tanha juga dapat diibaratkan seperti air laut yang asin yang jika diminum untuk menghilangkan haus justru rasa haus tersebut semakin bertambah.

Ada tiga bentuk tanh�, yaitu :

1.K�matanh� : adalah ketagihan akan kesenangan indriya, ialah ketagihan akan :
a. bentuk-bentuk (indah)
b. suara-suara (merdu)
c. wangi-wangian
d. rasa-rasa (nikmat)
e. sentuhan-sentuhan (lembut)
f. bentuk-bentuk pikiran

2.Bhavatanh� : adalah ketagihan untuk lahir kembali sebagai manusia yang berdasarkan pada kepercayaan yang mengatakan tentang adanya "atma (roh) yang kekal dan terpisah" (attavada).

3.Vibhavatanh� : adalah ketagihan untuk memusnahkan diri, yang berdasarkan kepercayaan yang mengatakan bahwa setelah manusia meninggal maka berakhirlah segala riwayat tiap-tiap manusia (ucchedav�da).
III
Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha
(Dukkha Nirodha Ariya Sacca)


Guru Buddha bersabda, �Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha, yaitu : terhentinya semua hawa nafsu tanpa sisa, melepaskannya, bebas, terpisah sama sekali dari ketagihan tersebut.�

Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa dukkha bisa dihentikan yaitu dengan cara menyingkirkan tanh� sebagai penyebab dukkha. Ketika tanh� telah disingkirkan, maka kita akan terbebas dari semua penderitaan (bathin). Keadaan ini dinamakan Nibbana.

Dalam Itivuttaka 44; Khuddaka Nikaya, Guru Buddha menjelaskan bahwa terdapat 2 elemen/jenis Nibbana, yaitu :

Sa-upadisesa-Nibbana
Nibbana masih bersisa. Yang dimaksud dengan bersisa di sini adalah masih adanya Lima Khanda. Ketika Petapa Gotama mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha, Beliau dikatakan telah dapat mencapai Sa-upadisesa-Nibbana tetapi masih memiliki Lima Khanda (jasmani, kesadaran, bentuk pikiran, pencerapan dan perasaan). Sa-upadisesa-Nibbana juga dapat dikatakan sebagai kondisi batin (state of mind) yang murni, tenang, dan seimbang.

An-upadisesa-Nibbana
Nibbana tanpa sisa. Setelah meninggal dunia, seorang Arahat akan mencapai anupadisesa-nibbana, ialah Nibbana tanpa sisa atau juga dinamakan Pari-Nibbana, dimana tidak ada lagi Lima Khanda (jasmani, kesadaran, bentuk pikiran, pencerapan dan perasaan), tidak ada lagi sisa-sisa dan sebab-sebab dari suatu bentuk kemunculan. Sang Arahat telah beralih ke dalam keadaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Hal ini dapat diumpamakan dengan padamnya api dari sebuah pelita, kemanakah api itu pergi ? Hanya satu jawaban yang tepat, yaitu �tidak tahu�. Ketika Guru Buddha mangkat/wafat, Beliau dikatakan telah mencapai anupadisesa-nibbana.
IV
Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha
(Dukkha Nirodha Ariya Sacca)



Guru Buddha bersabda, �Sekarang, O, para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Jalan yang menuju terhentinya Dukkha, tiada lain adalah Jalan Suci Berunsur Delapan, yaitu : Pengertian Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, perbuatan Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar, Perhatian Benar, Konsentrasi Benar.�

Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa ada Jalan atau Cara untuk menghentikan dukkha.

Jalan Menuju Terhentinya Dukkha dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :

Kebijaksanaan (Panna)
Pengertian Benar (samm�-ditthi)
Pikiran Benar (samm�-sankappa)

Kemoralan (Sila)
Ucapan Benar (samm�-v�c�)
Perbuatan Benar (samm�-kammanta)
Pencaharian Benar (samm�-ajiva)

Konsentrasi (Sam�dhi)
Daya-upaya Benar (samm�-v�y�ma)
Perhatian Benar (samm�-sati)
Konsentrasi Benar (samm�-sam�dhi)

Demikianlah Empat Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani) yang tidak dapat dipisahkan antara Kebenaran yang satu dengan Kebenaran yang lainnya. Empat Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani) bukanlah ajaran yang bersifat pesimis yang mengajarkan hal-hal yang serba suram dan serba menderita. Dan juga bukan bersifat optimis yang hanya mengajarkan hal-hal yang penuh harapan, tetapi merupakan ajaran yang realitis, ajaran yang berdasarkan analisa yang diambil dari kehidupan di sekitar kita


EHIPASSIKO


Kata ehipassiko berasal dari kata ehipassika yang terdiri dari 3 suku kata yaitu ehi, passa dan ika. Secara harafiah �ehipassika� berarti datang dan lihat. Ehipassikadhamma merupakan sebuah undangan kepada siapa saja untuk datang, melihat serta membuktikan sendiri kebenaran yang ada dalam Dhamma.

Istilah ehipassiko ini tercantum dalam Dhammanussati (Perenungan Terhadap Dhamma) yang berisi tentang sifat-sifat Dhamma.

Guru Buddha mengajarkan untuk menerapkan sikap ehipassiko di dalam menerima ajaranNya. Guru Buddha mengajarkan untuk �datang dan buktikan� ajaranNya, bukan �datang dan percaya�. Ajaran mengenai ehipassiko ini adalah salah satu ajaran yang penting dan yang membedakan ajaran Buddha dengan ajaran lainnya.

Salah satu sikap dari Guru Buddha yang mengajarkan ehipassiko dan memberikan kebebasan berpikir dalam menerima suatu ajaran terdapat dalam perbincangan antara Guru Buddha dengan suku Kalama berikut ini:

"Wahai, suku Kalama. Jangan begitu saja mengikuti tradisi lisan, ajaran turun-temurun, kata orang, koleksi kitab suci, penalaran logis, penalaran lewat kesimpulan, perenungan tentang alasan, penerimaan pandangan setelah mempertimbangkannya, pembicara yang kelihatannya meyakinkan, atau karena kalian berpikir, `Petapa itu adalah guru kami. `Tetapi setelah kalian mengetahui sendiri, `Hal-hal ini adalah bermanfaat, hal-hal ini tidak tercela; hal-hal ini dipuji oleh para bijaksana; hal-hal ini, jika dilaksanakan dan dipraktekkan, menuju kesejahteraan dan kebahagiaan`, maka sudah selayaknya kalian menerimanya.� (Kalama Sutta; Anguttara Nikaya 3.65)

Sikap awal untuk tidak percaya begitu saja dengan mempertanyakan apakah suatu ajaran itu adalah bermanfaat atau tidak, tercela atau tidak tecela; dipuji oleh para bijaksana atau tidak, jika dilaksanakan dan dipraktekkan, menuju kesejahteraan dan kebahagiaan atau tidak, adalah suatu sikap yang akan menepis kepercayaan yang membuta terhadap suatu ajaran. Dengan memiliki sikap ini maka nantinya seseorang diharapkan dapat memiliki keyakinan yang berdasarkan pada kebenaran.

Ajaran ehipassiko yang diajarkan oleh Guru Buddha juga harus diterapkan secara bijaksana. Meskipun ehipassiko berarti �datang dan buktikan� bukanlah berarti selamanya seseorang menjadikan dirinya objek percobaan. Sebagai contoh, ketika seseorang ingin membuktikan bahwa menggunakan narkoba itu merugikan, merusak, bukan berarti orang tersebut harus terlebih dulu menggunakan narkoba tersebut. Sikap ini adalah sikap yang salah dalam menerapkan ajaran ehipassiko. Untuk membuktikan bahwa menggunakan narkoba itu merugikan, merusak, seseorang cukup melihat orang lain yang menjadi korban karena menggunakan narkoba. Melihat dan menyaksikan sendiri orang lain mengalami penderitaan karena penggunaan narkoba, itu pun suatu pengalaman, suatu pembuktian..


Kiamat


Pada suat ketikam bumi kita ini akan hancur lebur dan tidak ada. Tetapi hancur leburnya bumi kita ini atau kiamat bukanlah akhir dari kehidupan kita. Sebab seperti apa yang telah diuraikan di atas, bahwa di alam semesta ini tetap berlangsung pula evolusi terjadinya bumi. Lagipula, bumi kehidupan manusia bukan hanya bumi kita ini saja tetapi ada banyak bumi lain yang terdapat dalam tata surya-tata surya yang tersebar di alam semesta ini.

Kiamat atau hancur leburnya bumi kita ini menurut Anguttara Nikaya, Sattakanipata diakibatkan oleh terjadinya musim kemarau yang lama sekali, selanjutnya dengan terjadinya musim kemarau yang lama ini muncullah matahari yang kjedua, lalu dengan berselangnya suat masa yang lama matahari ketiga muncul, matahari keempat, matahari kelima, matahari keenam, dan akhirnya muncullah matahari ketujuh. Pada waktu matahari yang ketujuh muncul, bumi kita ini terbakar hingga menjadi debu dan lenyap bertebaran di alam semesta.

Menurut ilmu pengetahuan bahwa tiap planet, tata surya, dan galaksi beredar menurut garis orbitnya masing-masing. Tapi kita sadari pula, karena banyaknya tata surya di alam lain, sehingga setelah masa yang lama ada tata surya yang lain lagi yang bersilangan orbitnya dengan tata surya kita. Akhirnya tata surya ketujuh menyilangi garis orbit tata surya kita, sehingga tujuh buah matahari menyinari bumi


Kehidupan Manusia di Alam Semesta


Di kalangan masyarakat dan karena pengaruh pandangan atau ajaran agama-agama lain, banyak orang menganggap bahwa kehidupan manusia di dunia ini sekali saja. Pandangan ini berbeda sekali dengna agama Buddha, karena dalam Digha Nikaya, Brahmajala Sutta, Sang Buddha menerangkan tentang kehidupan menusia yang telah hidup berulang-ulang kali yang diingat berdasarkan kemampuan batin yang dihasilkan oleh meditasi. Sang Buddha mengatakan bahwa:
...ada beberapa petapa dan brahmana yang diseabkan oleh semangat, tekad, kesungguhan dan kewaspadaan bermeditasi, ia akan dapat memusatkan pikirannya, batinnya, menjadi tenang, ia dapat mengingat alam-alam kehidupannya yang lampau pada 1, 2, 3, 4, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 100, 1000, beberpaa ribu atau puluhan ribu kehidupan yang lampau ... 1, 2, 3, 4, 5, 10 kali masa bumi berevolusi (bumi terjadi dan hancur, bumi terjadi kembali dan hancur kembali ... dst) ... 20, 30 sampau 40 kali masa bumi berevolusi ...
Tetapi Tatagatha telah mengetahui dan menyadari hal-hal lain yang lebih jauh dari pada jangkauan pandangan-pandangan mereka tersebut ... 4)

Telah kita ikuti di atas bahwa menurut pandangan Buddhis, kehidupan atau kelahiran manusia bukan baru sekali saja etapi berulang-ulang kali hidup di bumi ini dan juga bumi lain. Perpindahan manusia dari sebuat bumi ke bumi lain disebabkan karena bumi yang dihuninya telah hancur lebur atau kiamat, maka setelah kematiannya di bumi tersebut ia terlahir di alam Abhassara (alam cahaya). Kelahiran di alam Abhassara ini dapat dicapai oleh orang yang melakukan meditasi ketenangan batin (samatha bhavana). Alam Abhassara ini adalah sebuah alam dari 31 alam kehidupan menurut kosmologi alam kehidupan Buddhis.
Manusia pada umumnya telah berulang-ulang kali masuk hidup di 26 alam kehidupan. Kelahiran manusia di salah satu alam tergantung pada amal perbuatannya semasa hidupnya di sebuah alam.

Kejadian Bumi dan Manusia dalam Pandangan Buddhis

 
Terjadinya bumi dan manusia merupakan konsep yang unik pula dalam agama Buddha, khususnya tentang manusia pertama yang muncul di bumi kita ini bukanlah hanya seorang atau dua orang, tentang manusia pertama di bumi kita ini hanya diuraikan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya, Agganna Sutta dan Bharmajala Sutta. Berikut di bawah ini adalah uraian dari Aggana Sutta.
Vasettha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini hancur. Dan ketika hal ini terjadi, umumnya makhluk-makhluk terlahir kembali di Abhassara (alam cahaya), di sana mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup di dalam kemegahan. Mereka hidup demikian dalam masa yang lama sekali.
Pada waktu itu (bumi kita ini) semua terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang atau konstelasi-konstelasi yang nampak, siang maupun malam belum ada, ... laki-laki maupun wanita belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja.
Vasetha, cepat atau lambat, setelah waktu yang lama sekali bagi makhluk-makhluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) dipermukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki warna, bau, dan rasa. Sama seperti dadi dudu atau mentega murni, dmeikianlah warna tanah itu, sama seperti madu tawon murni, demikianlah manis tanah itu. Kemudian, Vasetha, di antara makhluk-makhluk yang memiliki sifat serakah (lolajatiko) berkata: "O, apakah ini?" dan mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu dan nafsu keinginan masuk ke dalam dirinya. Makhluk-makhluk lain mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari-jari ... makhluk-makhluk itu mulai makan sari tanah itu, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah itu dengan tangan mereka. Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh makhluk-makhluk itu lenyap. Dengan lenyapnya cahaya mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak ... siang dan malam ... terjadi. Demikian, Vasetha, sejauh itu bumi terbentuk kembali.
Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi padat, dan terbentuklah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian lagi buruk. Dan karena keadaan ini, mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh yang buruk ... maka sari tanah itupun lenyap...
... ketika sari tanah lenyap ... muncullah tumbuhan dari tanah (bhumipappatiko). Cara tumbuhan seperti cendawan ... Mereka menikmati, mendapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali ... (seperti di atas). Sementara mereka yang bangga akan keindahan diri mereka, mereka menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itupun lenyap. Selanjutnya tumbuhan menjalar (badalata) muncul ... warnanya seperti dadi susu atau mentega murni, manisnya seperti madu tawon murni ....
Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar itu ... maka tubuh mereka menjadi lebih padat; dan perbedaan tubuh mereka menjadi nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh yang buruk ... Sementara mereka bangga akan keindahan bentuk tubuh mereka sehingga menjadi sombong dan congkak; maka tumbuhan menjalar itupun lenyap.
Kemudian, Vasettha, ketika tumbuhan menjalar lenyap ... muncullah tumbuhan padi (sali) yang masak di alam terbuka, tanpa dedak dan seka, harum dan bulir-bulir yang bersih. Pada sore hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan malam, dan keesokan paginya padi itu telah tumbuh dan masak kembali. Bila pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawankya untu kmakan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali, demikian terus menerus padi itu muncul.
Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati padi (masak) dari alam terbuka, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat, dan perbedaan tubuh mereka namoak lebih jelas. Bagi wanita nampak jenis kewanitaanya (itthilinga) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga), kemudian wanita sangat memperhatikan keadaan laki-klaki, dan laki-laki pun sangat memperhatikan keadaan wanita. Karena mereka sangat memperhatikan keadaan diri sati sama lain, maka timbulah nafsu indriya yang membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indriya tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin... 3)
Teciptanya bumi dan alam semesta seperti yang telah diuraikan di atas mungkin agak membingungkan,maka penulis akan berusaha menerangkannya lebih lanjut.
Penjelasan Sang Buddha mengenai terciptanya bumi dan kehidupan adalah dapat dilihat pada Aganna Sutta yang merupakan kitab ke-27 dari Digha Nikaya, yakni yang merangkum khotbah-khotbah panjang dari Sang Buddha.

"Kemudian tibalah waktunya, [O], Vasettha, ketika, cepat atau lambat, pada
suatu masa yang lama, dunia ini berlalu. Dan ketika ini terjadi, makhluk
hidup sebagian besar terlahir di Alam Cahaya (Abhassara), dan di sanalah
mereka tinggal, terbuat dari pikiran, diberi makan oleh kegiuran, bercahaya
sendiri, melayang di udara,
bersambung dalam kejayaan, dan demikianlah mereka bertahan selama waktu yang
lama, periode yang lama dari waktu. Kemudian datanglah saatnya, [O],
Vasettha, cepat atau lambat dunia ini mulai berevolusi kembali. Ketika ini
terjadi, makhluk-makhluk turun dari Alam Abhasara, biasanya melanjutkan
hidupnya sebagai manusia."

Kemudian tibalah waktunya, [O], Vasettha, ketika, cepat atau lambat, pada
suatu masa yang lama, dunia ini berlalu" merujuk pada musnahnya alam semesta
yang lama, dan semuanya terkondesasi menjadi energi, inilah yang dimaksud
dengan Alam Abhassara atau Alam Cahaya, karena cahaya sendiri adalah
manifestasi dari energi. Karena itu jelas sekali Sang Buddha menjelaskan
bahwa pada saat itu mereka tidak memiliki wujud, dan hanya terdiri dari
pikiran. Yang mana pikiran ini menunjukkan kesinambungan energi dari makhluk
hidup, yang sangat sesuai dengan hukum kekekalan energi. Ilmu pengetahuanpun
mengakui bahwa bumi tidak langsung tercipta sekali jadi, yang sangat
mengagumkan adalah Sang Buddha sudah
mengetahui hal ini. Berbeda dengan pandangan-pandangan yang umum diakui 2500
tahun yang lalu, yang mengatakan bahwa dunia ini diciptakan secara langsung
oleh makhluk adikodrati. Proses perkembangan bumi ini jelas sekali
disebutkan Sang Buddha pada kalimat: , [O], Vasettha, cepat atau lambat
dunia ini mulai berevolusi kembali. Pada saat perkembangan terbentuknya
dunia ini, maka makhluk-makhluk pun mulai meneruskan kelahirannya, yang
nampak pada kalimat dari Sutta: "melanjutkan hidupnya sebagai manusia", yang
dimaksud melanjutkan hidupnya sebagai manusia adalah meneruskan kelahirannya
kembali hingga menjadi makhluk yang memiliki wujud fisik lagi. Mengenai
turunnya makhluk dari luar angkasa itu, para ilmuwan tidak menentangnya,
mengingat adanya teori panspermia, yakni kehidupan dibawa dari angkasa luar.
Hal itu telah dibuktikan dengan ditemukannya meteorit dari planet Mars, yang
berisikan spora-spora kehidupan.

Mari kita baca lebih lanjut teks Sutta tersebut:
"Pada waktu itu semuanya merupakan satu dunia yang terdiri dari air, gelap
gulita,. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada
bintang-bintang maupun konstelasi-konstelasi yang kelihatan, siang maupun
malam belum ada, bulan maupun pertengahan bulan belum ada, tahun-tahun
maupun musim-musim belum ada, laki-laki maupun wanita belum ada.
Mahluk-mahluk hanya dikenal sebagai mahluk-mahluk saja. Vasettha, cepat atau
lambat setelah suatu masa yang lama sekali bagi mahluk-mahluk tersebut,
tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti
bentuk-bentuk buih di permukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah
munculnya tanah itu, sama seperti madu lebah murni, demikianlah manisnya
tanah itu."
Sungguh mengagumkan sekali Sang Buddha telah mengatakan bahwa kehidupan
berawal dari air, dengan kalimat: "one world of water", menurut ilmu
pengetahuan air sangatlah penting bagi kehidupan dan kehidupan bermula dari
air. Baru pada tahun 1657, Anthonie van Leeuwenhoek, penemu mikroskop,
menemukan bahwa ada makhluk sangat kecil yang hidup pada air hujan. Juga hal
ini tidaklah bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang mengatakan bahwa bumi
ini dulunya cair. Pada saat bumi baru terbentuk tentu saja masih terjadi
kabut yang terjadi dari pendinginan bumi, oleh karena itu matahari dan
bintang belum nampak, hal ini juga secara luar biasa dinyatakan dalam Sutta
ini. Jelas sekali Sutta ini mengatakan ". No moon nor sun appeared, no
stars were seen, nor constellations". Ini berarti bahwa sebenarnya matahari
dan bintang-bintang sudah ada, namun belum nampak, jadi tidak bertentangan
dengan ilmu pengetahuan yang mengatakan bahwa matahari lebih tua dari bumi,
banyak agama-agama yang timbul saat itu mengatakan bahwa bumi lebih tua dari
matahari, namun inilah yang benar menurut ilmu pengetahuan:
Kutipan dari Buku "Geographica, the complete illustrated world reference."
terbitan Periplus ha10, sebagai berikut: " A little less than 5 billions
years ago, the sun was formed in a cloud of interstellar gas. The infant sun
was surrounded by a cooling disk of gas and dust, the solar nebula, where
knots of material were forming, cooling, breaking, and merging. The larger
objects, called planetisimals, grew by accreting smaller particles, until a
few protoplanets dominated. The protoplanets from the warm inner parts of
disc became small rocky planets. Further out, in a cooler region, where ices
of water, ammonia, and methane could condense, the giant planets formed.
These planets grew in mass more rapidly, forming deep atmospheres would
rocky cores. The giants planets copied the sun's creation disk in miniature
to create the moons."

Di sini jelas bahwa matahari berusia 5 bilyun tahun, dan ada lebih dahulu
sebelum planet2. Lebih jauh pada halaman 20 disebutkan bumi terbentuk
sekitar 4500-5000 juta tahun yang lalu. Ilmu pengetahuan juga sepakat bahwa
kehidupan pada awalnya adalah tidak berjenis kelamin atau aseksual, hal ini
sejalan dengan apa yang disabdakan Sang Buddha, bahwa: "Mahluk-mahluk hanya
dikenal sebagai mahluk-mahluk saja", yakni belum ada pembedaan atas jantan
atau betina, laki-laki atau wanita.
Bagian selanjutnya adalah menggambarkan munculnya tumbuhan bersel satu:
"mahluk-mahluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air.
Sama seperti bentuk-bentuk buih di permukaan nasi susu masak yang mendingin"
Ganggang bersel satu seperti diatoms, desmids dan lain-lain berkembang biak
dengan membelah diri, dari satu menjadi dua, dua menjadi empat hingga
mencapai ribuan.yang membentuk suatu lapisan berwarna coklat keemasan pada
permukaan air, beberapa yang lainnya membentuk lapisan berbunga-bunga atau
berbuih-buih di atas permukaan air, dan memberikan rasa tertentu pada air.
Jadi jelas secara mengagumkan Sutta ajaran Sang Buddha itu memberikan suatu
penggambaran yang akurat mengenai munculnya kehidupan pertama berupa
tumbuhan bersel satu.
Selanjutnya kita baca lagi bagian Sutta berikutnya:
"Kemudian Vasettha, di antara mahluk-mahluk yang memiliki pembawaan sifat
serakah (lolajatiko) berkata, "Oh, apakah ini?" dan mencicipi sari tanah itu
dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, dan
nafsu keinginan masuk ke dalam dirinya. Dan mahluk-mahluk lainnya mengikuti
contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari-jarinya. Dengan
mencicipinya, maka mereka diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk
ke dalam diri mereka. Maka mahluk-mahluk itu mulai makan sari tanah,
memecahkan gumpalan sari-sari tanah itu dengan tangan mereka. Dan dengan
melakukan hal ini, cahaya tubuh mahluk-mahluk itu menjadi lenyap. Dengan
lenyapnya cahaya tubuh mereka, maka matahri, bulan, bintang-bintang dan
konstelasi-konstelasi nampak. Demikian pula dengan siang dan malam, bulan
dan pertengahan bulan, musim-musim dan tahun-tahun pun terjadi. Demikianlah
Vasettha, sejauh itu bumi terbentuk kembali.
Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati sari tanah, memakannya,
hidup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali.
Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi
padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk. Sebagian mahluk memiliki
bentuk yang indah dan sebagian mahluk memiliki bentuk tubuh yang jelek.
Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah
memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh yang jelek, dengan
berfikir: "Kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripada
kita". Sementara mereka bangga akan keindahannya, sehingga menjadi sombong
dan congkak, maka sari tanah itupun lenyap.
Dengan lenyapnya sari tanah itu, mereka berkumpul bersama-sama dan
meratapinya "sayang, lezatnya! sayang lezatnya!". Demikian sekarang ini,
apabila orang menikmati rasa enak, ia akan berkata "Oh, lezatnya! Oh,
lezatnya!" yang sesungguhnya apa yang mereka ucapkan itu hanyalah mengikuti
ucapan masa lampau, tanpa mereka mengetahui makna dari kata-kata tersebut."

Di sini jelas sekali hewan bersel satu menjadi makanan dari makhluk-makhluk
purba lainnya, dan karena makanan itu maka mulai mengalami perubahan alias
berevolusi, tubuh fisik mulai berkembang. Pada bagian ini Sang Buddha
memasukkan ajaran moral yakni melawan keserakahan serta rasa sombong, jadi
ajaran Buddha bukanlah semata-mata ajaran ilmiah belaka, melainkan juga
ajaran moral. Mengingat menurut Agama Buddha, tubuh fisik ini juga
ditentukan oleh pikiran. Saat itu bumi beserta atmosfernya mulai cukup
stabil dan dingin sehingga sangat membantu bagi perkembangan makhluk hidup
berikutnya, maka saat itu matahari dan benda-benda langit lainnya mulai
tampak.
Sutta berikutnya kita baca lagi:
"Kemudian, Vasettha, ketika sari tanah lenyap bagi mahluk-mahluk itu,
muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah (bhumi-pappatiko). Cara tumbuhnya
adalah seperti tumbuhnya cendawan. Tumbuhan ini memiliki warna, rasa, dan
bau, sama seperti dadih susu atau mentega murni, demikianlah warna tumbuhan
itu, sama seperti madu lebah murni, demikianlah manisnya tumbuhan itu.
Kemudian mahluk-mahluk itu mulai makan tumbuh-tumbuhan yang muncul dari
tanah itu. Mereka menikmati, mendapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang
muncul dari tanah tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang
lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh
mereka menjadi lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih
jelas. Sebagian mehluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian mahluk
memiliki bentuk tubuh yang jelek. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang
memiliki bentuk tubuh yang indah memeandang randah mereka yang memiliki
bentuk tubuh yang jelek, dengan berfikir, "Kita lebih indah daripada mereka,
mereka lebih buruk daripada kita." Sementara
mereka bangga akan keindahannya, sehingga menjadi sombong dan congkak, maka
tumbuhan yang muncul dari tanah itupun
lenyap. Selanjutnya tumbuhan menjalar (baladata) muncul, dan cara tumbuhnya
adalah seperti bambu. Tumbuhan ini memiliki warna, bau, dan rasa, sama
seperti dadih susu atau mentega murni, demikianlah warnanya tumbuhan itu,
sama seperti madu lebah murni, demikanlah manisnya tumbuhan itu."
Sesuai dengan ilmu pengetahuan, tumbuhan mulai berkembang di darat dan makin
kompleks, seperti misalnya jamur, yang dalam
Bahasa Pali disebut: Ahicchanttako, bagian juga menggambarkan evolusi
terpisah antara dua kingdom dalam ilmu biologi, yakni kingdom plantaria
(tumbuhan) dan animalia (hewan). Pada ayat di atas kita juga dapat
mengetahui bahwa jumlah makhluk
hidup makin beraneka ragam: ", maka tubuh mereka menjadi lebih padat, dan
perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas". Ada makhluk yang
bentuknya indah dan ada yang buruk. Juga para makhluk hidup makin tergantung
dengan makanan mereka. Hal ini juga sejalan dengan ilmu pengetahuan, yakni
Burung Finch Darwin, yang mana bentuk paruhnya ditentukan oleh jenis
makanannya. Lalu tumbuhan juga berkembang makin kompleks dengan munculnya
tumbuhan menjalar, ini menggambarkan keadaan jaman Prekambrium dan Kambrium.

Teks Sutta berikutnya:
Kemudian, Vaettha, mahluk-mahluk itu mulai makan tumbuhan menjalar tersebut.
Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar
tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali.
Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi
lebih padat, dan perbedaan bentuk
tubuh mereka nampak lebih jelas. Sebagian mahluk memiliki bentuk tubuh yang
indah dan sebagian mahluk memiliki bentuk tubuh yang jelek. Dan karena
keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah, memandang
rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh yang jelek, dengan berfikir, "Kita
lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripada kita". Sementara
mereka bangga akan keindahannya, sehingga menjadi sombong dan congkak, maka
tumbuhan menjalar itupun lenyap. Dengan lenyapnya tumbuhan menjalar itu,
mereka berkumpul bersama-sama dan meratapinya "kasihan kita, milik kita
hilang!".
Demikian pula sekarang ini, bilamana orang-orang ditanya apa yang
menyusahkannya, mereka menjawab, "Kasihanilah kita!
Apa yang kita miliki telah hilang" yang sesungguhnya apa yang mereka ucapkan
itu hanyalah mengikuti ucapan pada masa
lampau, tanpa mengetahui makna daripada kata-kata itu. Kemudian, Vasettha,
ketika tumbuhan menjalar lenyap
bagi mahluk- mahluk itu, muncullah tumbuhan padi (sali) yang masak dalam
alam terbuka (akattha pako), tanpa dedak dan sekam, harum, dengan
bulir-bulir yang bersih. Bilamana pada sore hari mereka mengumpulkan dan
membawanya untuk makan malam, maka keesokan paginya padi itu telah tumbuh
dan masak kembali. Bilamana pada pagi hari mereka mengumpulkan
dan membawanya untuk makan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah
tumbuh dan masak kembali, demikian terus menerus padi itu muncul. Vasettha,
selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati padi dari alam terbuka, mendapatkan
makanan dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, dan hal ini berlangsung
demikian dalam masa yang lama
sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka
tubuh mereka tumbuh lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak
lebih jelas. Bagi wanita nampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan bagi
laki-laki nampak jelas
kelaki-lakiannya (purisalinga). Kemudian wanita sangat memperhatikan tentang
keadaan laki-laki, dan laki-laki pun sangat memperhatikan tentang keadaaan
wanita. Karena mereka saling memperhatikan keadaan diri satu sama
lain terlalu banyak, maka timbullah nafsu indria yang membakar tubuh mereka.
Dan sebagai akibat adanya nafsu indria
tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin (methuna).
Dari ayat di atas kita mengetahui adalah bahwa fase selanjutnya munculnya
tumbuhan-tumbuhan berbiji yang dikatakan sebagai: tumbuhan padi-padian pada
Sutta di atas, juga makhluk mulai dibedakan atas jantan dan betina. Pada
periode evolusi ini, makhluk hidup mulai mengembangkan DNAnya, serta dengan
bantuan lingkungannya, yakni air, panas dan lain sebagainya untuk membentuk
sel-sel baru. Juga ada ajaran moral mengenai kecongkakan dan hawa nafsu.

Demikianlah makhluk-makhluk tersebut akhirnya berkembang menjadi manusia.

Kesimpulan:
Dari sini jelas sekali kesesuaian dengan ilmu pengetahuan:
a. Makhluk hidup timbul melalui suatu proses perkembangan yang panjang.
b. Makhluk hidup berkembang dari kehidupan yang paling sederhana ke yang
paling kompleks.



Alam Semesta menurut pandangan Buddhis

Menurut pandangan Buddhis, alam semesta ini luas sekali. Dalam alam semesta terdapat banyak tata surya yang jumlahnya tidak dapat dihitung. Hal ini diterangkan oleh Sang Buddha sebagai jawaban atas pertanyaan bhikkhu Ananda dalam Anguttara Nikaya sebagai berikut:
Ananda, apakah kau pernah mendengar mengenai seribu Culanika Loka dhatu (tata surya kecil) ? ... Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di angkasa, sejauh itu pula luar seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu Sineru, seribu Jambudipa, seribu Aparayojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavidehana ... inilah, Ananda yang dinamakan seribu tata surya kecil (sahassi culakina lokadhatu)
Ananda, seribu kali sahassi culanika lokadhatu dinamakan "Dvisahassi majjhimanika lokadhatu". Ananda, seribu Dvisahassi majjhimanika lokadhatu dinamakan "Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu"
Ananda, bilamana Sang Tathagata mau, maka ia dapat memperdengarkan suaranya sampai terdengar di tisahassi mahasahassi lokadhatu, ataupun melebihi itu lagi. 2)

Sesuai dengan kutipan di atas dalam sebuah Dvisahassi Majjhimanika Lokadhatu terdapat 1000x1000=1000000 tata surya. Sedangkan dalam Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu terdapat 1000000x1000=1000000000 tata surya. Alam semesta bukan hanya terbatas pada satu milyard tata surya saja, tetapi masih melampaui lagi.


Tuesday, September 9, 2008

MAHAPITAKA (TRIPITAKA MAHAYANA)

Vinaya Pitaka

A. Vinaya Sarvastivada

1. Sarvastivada: she tung li, 61 cian, diterjemahkan oleh Punyatara (604-606 M)
2. Dharmagupta: se fen li, 60 cian, diterjemahkan oleh Buddhayasa (405 M)
3. Mahasanghika: ta seng ce li, 40 cian, diterjemahkan oleh Buddhabhadra (405 M)
4. Mahisasaka: wu pu li, 30 cian, diterjemahkan oleh Buddhajiva (423 M)



B. MAHAPITAKA (TRIPITAKA MAHAYANA)


I. Vinaya Pitaka

A. Vinaya Sarvastivada

1. Sarvastivada: she tung li, 61 cian, diterjemahkan oleh Punyatara (604-606 M)
2. Dharmagupta: se fen li, 60 cian, diterjemahkan oleh Buddhayasa (405 M)
3. Mahasanghika: ta seng ce li, 40 cian, diterjemahkan oleh Buddhabhadra (405 M)
4. Mahisasaka: wu pu li, 30 cian, diterjemahkan oleh Buddhajiva (423 M)

B. Vinaya Mahayana

1. Brahmajala Sutra: fan wang cing, diterjemahkan oleh Kumarajiva (401-409 M). Sutra ini memuat Bodhisattva Sila (Pu Sa Cie) yg terdiri dari 58 pasal yaitu Garukapatti (10 pasal) dan Lahukapatti (48 pasal).
2. Upasaka Sila: diterjemahkan oleh Dharmaraksa (414-421 M)
3. Bhiksuni Sanghika Vinaya Pratimoksa Sutra: diterjemahkan oleh I Ching (700-711 M) yg berisi 348 pasal peraturan bagi Bhiksuni yg terdiri dari parajika (8 pasal), sanghavasesa (17 pasal), naihsargika-prayascittika (30 pasal), prayascitta (178 pasal), siksakaraniya (100 pasal) & adhykarana-samadha (7 pasal).

II. Sutra Pitaka

A. Agama Sutra

1. Dirghagama: terdiri dari 30 sutra, diterjemahkan thn 413 M. Sutra dirghagama juga terdapat dalam Digha Nikaya seperti Samannaphala Sutta, Tevijja Sutta, Sigalovada Sutta & Maha Parinibbana Sutta
2. Madhyamagama: terdiri dari 222 sutra, diterjemahkan thn 398 M. Sutra madhyamagama juga terdapat dalam Majjima Nikaya seperti Sabbasava Sutta, Satipatthana Sutta, Ariyapariyessana Sutta,dll
3. Samyuktagama: terdiri dari 50 bagian. Sutra samyuktagama juga terdapat dalam Anguttara Nikaya. Dari 318 sutra, 244 sutra di antaranya terdapat dalam naskah Pali
4. Ekottarikagama: terdiri dari 52 bagian, diterjemahkan thn 384 M

B. Sutra-sutra Mahayana

1. Avatamsaka Sutra (Hua Yen Cing)
2. Maha Ratnakuta Sutra (Ta Pao Ci Cing)
3. Maha Sanghata Sutra (Ta Ci Cing)
4. Maha Prajnaparamita Sutra (Ta Phan Jo Cing)
5. Saddharma Pundarika Sutra (Fa Hua Cing)
6. Maha Parinirvana Sutra (Ta Ch'eng Nie Phan Cing)
7. Vaipulya-mahavyuha Sutra (Ta Cuang Yen Cing)
8. Vimalakirti Nirdesa Sutra (Wei Mo Cing)
9. Suvarnaprabhasa Sutra (Cin Kuang Ming Cui Sen Wang Cing)
10. Surangama Sutra (Leng Yeng Cing/ Ta Fo Ting Shuo Leng Yeng Cing)
11. Lankavatara Sutra (Leng Cia Cing)
12. Sandhi Nirmocana Vyuha Sutra (Cie Sen Mi Cing)
13. Amitabha Sutra (O Mi Tho Cing)
14. Mahavairocanabhi-sambodhi Sutra (Ta Re Ru Lai Cing)
15. Vajrachedika-prajna-paramita Sutra (Cin Kang Cing)
16. Astasahasrika Prajnaparamita Sutra (Pa Chien Sung Phan Jo Cing)
17. Prajnaparamita Hrdaya Sutra (Sin Cing)
18. Sukhavati Vyuha Sutra (Wu Liang Shuo Cing / Fo Shuo A Mi Tho Cing)
19. Amitayur Dhyana Sutra (Kuang Wu Liang Shuo Cing)
20. Lalita Vistara Sutra (P'u Yao Cing)
21. Suvarna Prabhasa Sutra (Cin Kuang Ming Cui Sen Wang Cing)
22. Dasabhumika Sutra (Se' Ti Cing)
23. Mahayana Buddha Pacchimovada Pari Nirvana Sutra (I Chia Yu Cing)
24. Brahmajala Sutra (Fan Wang Cing)
25. Dasa Kausalya Karma Sutra (Se' San Ye Tao Cing)
26. Maha Samnipata Sutra (Ta Chi Cing)
27. Tathagatagarbha Sutra (Ta Fang Teng Ju Lai Tsang Cing)
28. Yogacarabhumi Sutra / Dharmatara Dhayna Sutra (Ta Mo To Lo Ch'an Cing)
29. Bhaishajyaguru Vaiduryaprabha Tathagata Sutra (Yo Shi Liu Li Kuang Ju Lai Pen Yuan Khung Te Cing)
30. Sanmukhi Dharani Sutra (Liu Men To Lo Ni Cing)
31. Sutra Hui Neng atau Sutra Altar (Liu Cu Than Cing)
32. Ksitigarbha Bodhisattva Sutra (Ti Chang Phu Sat Pen Yuan Cing)
33. Bodhisattva Treasury Sutra (Phu Sat Tsang Cing)
34. ….....

III. Abhidharma Pitaka

Abhidharma Sarvastivada

1. Jnana-prasthana
2. Samgitiparyaya
3. Prakaranapada
4. Vijnanakayasya
5. Dhatukaya
6. Dharmaskandha
7. Prajnaptisastra

Kitab2 lainnya:
1. Abhidharma Kosasastra: karya Vasubandu, diterjemahkan oleh Hsuan Chuang (645-663 M)
2. Abhidharma Maha Vaibhasa Sastra: diterjemahkan oleh Hsuan Chuang (645-663 M)
3. Abhidharma Satyasidhi Sastra: disusun oleh Helivarman, diterjemahkan oleh Kumarajiva (401-409 M)

Abhidharma Madhyamika (Nagarjuna & Arya Deva)
1. Madhyamika Karika Sastra
2. Dwidasa Sastra
3. Sata Sastra

Abhidharma Vijnavada (Yogacara) (Asanga)
1. Sapta Dasabhumi Sastra Yoga-caryabhumi
2. Sutralankara Tika
3. Madhyatavibhaga Sastra Grantha
4. Vajrachedika Sutra Sastra
5. Yogavibhaga Sastra
6. Mahayanasamparigraha Sastra

Sastra Abhidharma (Vasubandhu)
1. Vidyama-trasiddhi
2. Pancaskandhaka Sastra
3. Vidyama-trasiddhi Tridasa Sastra Karika
4. Karmasiddhaprakarana Sastra
5. Dasabhumika Sastra
6. Gayasirsha Sutra Tika
7. Saddharma Pundarika Sutra Upadesa
8. Trimshika-vijnati-matrarasiddhi

Sastra Abhidharma (Dharmapala)
1. Vijnapti-matratasiddhi

Sastra Abhidharma (Asvaghosa)
1. Mahayana Sradhotpada Satra

Asal Mula Agama Buddha di Indonesia

1.Ditemukan Prasasti dan Ruphang Buddha (Abad ke-4)

Sebuah Prasasti berasal dari abad ke-4 dekat bukit meriam di kedah, sebuah lempengan batu berwarna ditemukan di satu puing rumah bata yang diperkirakan mungkin merupakan kamar bhiksu Buddha. Lempengan batu itu berisi 2 syair Buddhist dalam bahasa Sanskerta ditulis dengan huruf abjad Pallawa tertua.


1.Ditemukan Prasasti dan Ruphang Buddha (Abad ke-4)

Sebuah Prasasti berasal dari abad ke-4 dekat bukit meriam di kedah, sebuah lempengan batu berwarna ditemukan di satu puing rumah bata yang diperkirakan mungkin merupakan kamar bhiksu Buddha. Lempengan batu itu berisi 2 syair Buddhist dalam bahasa Sanskerta ditulis dengan huruf abjad Pallawa tertua.

Tulisan yang kedua dari lempengan batu tersebut berbunyi :

" Karma bertambah banyak karena kurang pengetahuan dharma

Karma menjadi sebab tumimbal lahir

Melalui pengetahuan dharma menjadikan akibat tiada karma

Dengan tiada karma maka tiada tumibal lahir."

Bukti-bukti tertua dikatakan sekitar tahun 400 M., di Kalimantan Timur, dilembah-lembah Sungai Kapuas Mahakam dan Rata, terdapat tanda-tanda lain dari pengaruh India terlihat dalam bentuk patung Buddha dalam gaya Gupta.

Sebelum abad ke-5, di Kedah Sulawesi, Jawa Timur dan Palembang, patung-patung Buddha gaya Amaravati ditemukan (ini dihubungkan dengan tempat-tempat tertua, Amarawati di Sungai Kitsna kira-kira 80 mil dari pantai timur India, adalah negeri aliran besar patung Buddha yang berkembang dari tahun 150 sampai 250 M.), namun adanya negara Buddha di daerah-daerah itu belum ada yang mengetahui tentang kemungkinannya.

Sebuah kerajaan bernama Kan-to-li juga disebut oleh orang-orang tionghoa. Tahun 502 seorang Raja Buddha telah memerintah di sana dan tahun 519 putra raja Vijayavarman mengirim utusan ke Tiongkok. Kerajaan ini diperkirakan berada di Sumatera.

2.Keluarga Syailendra pada zaman Crivijaya (Sriwijaya)

Sekilas asal mula peranan kehidupan Agama Buddha di Indonesia, dimulai pada zaman Crivijaya di pulau Suvarnadvipa (Sumatera) oleh keluarga Syailendra pada abad ke-7. Berapa lama Crivijaya telah ada sebelum itu masih merupakan suatu terkaan. Letak kerajaan Crivijaya di Sumatera Selatan mungkin sekali di Minangatamwan di daerah pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri (sekitar Palembang).

Catatan-catatan berharga berupa prasasti-prasasti bila dikumpulkan menunjukkan adanya kerajaan kerajaan Buddha di Palembang. Prasasti-prasasti itu adalah :

Prasasti yang tertua ialah Prasasti Kedukan Bukit (dekat Palembang) yang dapat dipastikan tahun Caka (=13 April 683) menceritakan perjalanan suci Dapunta Hyang berangkat dari Minangatamwan.

Prasasti yang ke-2 ialah Prasasti Talang Tuo (dekat Palembang) yang memperingati dan pembuatan taman Criksetra (taman umum) didirikan tahun 684 atas perintah Raja Dapunta Hyang Crijayanaca sebagai kebajikan Buddha untuk kemakmuran semua makhluk. Semua harapan dan doa dalam prasasti itu jelas sekali menunjukkan sifat Agama Buddha Mahayana.

Prasasti yang ke-3 didapatkan di Telaga Batu tidak berangka tahun. Di Telaga Batu banyak didapatkan batu-batu yang bertuliskan Siddhayatra (=Perjalanan Suci yang berhasil) dan dari Bukit Siguntang di sebelah Barat Palembang ditemukan sebuah arca Buddha dari batu yang besar sekali berasal dari sekitar abad ke-6.

Prasasti ke-4 dari Kotakapur (Bangka) dan yang ke-5 dari Karang Berahi (daerah Jambi hulu), keduanya berangka tahun 686 M.

Gambaran yang paling penting dari kebudayaan zaman Syailendra adalah unsur vitalitas dan potensi Indonesianya. Di dalam kesusasteraan kecenderungan ini terlihat dalam terjemahan Jawa kuno dari karya berbahasa Sansekerta, Amaramala, diterbitkan dengan nama Jitendra tercantum di dalam awal karya ini.

3.I-Tsing dua kali datang ke Crivijaya

I-Tsing (634-713) seorang peziarah Buddha dari negeri Tiongkok yang terkenal dalam perjalanannya ke India pada tahun 671. Dia mengatakan, dia berlayar dari negeri Tiongkok ke Crivijaya dengan kapal saudagar Persia. Pelayaran selanjutnya ke India dengan kapal Raja Crivijaya. Di Crivijaya sebelum pergi ke India ia belajar bahasa Sansekerta selama 6 bulan. Ini membuktikan betapa pentingnya Crivijaya sebagai pusat untuk mempelajari Agama Buddha Mahayana pada waktu itu. Ia mengatakan di Crivijaya ada lebih dari 1000 biksu, aturan dan tata upacara mereka sama dengan di India demikian juga Agama Buddha Mahayana yang ada di negeri Tiongkok.

Tahun 685 I-Tsing setelah belajar selama 10 tahun di Universitas Buddha Nalanda di Benggala, ia kembali ke Crivijaya dan tinggal di sana sekitar 4 tahun untuk menterjemahkan teks Agama Buddha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Mandarin. Ia juga mencatat Vinaya dari Sekte Sarvastivada. Tahun 689 karena keperluan mendesak akan alat-alat tulis dan pembantu, ia pulang ke Canton Selatan, kemudian ia kembali ke Crivijaya dengan 4 orang teman dan tinggal di sana untuk merampungkan memoirnya tentang Agama Buddha pada masanya. Memoir ini diselesaikan dan dikirim ke Tiongkok tahun 692, dan tahun 695 ia kembali ke Tiongkok. Bersamaan waktu dengan I-Tsing juga teman-temannya dari Tiongkok sebanyak 41 bhiksu yang mahasiswa datang belajar Agama Buddha Mahayana di Crivijaya.

Adalah sangat disayangkan bahwa tidak terdapat peninggalan buku-buku Agama Buddha Mahayana dari Zaman Crivijaya sebagai pusat pendidikan Agama Buddha yang bernilai internasional pada masa itu.

4.Atisa (982-1054) di Crivijaya

Karena Crivijaya menjadi pusat pendidikan Agama Buddha yang bernilai Internasional, banyak para pandita dari India juga datang ke Crivijaya untuk belajar Buddha Dharma juga disiplin ilmu lainnya, dimana Atisa, seorang bangsawan dari Benggala lahir tahun 982, datang ke Crivijaya untuk belajar filosofi dan logika Agama Buddha Mahayana selama 12 tahun di sini (1011-1023). Atisa berguru kepada Dharmakirti, pendeta tertinggi di Suvarnadvipa yang tergolong ahli terbesar pada zaman itu. Raja Dharmapala yang memerintah pada waktu itu memberikan sebuah Kitab Suci Agama Buddha kepada Atisa.

Setelah Atisa kembali ke India, dia ditunjuk sebagai Kepala di Vikramasila atau Nalanda. Bahkan UNESCO dalam usaha pemugaran kembali monumen Borobudur di Indonesia bersamaan waktu dengan peringatan 1000 tahun kelahiran Atisa. Riwayat hidup Atisa di Tibet menyebut Sumatera sebagai pusat terbesar pada masa itu. Tahun 1042 Atisa tiba di Tibet dan tinggal di sana sampai dengan beliau meninggal di Nye-Thang tahun 1054.

5.Keturunan Syailendra di Jawa

Penting untuk diketahui dalam gerakan penyebaran Agama Buddha Mahayana di seluruh Asia Tenggara, peranan apa yang dimainkan Crivijaya sebagai salah satu faktor yang menentukan pada pertengahan abad ke-8. Ini bersamaan waktu dengan naiknya dinasti Pala di Benggala dan Magadha, dan telah dikaitkan pada pengaruh Nalanda. Penyebarannya juga bersamaan dengan munculnya di Jawa dinasti Buddha Syailendra yang memakai gelar kerajaan Maharaja.

Pada tahun 775, ketika batu ligor ditemukan di Wat Semamuang. Batu Ligor itu mempunyai 2 muka, keduanya berisikan tulisan. Muka A berisi 10 syair Sansekerta yang memperingati pendirian tempat suci Agama Buddha Mahayana ileh Raja Crivijaya dan memakai tahun Caka yang sama dengan 15 April 775, ini menunjukkan perluasan kerajaan Crivijaya dan juga Agama Buddha Mahayana ke Semenanjung Melayu. Muka B Batu Ligor itu berisi tulisan yang belum selesai sebagai merayakan kemenangan seorang Raja bergelar Sri Maharaja, karena beliau dari keluarga Syailendra. Coedes dan Krom berkesimpulan menyebutkan bahwa Crivijaya juga memerintah di Jawa Tengah pada tahun yang sama yaitu tahun 775.

Bahwa kenyataannya keluarga Syailendra memerintah Crivijaya pada pertengahan abad ke-9 terlihat di dalam sebuah maklumat yang dikeluarkan oleh seorang Raja Pala dari Benggala sekitar tahun 850, maklumat itu menyatakan penyerahan lima buah desa untuk sebuah Vihara yang dibangun di Nalanda oleh Bhalaputradewa, yang menyebutkan raja Sumatera dan keturunan Syailendra di Jawa. Dikatakan beliau adalah seorang putra dari seorang raja yang bergelar Samaragriwa (artinya sama dengan Samnaratungga), 'Pahlawan Terkemuka di Perlagaan', dan cucu Syailendra, raja Jawa dan 'Pahlawan Pembunuh Musuh'. Gambaran ini umumnya diterima bahwa gelar Samaragriwa mungkin nama lain bagi Samaratungga yang disebut dalam prasasti Kedu tahun 847 dan mungkin juga dapat disamakan dengan salah seorang raja yang terdapat dalam daftar pada prasasti Balitung tahun 907. Kakek yang disebutkan dalam maklumat itu diperkirakan adalah Pancapana Panangkaran yang terdapat dalam prasasti Kalasan tahun 778.

6.Kerajaan Kuno Mataram

Prasasti Sansekerta tahun 732 di tempat suci Siva di Canggal di tenggara Borobudur. Prasasti ini menyebutkan seorang raja Sanjaya mendirikan sebuah lingga di Kunjarakunya di pulau Jawa. Kunjarakunya itu adalah nama tempat Sanjaya mendirikan tempat suci. Kini kerajaan kuno Mataram ada di Jawa Tengah dan Sanjaya sebagai rajanya sekarang disimpulan sebagai Maharaja itu adalah Syailendra. Sanjaya adalah penganut Siva, raja dari kerajaan kuno Mataram itu juga muncul dalam prasasti-prasasti berikutnya yang ditemukan oleh Stuttherheim di Kedu - Jawa Tengah. Catatan berharga itu bertahun 907 dan berisi daftar para penggantinya yang memerintah di kemudian hari, Maharaja Balitung, yang dimulai dengan Sanjaya. 8 Raja berikutnya semua memakai gelar Sri Maharaja. Hubungan antara Sanjaya dan Pancapana Panangkaran hanyalah dalam urusan ini. Sanjaya digantikan oleh Pancapana Panangkaran yang memerintah pada tahun 778 digambarkan sebagai seorang Syailendra pada prasasti Kalasan ditulis dalam huruf pra-nagari dalam bahasa Sansekerta tahun 778. Pada tahun yang sama, 778, didirikan Candi Kalasan oleh Pancapana Panangkaran sebagai tempat suci bagi Dewi Tara dalam agama Buddha Mahayana yang telah bercampur dengan Tantrayana.

Jelaslah sudah bahwa pengganti Sanjaya (beragama Hindu) adalah beragama Buddha Mahayana. Menilik candi-candi dari abad ke-8 dan ke-9 yang ada di Jawa Tengah Utara bersifat Hindu, sedangkan yang ada di Jawa Tengah Selatan bersifat Buddha. Jadi daerah kekuasaan Sanjaya adalah bagian Utara Jawa Tengah dan daerah kekuasaan Syailendra adalah bagian Selatan Jawa Tengah.

Krom berkesimpulan bahwa Samaragriwa Syailendra mengawini seorang putri raja Crivijaya, yang menjadi ibu Bhalaputradewa berarti anak yang lebih muda, dan dia berpendapat bahwa Bhalaputradewa adalah raja Syailendra pertama dari Crivijaya. Tetapi beliau tidak memerintah daerah kekuasaan Syailendra di Jawa, dan kedua kerajaan itu tidak pernah disatukan dibawah seorang raja.

Ditemukan lagi prasasti dari Klurak (Prambanan) tahun 782 yang bertuliskan pra-nagari dalam bahasa Sansekerta. Isi prasasti itu ialah mengenai pembuatan arca Bodhisattva Manjucri yang didalamnya mengandung Buddha, Dharma, dan Sangha. Rajanya ialah Indra yang mungkin bergelar Cri Sanggramadananjaya. Raja Indra mendirikan Candi Mendut pada tahun 824. Salah seorang pengganti Indra ialah Samaratungga bergelar Samaragriwa mendirikan candi Borobudur pada tahun 842 (?).

Kira-kira satu Km dari Candi Mendut dan tidak jauh dari Candi Borobudur terdapat candi Pawon yang terletak di tengah-tengah kedua candi tersebut candi Pawon yang terletak di tengah-tengah kedua candi tersebut dalam satu garis sumbu. Candi Pawon jelas adalah candi Buddha, pahatan-pahatan yang terdapat pada candi ini merupakan pendahuluan dan pengawal dari Candi Borobudur.

Samaratungga digantikan oleh adik perempuannya, Pramodawardhani, yang kawin dengan raja keluarga Sanjaya yaitu Rakai Pakitan, pengganti Rakai Garung. Pramodawardhani bergelar Cri Kahulunnan mendirikan bangunan-bangunan suci Buddha. Di Candi Plaosan yang bersifat agama Buddha Mahayana didapatkan tulisan-tulisan pendek antara lain nama Cri Kahulunnan dan Rakai Pikatan, sangat mungkin bahwa Candi Plaosan didirikan atas perintah Pramadawardhani.

Dua buah prasasti dari tahun 842, Cri Kahulunnan meresmikan pemberian tanah dan sawah untuk menjamin berlangsungnya pemeliharaan Kamulan (bangunan suci untuk memuliakan nenek moyang di Bhumisambhara). Kamulan ini tidaklah lain dari Borobudur, yang mungkin sekali didirikan oleh Samaratungga dalam tahun 842. Hal ini dapat disimpulkan dari penyebutan bangunan Kamulan itu secara samar-samar dengan istilah keagamaan dalam prasasti Karang Tengah.

Dari abad ke-8 sampai dengan abad ke-13, kerajaan kuno Mataram merupakan peranan penting bagi raja-raja di Jawa Tengah.

7.Kerajaan Singhasari

Ken Arok, tahun 1222 mendirikan keraton di Kutaraja yang dikenal sebagai Kerajaan Singhasari. Raja Wishnuwardhana tempat suci. Di Candi Mleri beliau dipuja sebagai penjelmaan Siva, sedangkan di Candi Jago sebagai Bodhisattva Amoghapasa. Candi Jago undak-undakannya dan dindingnya penuh dengan relief Kertanegara, raja terakhir Singhasari, pada tahun 1268 telah merampungkan proses penyatuan agama itu dengan pemujaan Siva Buddha. Sebagai seorang yang memiliki pengetahuan rahasia Tantra yang perlu untuk memakmurkan kerajaan, maka menjadi tugasnya memerangi kekuatan roh halus yang gentayangan di dunia. Dalam syair Negarakertagama yang disusun tahun 1365 oleh Empu Prapanca, Kepala Vihara Buddha, Kertanegara digambarkan sebagai orang suci, pertapa, dan bebas dari nafsu.

Kertanegara percaya bahwa untuk menaklukkan kekuatan pemecah dari dalam di Jawa harus memerangi kutukan dan usaha pembagian kerajaan yang dilakukan oleh pertapa Bharada, yang diduga telah melakukan pembagian kerajaan Airlangga. Kemudian Kertanegara mendirikan patungnya sendiri dengan bentuk Aksobhya, yaitu Buddha yang sedang semedi di tempat Bharada tinggal. Sekarang patung itu menghiasi Taman Krusen di Surabaya yang populer disebut patung Joko Dolog, ' Bapak Gendut '. Cabang Buddha Tantrayana yang dikenal bernama Kalachakra, yang telah berkembang di Benggala sampai akhir dinasti Pala, Patung Aksobhya, simbul politik damai Kertanegara bagi Nusantara, tempat penguburan di Candi Jawi.

8.Kerajaan Majapahit (1293-1520)

Puncak kejayaan masa agama Buddha di Indonesia adalah masa kerajaan Majapahit. Raden Wijaya mendirikan keratonnya di Majapahit, tempat markas besarnya di lembah kali Brantas, menjadi pendiri dinasti besar terakhir dalam sejarah jawa.

Prasasti Negarakertagama menyatakan bahwa semua orang Jawa bergembira dengan naik tahtanya Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jayawardhana dan perkawinannya dengan keempat putri Kertanegara.

Prasasti 1035 menunjukkan bahwa perkawinan itu merupakan suatu kesatuan yang misteri dengan daerah-daerah "taklukkan" oleh Kertanegara sebagai hasil pengabdiannya sebagai Buddha Bharava tahun 1275. Keempat putri itu (bukanlah putri Kertanegara menggambarkan : Bali, Melayu, madura, dan Tanjungpura.

Kertanegara mendapatkan Nusantara melalui Yoga, demikian juga Kertarajasa Jayawardhana menciptakan 'anak gadis Kertanegara' dengan upacara Bhairava.

Jelas perkawinan itu tidaklah sekaligus. Nama-nama yang diketahui hanyalah yang pertama dan keempat. Yang pertama disebut Prameswari atau Petak, putri Sumatera yang dibawa ke Jawa oleh ekspedisi Pamalayunya Kertanegara. Beliau menjadi Ibu anak Kertarajasa, Jayanegara, yang menggantikannya tahun 1309. Yang keempat dikatakan istri tersayang raja, adalah putri Cham bernama Gayatri, yang menjadi ibu dari 2 orang putri, yang tertua menggantikan Jayanegara sebagai Ratu Majapahit, tahun 1328. Negarakertagama juga menyebut prasasti-prasasti dari anak-anak Dara Petak dan Gayatri saja. Gayatri telah mengundurkan diri menjadi Bhiksuni dan dengan alasan ini memperlihatkan kerelaan untuk menyerahkan mahkota kepada putrinya tertua bernama Tribhuana.

Pemerintahan Tribhuana yang berlangsung sampai tahun 1350, beliau menyerahkan mahkota kepada putranya, Hayam Wuruk. Tahun 1350 Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih atau Perdana Menteri Majapahit. Sejak saat itu hingga mangkatnya, tahun 1364, dialah raja yang sesungguhnya dari kerajaan itu. Posisi dan pengaruh Gajah Mada (pada masa Hayam Wuruk) yang tidak pernah dipegang sebelumnya oleh menteri-menteri dalam sejarah Jawa.

Ketika Gajah Mada kembali ke Majapahit tahun 1331 setelah memadamkan pemberontakan Kuti di Jawa Timur, beliau bersumpah di hadapan para menterinya bahwa ia tidak akan menikmati Palapa sampai Nusantara disatukan. Kata 'Palapa' menimbulkan banyak dugaan dianatara para sarjana. Berg memecahkan kata itu yang penuh teka-teki, kata itu berarti pelaksanaan pembunuhan nafsu dan dipakai untuk menggambarkan upacara Buddha Bhairava.

Hanya sedikit saja yang diketahui mengenai hubungan Sumatera dengan Majapahit setelah kembalinya ekspedisi Pamalayunya Kertanegara. Tahun 1286, Kertanegara mengirimkan patung Amoghapasha kepada Raja Mauliwarmadewa di Sumatera utnuk persiapan pendirian 'persekutuan suci' guna menentang ancaman dari Mongol.

Raja Mauliwarmadewa mengirimkan dua orang putri ke Majapahit bersama kembalinya armada Pamalayu. Salah seorang diantaranya bernama Dara Petak kawin dengan Kertarajasa Jayawardhana dan menjadi Ibu Jayanegara. Yang satunya lagi bernama Dara Jingga, menurut Stuttherheim kawin dengan salah seorang keluarga keraton dan melahirkan seorang putra dengan menggantikan Mauliwarmadewa melalui upacara 'perkawinan' Bhairava dengan Kertarajasa dan setelah itu kembali ke Melayu, untuk kawin dengan Wismarupakumara, putera dan pengganti Mauliwarmadewa. Jika orang menerima versi cerita ini, maka anak mereka ialah Adityawarman yang di kemudian hari memerintah sebagian besar Sumatera, dan dengan kebajikan perkawinan ganda ibunya dianggap sebagai anak tertua dari ayahnya yang orang Sumatera pada waktu itu dan 'anak' bungsu dari Kertarajasa. Ia dibesarkan di keraton Majapahit dan bertugas sebagai komandan tentara Jawa yang mengalahkan Bali. Tahun 1343, ia mengabdikan di Candi Jago sebuah patung Manjucri.

Akhir dari kerajaan Majapahit juga diliputi kegelapan. Menurut Krom, raja terakhir bernama Peteudra yang naik tahta tahun 1516.

Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit, sebagaimana terdapat dalam buku Negarakertagama dikarang oleh Empu Prapanca dan buku Sutasoma oleh Empu Tantular. Dalam buku Sutasoma istilah Pancasila (bahasa Sansekerta) berarti batu sendi yang kelima, juga berarti pelaksanaan lima kesusilaan (Pancasila Krama), yaitu tidak boleh melakukan (1) kekerasan, (2) mencuri, (3) berjiwa dengki, (4) berbohong, (5) minum minuman keras yang memabukkan.

Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit pada zaman kedua kerajaan itu dapat dijadikan tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia. Sriwijaya dan Majapahit memenuhi persyaratan sebagai bangsa yang mempunyai negara karena berdaulat, bersatu, dan mempunyai wilayah Nusantara, dan bangsa Indonesia telah pernah mengalami masa kehidupan yang gemah-rimah loh-jinawi, tata-tentram, kerta-raharja.

9.Universitas Agama Buddha

Kita telah mengetahui bahwa di Zaman Sriwijaya di Palembang telah ada Universitas Agama Buddha yang bernilai internasional, I-Tsing pernah dua kali ke Palembang, juga 41 bhiksu semuanya mahasiswa datang belajar Agama Buddha Mahayana. Atisa dari Benggala juga datang ke Sriwijaya belajar filsafat dan logika Agama Buddha Mahayana selama 12 tahun.

Di Jawa juga ada pendidikan Agama Buddha. Seorang sarjana dari Tiongkok bernama Hwui Ning pernah belajar disini selama tiga tahun (664-667), mahagurunya bernama Janabhadra.

Perguruan Tinggi Agama Buddha selain di Palembang dan di Jawa, sudah tentu di India. Universitas Nalanda didirikan tahun 414 merupakan nomor satu di dunia pada masa itu yakni di kerajaan Magadha - India, dekat Rajagriha. Terdapat prasasti Nalanda dari sekitar tahun 850, menyebut bahwa seorang 'Maharaja Bhalaputradewa, penguasa Suvarnadvipa' telah memohon bantuan raja Dewapala dari Magadha untuk membangun sebuah asrama di Nalanda. Universitas Buddha di India pada masa itu ada banyak sekali, yaitu Rohita, Wikramapuri, Pitasila, Tamralipti, Ajanta, Chitor, Patala, Gomati, Kotiswara, Nawasangharama, Dwarawati, Rammananagara, Valabhi. Di Srilangka juga ada Universitas Anuradhapura, kekuasaan Sriwijaya juga sampai di Srilangka.

10.Candi-candi Agama Buddha Mahayana

Bekas-bekas peninggalan dari kejayaan dan kemashuran Agama Buddha Mahayana pernah ada di Indonesia ialah candi-candi antara lain : Mendut, Pawon, Borobudur, Sewu, Kalasan, Plaosan, Ngawen, Sari, Sojiwan, Lumbung, semua candi ini terdapat di Jawa Tengah bagian Selatan. Terdapat juga candi Muara Takus di Riau-Sumatera, candi Gunung Tua di Tapanuli Selatan.

10.1.Candi Mendut

Candi Mendut didirikan oleh Raja pertama dari wangsa Syailendra pada tahun 824 M., berdasarkan prasasti Karang Tengah tahun 824 M., bernama Indra dengan gelar Cri Sanggramadananjaya. Candi ini menghadap ke Barat Daya. Mendut (=Venuvana) berarti hutan bambu. Candi Mendut lebih tua daripada Borobudur, dan seringkali dipergunakan untuk upacara agama Buddha. Satu-satunya ruangan di candi ini terdapat satu altar dengan 3 arca. Arca di tengah adalah Buddha Cakyamuni dengan Dharmacakra Mudra, di sebelah kanan arca Bodhisattva Avalokitesvara dengan Buddha Amitabha di mahkotanya, dan di sebelah kiri arca Vajrapani. Jumlah stupa seluruhnya ada 48. Tinggi candi ini 26,4 m. Candi ini ditemukan kembali tahun 1836, tahun 1897-1904 candi ini diperbaiki, dan perbaikan dilanjutkan kembali dalam tahun 1908 oleh Th. Van Erp, dan tahun 1925 sejumlah stupa yang telah diperbaiki dipasang kembali. Pada dinding luar candi terdapat relief Avalokitesvara yang terlihat sangat indah, Maitreya, Vajrapani, Manjucri. Tembok ruang pintu ada relief Kalpataru bidadari, 2 relief yng melukiskan Hariti dan Atawaka (Suaka Peninggaran Sejarah dan Purbakala, Jawa Tengah).

10.2.Candi Pawon

Candi Pawon terletak di tengah-tengah antara jarak 1 km dari candi Mendut dan tidak jauh dari Candi Borobudur. Candi Pawon merupakan pendahuluan dan pengawal dari candi Borobudur, bila dilihat dari pahatan-pahatan pada dinding candi, dinding luar candi dengan gambar simbul. Candi Pawon adalah tempat pemujaan melukiskan tingkatan keduniawian terakhir membuka jalan ke tingkatan di atas duniawi dalam perjalanan Bodhisattva. Yang terakhir ini dilukiskan di Candi Borobudur. Agar mengerti hal-hal yang menjadi kaitan sebenarnya perlu memandang komplek Candi Mendut, Pawon, dan Borobudur sebagai keseluruhan. Candi Mendut, Pawon dan Borobudur terletak dalam satu garis sumbu lurus.

10.3.Candi Borobudur

Candi Borobudur adalah jelas bangunan suci Agama Buddha Mahayana. Dari prasasti tahun 842 Casparis menyimpulkan bahwa nama lengkap monumen itu adalah Bhumisambarabhuddhara, yang berarti 'Gunung Himpunan Kebajikan Pada Sepuluh Tingkatan Bodhisattva'. Sang arsiteknya Gunadharma. Tidak kurang dari 500 buku yang telah ditulis oleh para ahli Indonesia maupun orang asing mengenai candi Borobudur masih belum terdapat kesamaan pendapat yang pasti diantara para ahli itu. Candi Borobudur didirikan tahun berapa tepatnya, oleh siapa, berapa lama digunakan sebagai bangunan suci bagi agama Buddha, kapan mulai menghilang, dan bagaimana menghilangnya, apakah candi ini segaja dikubur ataukah sebab lain. Semua pertanyaan ini msih terus diteliti untuk mendapatkan jawaban yang pasti dengan dukungan bukti-bukti sejarah.

Candi Borobudur terletak di pusat jantung pulau Jawa, Borobudur termasuk dalam daerah kabupaten Magelang (Kedu) Km 41 dari Yogyakarta ke arah utara melalui jalan raya yang menuju Magelang. Candi Borobudur menjulang ke angkasa dengan dikelilingi bukit Menoreh yang membujur dari arah Timur ke Barat dan gunung-gunung berapi yang kokoh kuat: disebelah Timur terdapat gunung Merapi dan Merbabu, di sebelah Barat terdapat gunung Sumbing dan Sindoro, di sebelah Barat Laut terhampar bukit Menoreh, di sebelah Utara (lokasi Magelang) yang dikelilingi oleh gunung Telomoyo dan Unggaran, ini melambangkan kebulatan tekad dalam menyembah Ing Gusti (surat dari Dr. Beda Schramm kepada Mamoque).

Pemilihan lokasi dengan presisi yang esak adalah berkat berhasilnya rasa penyatuan diri logika penalaran dengan alam semesta. Pendekatan epigrafi didalami dari sekian puluh prasasti yang ada. Semua pihak ahli ngotot mencari benang merah jawaban tentang apa, siapa, mengapa, bilamana, dan apabila Borobudur dimunculkan di bumi ini.

Kepastian bahwa Candi Borobudur dibangun pada sekitar abad ke-8. Diperkirakan oleh para ahli bahwa candi ini dibangun selama kurang lebih lima puluh tahun. Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa Borobudur dibangun lebih dahulu dari Kalasan, kalau demikian adalah Pancapana, Raka dari Panangkaran, Syailendra yang pertama, pada tahun 778 oleh Pancapana Panangkaran bersamaan waktu dengan prasasti Kalasan tahun 778. Sedangkan candi Mendut didirkan lebih dahulu dari Candi Borobudur pada tahun 824 oleh Raja Indra. Menurut prasasti Karang Tengah dekat Temanggung dalam tahun 824 beliau juga mendirikan bangunan suci Wenuwana, mungkin sekali Candi Ngawen di sebelah Barat Muntilan.

Salah seorang pengganti Indra ialah Samaratungga yang merampungkan bangunan suci candi Borobudur pada tahun 842. Samaratungga digantikan oleh Pramodawardhani bergelar Cri Kahulunnan yang kawin dengan raja keluarga Sanjaya yaitu Rakai Pikatan, pengganti Rakai Garung. Pramowardhani mendirikan candi Plaosan. Menurut J.G. Casparis berdasarkan prasasti Cri Kahalunnan tahun 842, di dalam prasasti itu disebutkan terdapat kuil bernama Bhumisambhara, menurut dia masih terdapat sebuah kata 'gunung' dibelakang nya, sehingga nama seluruhnya Bhumisambharabhudira. Dari kata inilah akhirnya menjadi nama Borobudur. De Casparis mengajukan penjelasan bahwa ia menduga wafatnya Samaratungga Syailendra pada tahun 832 (?). Bhalaputradewa, anaknya masih anak-anak dan masih terlalu muda untuk naik tahta. Pramodawardhani, putrinya, terlihat dalam bukti tertulis telah kawin dengan keluarga Sanjaya. Suaminya, Rakryan Pikatan, putera Rakryan Patapan, pembuat prasasti tahun 832. 10 tahun kemudian, dalam sebuah prasasti kahulunnan dati tahun 764 Caka atau tahun 842 M menyebut penyerahan sawah-sawah untuk mempertahankan Borobudur, ia (Pramodawardhani) digambarkan sebagai Ratu. Suaminya, mungkin mengganti ayahnya tahun 838.

J.G. Casparis telah menemukan dalam dua prasasti Syailendra, di Plaosan dan Klurak. (D.G.E. Hall, Sejarah Asia Tenggara, penerbit Usaha Nasional, Surabaya, tahun 1988, diterjemahkan oleh Mustopo, hal 45-53).

Terdapat prasasti Nalanda dari sekitar tahun 850, yang menyebutkan bahwa seorang Maharaja Bhalaputradewa, penguasa Suvarnadvipa telah memohon bantuan Raja Dewapala dari Magadha untuk membangun sebuah asrama di Nalanda. Pada abad ke-7, nama Syailendra pertama kali muncul dalam prasasti yang ditemukan di desa Sojomerto, dekat Pekalongan (Jawa Tengah). Prasasti ini tidak mencantumkan tahun pembuatannya, namun berdasarkan ilmu tulisan kuno (paleograph) diperkirakan berasal dari abad ke-7. Sekitar abad ke-8, sebagai zaman keemasan dinasti Syailendra di Jawa Tengah. Kerajaan kuno Mataram yang kita kenal mempunyai hubungan sejarah yang erat sekali dengan kerajaan Sriwijaya, sebuah prasasti Kerajaan kuno Mataram ditemukan di desa Canggal (Barat Daya Magelang) yang bertulis tahun 732 M., ditulis dengan huruf Pallawa dan digubah dalam bahasa Sansekerta yang indah sekali. ٭

Mantra Maha Karuna Dharani

Maha Karuna Dharani adalah mantra Sang Avalokitesvara Bodhisattva (Kuan Im Pho Sat), yang disabdakan oleh Sakyamuni Buddha, sebagaimana disebutkan dalam " The Sutra of the Vast, Great, Perfect, Full, Unimpeded, Great Compassion Heart Dhrani of The Thousand-handed, Thousand-eyed Bodhisattva who Regards the World's Sounds" (Tripitaka Mandarin, buku XX) atau "The Dharani Sutra" (diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh the Buddhist Text Translation Society, San Fransisco, 1976).


Dharani atau mantra adalah kumpulan suku kata atau kata gaib/mistik yang mempunyai kekuatan luar biasa. Bila mantra dipergunakan dengan tepat dan benar, tiada hal yang tidak mungkin. Dalam karya terkenal " The Indian Buddhist Iconography" Benoytosh Bhattacharya menulis : "Dengan mengucapkan mantra berulang-ulang, akan timbul kekuatan luar biasa, yang akan mengejutkan seluruh dunia"



Mantra Maha Karuna Dharani

Maha Karuna Dharani adalah mantra Sang Avalokitesvara Bodhisattva (Kuan Im Pho Sat), yang disabdakan oleh Sakyamuni Buddha, sebagaimana disebutkan dalam " The Sutra of the Vast, Great, Perfect, Full, Unimpeded, Great Compassion Heart Dhrani of The Thousand-handed, Thousand-eyed Bodhisattva who Regards the World's Sounds" (Tripitaka Mandarin, buku XX) atau "The Dharani Sutra" (diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh the Buddhist Text Translation Society, San Fransisco, 1976).


Dharani atau mantra adalah kumpulan suku kata atau kata gaib/mistik yang mempunyai kekuatan luar biasa. Bila mantra dipergunakan dengan tepat dan benar, tiada hal yang tidak mungkin. Dalam karya terkenal " The Indian Buddhist Iconography" Benoytosh Bhattacharya menulis : "Dengan mengucapkan mantra berulang-ulang, akan timbul kekuatan luar biasa, yang akan mengejutkan seluruh dunia".


Karunia artinya welas asih, rasa ingin membebaskan orang dari penderitaan. Jadi Maha Karuna Dharani adalah Dharani Maha Welas Asih atau Mantra Maha Welas Asih, artinya mantra yang dapat membebaskan umat dari semua penderitaan dan kesusahan serta memberikan kebahagiaan.


Dalam "The Dharani Sutra" disabdakan bahwa manfaat Maha Karuna Dharani antara lain untuk memperoleh kegembiraan dan kedamaian, kebebasan dari segala penyakit, umur panjang, kemakmuran, penghapusan karma berat, hilangnya halangan dan kesusahan, tumbuhnya dalam semua Dharma murni serta semua pahala dan kebajikan, lenyapnya segala penyakit, pencapaian tujuan.


Kunci terpenting adalah kemurnian hati dan kesujudan si pengucap mantra. Dalam "Mantras, Sacred Words of Powers", mendiang John Blofeld menulis "Mantra luar biasa efektifnya, jika kondisi mental benar-benar dipenuhi". Dalam "Shambala Reviews of Books and Ideas" (September 1976), ia menulis : "Untuk pelaksanaan kegaiban cara Buddhis ini (pengucapan Maha Karuna Dharani), diperlukan standard moral yang agung".


Hal-hal yang diperlukan dalam pengucapan Maha Karuna Dharani adalah :

Fisik
:
Badan bersih, jauhi makanan hewani selama masa pengucapan mantra.

Rohani
:
Hati sujud, tidak tamak, tidak membenci/mendengki/mendendam, menjalankan Pancasila Buddhisme, yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berjinah, tidak berdusta dan tidak minum minuman yang memabukkan.

Alat
:
Dupa wangi, bunga wangi (mawar dan melati) dan air untuk pengobatan.

Tempat
:
Vihara, kuil atau altar di rumah, terutama di hadapan Avalokitesvara Bodhisattva (lebih ideal yang dalam wujud banyak tangan), bila keadaaan tidak memungkinkan, bisa di rumah dengan menghadap ke langit.

Cara
:
Nyalakan tiga batang dupa wangi, berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, nyalakan tiga dupa wangi lagi doa kepada Avalokitesvara Bodhisattva, ucapkan mantra ini minimal 7 kali, atau 14 kali, 21 kali sampai 108 kali, air di altar dimohon untuk diminum, ulangi cara ini tiap hari.



Dalam "The Dharani/Sutra" lengkap dengan penjelasannya oleh Tripitaka Master Hsian Hua, beliau mengatakan "Tiada penyakit yang tidak dapat disembuhkan bila dengan sujud dan menjalankan sila, tiap hari orang mengucapkan mantra ini 108 kali selama 1000 hari tanpa henti".


Dalam "Sutra Dalam Empat Puluh Dua Bagian", Sang Buddha bersabda : "Adalah sulit menjumpai Sutra-Sutra Buddhis" (Bagian 12) dan "Bila orang benar-benar menjumpai Sang Jalan (Kebenaran/Buddha Dharma) masih sulit dalam dirinya timbul keimanan" (Bagian 36). Mengingat sabda tersebut, bila kita sekarang mendapatkan mantra ini, tentunya karena kita mempunyai afinitas (pertalian tumpuan ikatan, affinity) dengan Buddha Dharma, memiliki karma baik dan akar-akar kebajikan (good roots). Karena itu, simpanlah mantra ini sebagai mustika dan ucapkanlah mantra ini sebagi bagian dari puja bakti selama masa nabati (wujud nyata metta karuna kepada semua makhluk / tidak makan makanan bernyawa) serta pergunakanlah untuk menolong diri sendiri dan sesama umat pada waktu dibutuhkan dengan keimanan yang teguh dan semangat kewelas-asihan sesuai dengan nama mantra ini.


Maha Karuna Dharani


1.Namo ratnatrayaya *

2.Namo aryavalokitesvaraya

3.Bodhisattvaya mahasattvaya mahakarunikaya

4.Om Sarva abhayah sunadhasya

5.Namo sukrtvernama aryavalokitesvaragarbha

6.Namo nilakantha mahabhadrasrame

7.Sarvarthasubham ajeyam sarvasattvanamavarga mahadhatu

8.Tadyatha : Om * avaloke lokite karate

9.Hari mahabodhisattva sarva sarva mala mala

10.Mahahrdayam kuru kuru karman

11.Kuruvijayati mahavijayati

12.Dharadhara dharin suraya

13.Chala chala mama bhramara muktir

14.Ehi ehi chinda chinda harsam prachali

15.Basa basam presaya hulu hulu mala

16.hulu hulu hile sara sara siri siri suru suru

17.Bodhiya bodhiya bodhaya bodhaya

18.Maitreya nilakantha dharsinina

19.Payamana svaha. Siddhaya svaha. Maha siddhaya svaha

20.Siddha yogesvaraya svaha. Nilakantha svaha

21.Varahananaya svaha. Simhasiramukhaya svaha

22.Sarvamahasiddhaya svaha. Cakrasiddhaya svaha

23.Padmahastaya svaha. Nilakanthavikaraya svaha

24.Maharsisankaraya svaha

25.Namo Ratnatrayaya

26.Namo Aryavalokitesvaraya svaha
27.Om * Siddhyantu mantra padaya svaha

Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Agama Buddha

KETUHANAN YANG MAHA ESA


Berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa, agama Buddha di Indonesia menyebutnya dengan sebutan Sanghyang Adi Buddha.


Di dalam Kitab Suci Udana VIII – 3, hakekat Tuhan Yang Maha Esa digambarkan sebagai berikut :

“Ketahuilah O para bhikkhu, bahwa ada sesuatu yang tidak menjelma, yang tidak tercipta, yang mutlak, Duhai para bhikkhu, a


Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Agama Buddha

KETUHANAN YANG MAHA ESA


Berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa, agama Buddha di Indonesia menyebutnya dengan sebutan Sanghyang Adi Buddha.


Di dalam Kitab Suci Udana VIII – 3, hakekat Tuhan Yang Maha Esa digambarkan sebagai berikut :

“Ketahuilah O para bhikkhu, bahwa ada sesuatu yang tidak menjelma, yang tidak tercipta, yang mutlak, Duhai para bhikkhu, apabila tidak ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan, yang mutlak, maka tidak akan mungkin kita akan dapat bebas dari kelahiran, dari penjelmaan, pemunculan dari sebab yang lalu”


Di dalam Hukum Kesunyataan tentang Tri-Laksana (skt) / Tilakkhana (Pali) dijelaskan antara lain bahwa semua yang dilahirkan, yang tercipta, dan yang menjelma adalah tidak kekal dan dicengkeram oleh Dukkha. Jika sesuatu “Yang Tidak Tercipta, Yang Tidak Menjelma, dan Yang Mutlak” itulah yang disebut Tuhan Yang Maha Esa, yang kekal dan abadi.


Di dalam kitab suci Saddharma-Pundarika terdapat sutra perihal Makna-makna yang tidak terhingga, dimana Hyang Buddha antara lain membabarkan bahwa “Makna-makna yang tidak terhingga bersumber dari Hukum Tunggal”.


Dengan sabdaNya didalam sutra tersebut, Hyang Buddha ingin mengungkapkan bahwa segala kejadian dan segala-galanya di dalam alam semesta bersumber kepada Yang Maha Esa dan Hyang Buddha menyebutnya sebagai “Hukum Tunggal”.

Vegetarian

Yang dimaksud makanan nabati adalah makanan yang terdiri dari sayur-sayuran, biji-bijian, padi-padian, kacang-kacangan, dan buah-buahan. Makanan nabati sama sekali tidak mengandung unsur-unsur yang berasal dari makhluk hidup, baik berupa daging, lemak/minyak, dan lain-lain.



Dengan makan makanan nabati seseorang bukan saja tidak terlibat secara langsung atau tidak langsung atas pembunuhan makhluk hidup, dan yang menjadi salah satu pantangan umat Buddha, yakni 'tidak membunuh' (sila pertama dari Pancasila Buddhis), melainkan sekaligus wujud pelaksaan ajaran tentang kasih


Vegetarian

Yang dimaksud makanan nabati adalah makanan yang terdiri dari sayur-sayuran, biji-bijian, padi-padian, kacang-kacangan, dan buah-buahan. Makanan nabati sama sekali tidak mengandung unsur-unsur yang berasal dari makhluk hidup, baik berupa daging, lemak/minyak, dan lain-lain.



Dengan makan makanan nabati seseorang bukan saja tidak terlibat secara langsung atau tidak langsung atas pembunuhan makhluk hidup, dan yang menjadi salah satu pantangan umat Buddha, yakni 'tidak membunuh' (sila pertama dari Pancasila Buddhis), melainkan sekaligus wujud pelaksaan ajaran tentang kasih sayang (maitri) dan welas asih (mudita) terhadap semua makhluk hidup. Secara spiritual, seorang vegetaris cenderung mempunyai hati yang suci dan sifat welas asih. Vegetarian sangat membantu perkembangan bathin umat, terlebih lagi bila disertai dengan latihan meditasi.



Makan makanan nabati juga bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Hasil penelitian para ahli mengungkapkan bahwa faktor makanan merupakan faktor utama penyebab timbulnya berbagai penyakit sekaligus faktor terpenting bagi kesehatan tubuh.



Ditinjau dari kemampuan seseorang untuk menjadi vegetaris dan dari tahapan peralihan makanan berdaging ke makanan vegetaris, maka terdapat beberapa jenis vegetarian yang dapat anda pilih, yaitu :

1.Semi Vegetarian, ialah orang yang hanya memakan daging pada waktu menghadiri suatu pesta atau pertemuan.

2.Vegetarian Sebagian (partial Vegetarian), yaitu orang yang tidak memakan daging merah yang berasal dari hewan mamalia seperti lembu, kambing, dan babi, tetapi memakan ikan, ayam, telur dan susu, disamping sayur-mayur, kacang-kacangan, dan makanan nabati lainnya.

3.Lacto Ovo Vegetarian (Latin: Lacto=susu, Ovo = telur), ialah orang yang tidak memakan daging dari semua kenis hewan apapun termasuk tidak memakan daging ikan, tetapi memakan telur, mengkonsumsi susu, dan hasil produksi susu disamping sayur-mayur, kacang-kacangan, dan makanan nabati lainnya. Jenis ini disebut Lactovarian.

4.Lacto Vegetarian, ialah orang yang tidak memakan segala jenis daging hewan, ikan dan telur, tetapi mengkonsumsi susu dan hasil produksi susu, sayur-mayur, kacang-kacangan, dan makanan nabati lainnya. Jenis ini disebut Lactarian.

5.Total Vegetarian (Vegetarian Murni), ialah orang yang sama sekali tidak memakan segala jenis daging hewan, ikan, telur, susu dan hasil produk susu, bahkan tidak memakai produk yang diolah dari tubuh hewan, misalnya apa saja yang terbuat dari kulit hewan. Mereka hanya memakan sayur-mayur, kacang-kacangan, dan makanan nabati lainnya. Jenis ini disebut Fruitarian, karena menurut anggapan mereka hasil nabati adalah buah-buahan bumi.

Membuat Sebuah Acount baru Email

E-Mail (Electronic Mail) sangat penting dewasa ini. Kebutuhan akan komunikasi yang cepat dan mudah serta hambatan jarak juga waktu membuat email semakin diandalkan. Pada dasarnya, email adalah suatu surat yang dikirimkan bukan melalui kantor pos, tetapi melalui suatu jaringan komunikasi yang sangat luas, mencapai seluruh bagian bumi, yaitu internet. Pengiriman paket-paket data dan surat Anda akan dikirim dengan cepat, mudah, dan tidak terpengaruh tempat jasa pengiriman dan orang-orangnya di sana. Luas dan murahnya pengiriman email membuatnya semakin digemari.

Bagaimana semua ini dimungkinkan? Anggaplah cara kerjanya seperti mengirim SMS dengan telepon genggam. Apakah SMS (Short Messages Service) Anda dikirim oleh tukang pos? Tentu saja tidak! SMS Anda dikirim melalui suatu jaringan.



E-Mail (Electronic Mail) sangat penting dewasa ini. Kebutuhan akan komunikasi yang cepat dan mudah serta hambatan jarak juga waktu membuat email semakin diandalkan. Pada dasarnya, email adalah suatu surat yang dikirimkan bukan melalui kantor pos, tetapi melalui suatu jaringan komunikasi yang sangat luas, mencapai seluruh bagian bumi, yaitu internet. Pengiriman paket-paket data dan surat Anda akan dikirim dengan cepat, mudah, dan tidak terpengaruh tempat jasa pengiriman dan orang-orangnya di sana. Luas dan murahnya pengiriman email membuatnya semakin digemari.

Bagaimana semua ini dimungkinkan? Anggaplah cara kerjanya seperti mengirim SMS dengan telepon genggam. Apakah SMS (Short Messages Service) Anda dikirim oleh tukang pos? Tentu saja tidak! SMS Anda dikirim melalui suatu jaringan. Nah, kira-kira seperti itulah internet (jaringan) bekerja. Ini tidak terpengaruh hari libur atau waktu siang dan malam. Banyak situs penyedia alamat email gratis, seperti yahoo. Satu-satunya biaya yang harus Anda bayar adalah biaya internet. Bayangkan betapa murahnya ini jika biaya berinternet hanya Rp 3,000,00 dan waktu pengiriman kurang lebih 15 menit. Berapa besar uang yang harus Anda keluarkan untuk jasa pengiriman surat tanpa terpengaruh waktu, jarak, dan hal lainnya. Jadi, tidak heran mengapa email sangat disukai orang dan hampir semua memilikinya. Minimal orang-orang yang suka memakai dunia web. Bagaimana jika Anda orang baru di dunia web dan ingin memiliki alamat email sendiri sebagai sarana komunikasi? Jangan takut, untuk itulah tulisan ini dibuat.

Saya akan membantu Anda memahami garis besar cara pembuatannya yang sangat mudah. Baiklah, mari kita rangkum langkah-langkahnya:

1. Masuk situs penyedia alamat email gratis Ada banyak situs penyedia alamat email gratis, misalnya yang terkenal adalah yahoo. Maka masuklah melalui browser anda (seperti Internet Exploler, Mozilla Firefox, ataupun Opera) ke “http://www.yahoo.com Jika Anda mempunyai situs web berbayar, maka Anda sebenarnya sudah memiliki alamat email. Anda bisa langsung membuatnya. Namun, kita asumsikan Anda tidak punya, untuk mempermudah pembahasan.

2. Mendaftarkan diri Setelah masuk situs penyedia email gratis, Anda harus mendaftar. Carilah di halaman situs itu link untuk mendaftar akun baru seperti “sign up”. Anda akan dibawa ke halaman registrasi, isikan data pribadi seputar Anda, seperti nama,umur, dan lain-lain. Yang harus diperhatikan adalah username. Username ini yang akan menjadi pembeda alamat anda dengan milik orang lain. Jika username Anda adalah “orangbaru”, maka alamat email Anda di yahoo.com adalah “orangbaru@yahoo.com”. Perhatikan bagian “…@yahoo.com”. Ini adalah bentuk umum sebuah alamat email. Jika penyedia email Anda hotmail.com, maka akan menjadi “orangbaru@hotmail.com”. Jika username yang Anda inginkan sudah dimiliki orang lain, maka Anda harus mencarinya yang lain.

3. Mengecek dan mengirim surat Setelah melakukan proses pendaftaran, Anda akan diberitahu informasi singkat rangkuman registrasi Anda. Sekarang, Anda ingin mengecek dan mengirim surat. Pertama, masuk situs penyedia email Anda. Masukan username dan password Anda untuk login. Selanjutnya Anda akan dibimbing sendiri situs itu, lagipula cukup mudah mengerti navigasi kotak surat Anda. Jangan lupa sebelum keluar dari situs itu dan selesai membuka kotak surat, Anda harus “sign out” terlebih dahulu supaya orang lain tidak salah mempergunakannya

untuk pertanyaan lebih lanjut silahkan kirim langsung ke penulis di
david@davidpramana.com

MENGIRIM FILE/GAMBAR




MENGIRIM FILE/GAMBAR
Dalam melakukan pengiriman e-mail dengan menyertakan file dokumen atau gambar
mirip dengan mengirim e-mail secara umum, Langkah untuk rnengirim email dengan
menyertakan file dokumen atau gambar adalah sebagai berikut:
1. Pastikan telah Login pada Kotak Surat (Inbox) dan file dokumen yang akan dikirim telah
siap dan tersimpan dalam Disk. . ,
2. Klik tombol Compose (Tulis Surat) disisi kiri tampilan Kotak Surat.
3. Isi bagian-bagian berikut Kepada, Perihal, CC (bila perlu), BCC (bila perlu).
4. Kemudian pada sisipan, klik tombol Attach Files sehingga di layar terlihat kotak dialog
berikut:


Tampilan Memilih File yang akan dikirim
5. Klik browse dan tentukan nama file dokumen atau gambar yang akan dikirim, kemudian
klik tombol Open. Pada tampilan sisipan akan terlihat misal: F:\Master
Program\S4020065.JPG.
6. Klik tombol Continue to message untuk kembali ke penulisan email. Setelah itu klik
tombol SEND untuk mengirimkan file dokumen atau gambar tersebut sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan.


MENGIRIM E-MAIL



MENGIRIM E-MAIL
Setelah terdaftar, maka akan dapat berkirim surat atau email. Untuk dapat mengirim
email, harus tahu alamat yang dituju.
Langkah untuk mengirim email dengan cara umum adalah sebagai berikut:
1. Setelah Login, maka klik tombol Compose / Tulis Surat disisi kiri tampilan Kotak surat,
sehingga akan terlihat tampilan sebagai berikut:

Tampilan Pengiriman Surat
2. Isi bagian-bagian berikut:
· Kepada (To) : diisi dengan alamat email tujuan, missal
royyan27@hotmail.com dan dapat juga mengirim
lebih dari satu alamat email yang dipisah dengan
tanda koma (,) misal
royyan27@hotmail.co,telecenter@plasa.com

· Perihal (Subject) : diisi dengan maksud atau tema surat yang dikirim.
· CC (Copy Carbon) : diisi dengan alamat e-mail dari orang yang ingin juga
menerima email yang dikirim. Alamat e-mail ini akan
ditampilkan pada monitor penerima sehingga
penerima tahu siapa saja yang menerima email
tersebut. Kolom ini dapat dikosongkan.
· BCC (Blind Copy Carbon) : diisi dengan alamat e-mail dari orang yang ingin juga
menerima email yang dikirim. Alamat e-mail ini tidak
akan ditampilkan pada monitor penerima sehingga
penerima tidak tahu siapa saja yang menerima email
tersebut. Kolom ini dapat dikosongkan.
· Use my signature : tandai dengan checklist, bila menginginkan tanda
tangan Anda ditampilkan di email.
3. Body Text adalah area/tempat dimana anda dapat menuliskan isi surat.
4. Bila telah selesai mengisi surat dan telah siap dikirimkan, maka klik tombol SEND untuk
melakukan proses pengiriman. Dilayar akan terlihat keterangan Surat anda telah di kirim
yang berfungsi untuk informasi bahwa surat tersebut telah terkirim pada alamat tujuan,
Bila dalam penulisan alamat e-mail tidak sesuai, maka informasi kesalahan akan terlihat
dilayar dan siap untuk mengulangi proses pengiriman e-mail kembali.


Tampilan bila sukses mengirim e-mail



Thursday, September 4, 2008

Metteya dalam The Gospel of Buddha by Paul Carus, 1894

The Blessed One proceeded with a great company of the brethren
to the sala grove of the Mallas, the Upavattana of Kusinara
on the further side of the river Hirannyavati,
and when he had arrived he addressed the venerale Ananda, and said:
"Make ready for me, I pray you, Ananda,
the couch with its head to the north,
between the twin sala trees.
I am weary, Ananda, and wish to lie down." [1]

"Be it so, Lord!" said the venerable Ananda,
and he spread a couch with its head to the north, between the twin sala trees.
And the Blessed One laid himself down,
and he was mindful and self-possessed. [2]



The Blessed One proceeded with a great company of the brethren
to the sala grove of the Mallas, the Upavattana of Kusinara
on the further side of the river Hirannyavati,
and when he had arrived he addressed the venerale Ananda, and said:
"Make ready for me, I pray you, Ananda,
the couch with its head to the north,
between the twin sala trees.
I am weary, Ananda, and wish to lie down." [1]

"Be it so, Lord!" said the venerable Ananda,
and he spread a couch with its head to the north, between the twin sala trees.
And the Blessed One laid himself down,
and he was mindful and self-possessed. [2]

Now, at that time the twin sala trees
were full of bloom with flowers out of season;
and heavenly songs came wafted from the skies,
out of reverence for the successor of the Buddhas of old.
And Ananda was filled with wander that the Blessed One was thus honoured.
But the Blessed One said:
"Not by such events, Ananda,
is the Tathagata rightly honoured, held sacred, or revered.
But the brother or the sister,
the devout man or the devout woman,
who continually fulfils all the greater and lesser duties,
walking according to the precepts,
it is they who rightly honour, hold sacred,
and revere the Tathagata with the worthiest homage.
Therefore, O Ananda, be ye constant
in the fulfilment of the greater and of the lesser duties,
and walk according to the precepts;
thus, Ananda, will ye honour the Master." [3]

Then the venerable Ananda went into the vihara,
and stood leaning against the doorpost, weeping at the thought:
"Alas! I remain still but a learner,
one who has yet to work out his own perfection.
And the Master is about to pass away from me -
he who is so kind!" [4]

Now, the Blessed One called the brethren, and said:
"Where, O brethren, is Ananda?" [5]

And one of the brethren went and called Ananda.
And Ananda came and said to the Blessed One:
"Deep darkness reigned for want of wisdom;
the world of sentient creatures was groping for want of light,
then the Tathagata lit up the lamp of wisdom,
and now it will be extinguished again,
ere he has brought it out." [6]

And the Blessed One said to the venerable Ananda,
as he sat there by his side: [7]

"Enough, Ananda!
Let not thy self be troubled; do not weep!
Have I not already, on former occasions,
told you that it is in the very nature of all things
most near and dear unto us
that we must separate from them and leave them? [8]

"The foolish man conceives the idea of 'self,'
the wise man sees there is no ground
on which to build the idea of 'self,'
thus he has a right conception of the world
and well concludes that all compounds amassed by sorrow
will be dissolved again,
but the truth will remain. [9]

"Why should I preserve this body of flesh,
when the body of the excellent law will endure?
I am resolved;
having accomplished my purpose
and attended to the work set me,
I look for rest! [10]

"For a long time, Ananda,
thou hast been very near to me by thoughts
and acts of such love as never varies
and is beyond all measure.
Thou hast done well, Ananda!
Be earnest in effort
and thou too shalt soon be free from the great evils,
from sensuality, from selfishness, from delusion and from ignorance!" [11]

And Ananda, suppressing his tears, said to the Blessed One:
"Who shall teach us when thou art gone?" [12]

And the Blessed One replied:
"I am not the first Buddha who came upon earth,
nor shall I be the last.
In due time another Buddha will arise in the world,
a Holy One, a supremely enlightened One,
endowed with wisdom in conduct,
auspicious, knowing the universe,
an incomparable leader of men,
a master of angels and mortals.
He will reveal to you the same eternal truths
which I have taught you.
He will preach his religion,
glorious in its origin,
glorious at the climax,
and glorious at the goal,
in the spirit and in the letter.
He will proclaim a religous life,
wholly perfect and pure;
such as I now proclaim." [13]

Ananda said: "How shall we know him?" [14]

The Blessed One said:
"He will be known as Metteyya,
which means 'he whose name is kindness.'" [15]

Metteyya / Maitreya Bodhisattva = Muhammad SAW ???

Beberapa oknum umat Islam berusaha untuk mempropagandakan agamanya melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan kebenaran. Salah satunya berupa menyatakan bahwa dalam agama Buddha terdapat ramalan mengenai Muhammad SAW dimana mereka mengklaim bahwa Maitreya atau Metteyya yang ditunggu oleh umat Buddha sebagai Buddha masa depan tidak lain adalah Muhammad SAW. Seperti di: http://www.al-shia.com/html/id/servi...ama%20Lain.htm


Dalam Sutta Pitaka Dhiga Nikaya Sang Buddha menceritakan, pada zaman dahulu ada seorang maharaja dunia (cakkavatti) yang bernama Dalhanemi, memerintah dengan bijaksana, jujur dan adil. Pada saat itu umur manusia mencapai 80.000 tahun. Demikian pula keturunannya raja Cakkavatti kedua hingga ketujuh.

Namun pada saat pemerintahan raja kedelapan, kebijaksanaannya berkurang sehingga rakyatnya mulai merasakan kemiskinan sehingga terjadi pencurian dan pembunuhan. Sejak itu umur manusia berkurang menjadi 40.000 tahun, lalu 20.000 tahun dan lama kelamaan menjadi 100 tahun seperti sekarang ini.

Kelak akan tiba suatu masa ketika manusia hanya berusia 10 tahun dan umur 5 tahun merupakan usia perkawinan. Pada saat itu makanan seperti dadi susu, mentega, minyak tila, gula dan garam akan lenyap. Mereka akan memakan biji-bijian kurdusa.

Pada saat itu tidak ada lagi perbuatan baik, yang ada hanya kejahatan, mereka akan kawin dengan siapa saja, bagaikan hewan. Mereka membunuh siapa saja termasuk ibu, bapak, atau kakaknya.

Pada saat itu akan muncul pedang selama seminggu. Mereka akan melihat individu lain sebagai binatang liar. Dan pedang tajam akan selalu tersedia ditangan mereka, lalu dengan pedang itu mereka saling membunuh.

Sementara itu ada orang-orang tertentu yang sadar dan menyembunyikan diri ke hutan, gua-gua gunung dan hidup dengan akar-akar dan buah-buahan. Mereka akan melaksanakan hal itu selama seminggu dan pada hari ketujuh mereka keluar dengan selamat.

Sejak itu mereka mulai menanam kebajikan. Sehingga lama kelamaan umur mereka bertambah menjadi 20 tahun, 40, 60, 80 dan akhirnya mencapai batas 80.000 tahun. Pada saat itu akan muncul seorang raja bernama Sankha, yang jujur dan bijaksana. Dan akan muncul seorang Bhagava Arahat SammasamBuddha bernama MAITREYA yang sempurna bagaikan Buddha Gautama.





Beberapa oknum umat Islam berusaha untuk mempropagandakan agamanya melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan kebenaran. Salah satunya berupa menyatakan bahwa dalam agama Buddha terdapat ramalan mengenai Muhammad SAW dimana mereka mengklaim bahwa Maitreya atau Metteyya yang ditunggu oleh umat Buddha sebagai Buddha masa depan tidak lain adalah Muhammad SAW. Seperti di: http://www.al-shia.com/html/id/servi...ama%20Lain.htm

Mari kita meluruskan apa yang tidak lurus, sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman yang akan menimbulkan suatu permasalahan tersendiri ataupun pemutarbalikan fakta. Argumen ini ditujukan untuk membahas mengenai artikel : ”Muhammad SAW Menurut Pandangan Kitab Hindu Budha Dan Kristen”. Argumen kali ini untuk meluruskan pandangan salah mengenai keberadaan Muhammad SAW dalam kitab suci agama Buddha.

Pertama dimanapun di dunia ini, ketika kita bertanya apakah kitab suci agama Buddha ? Maka jawabannya adalah Tipitaka (bahasa Pali) atau Tripitaka (bahasa Sanskerta). Tipitaka itu sendiri merupakan kumpulan sabda-sabda Sang Buddha yang dikumpulkan setelah Sang Buddha wafat (parinibbana). Di sebut Tipitaka karena terdapat 3 (ti/tri) bagian, yaitu Vinaya Pitaka (peraturan para Bhikkhu), Sutta Pitaka (Kotbah panjang dan pendek Sang Buddha), dan Abhidhamma Pitaka (psikologi dan metafisika Buddhis). Dan di dalam Tipitaka terdapat 84.000 pokok ajaran, ratusan bahkan ribuan judul, sehingga dengan demikian Tipitaka tidak berbentuk suatu (satu) buku saja, tetapi ratusan buku.

The Gospel of Buddha, 1894 merupakan karya Paul Carus Ph.d. (banyak orang yang salah menulis nama Paul Carus menjadi Caras). Ia adalah seorang editor Jerman –Amerika. Ia menganggap dirinya "an atheist who loved God." Ia tertarik dengan Buddhisme dan ingin memperkenalkannya kepada dunia Barat sehingga ia mulai merangkum sebagian kecil dari banyak kotbah yang ada dalam Tipitaka.

Jadi perlu digaris bawahi adalah kitab suci agama Buddha adalah Tipitaka bukan The Gospel of Buddha. Dengan demikian pembahasan yang sah mengenai agama Buddha adalah dengan mengacu pada Tipitaka bukan pada Gospel of Buddha karya Paul Carus. Hal ini dikarenakan tidak semua yang ada dalam Tipitaka termuat dalam Gospel of Buddha. Dengan kata lain Gospel of Buddha tidak mengungkapkan keseluruhan fakta yang ada dalam tipitaka.

Sekarang mari kita bahas mengenai artikel ”Muhammad SAW Menurut Pandangan Kitab Hindu Budha Dan Kristen”

Dalam artikel dikatakan bahwa :

.”Dalam tradisi Budha, pemimpinnya sendiri Sidharta Gautama telah meramalkan kedatangan seorang manusia yang diberi wahyu. Dalam Doktrin Budha (The Gospel of Buddha) oleh Caras (hal.217-8) tercantum bahwa Budha agung yang akan datang ke dunia ini dikenal sebagai “Maitreya”. Cakkavatti-Sihanada Suttana memberinya nama “Meteyya”. Kedua kata ini bermakna “pemberi rahmat”. Dengan merujuk kepada sejarah kehidupan Muhammad saw, kentara sekali beliau adalah orang sangat penyayang dan al-Quran juga menyebut-nyebut fakta ini.”

Pertama penulis tidak teliti dengan nama penyusun The Gospel of Buddha dengan menulisnya dengan nama Caras, adalah namanya adalah Paul Carus.

Kemudian, baik dalam The Gospel of Buddha (GOB) maupun kerika kita merujuk pada Tipitaka yaitu Cakkavatti-Sihanada Suttanta (bukan Suttana), tidak ada satupun kalimat yang menyatakan bahwa Maitreya (bahasa Sanskerta) atau Metteyya (bahasa Pali) berarti “pemberi rahmat”. Dalam GOB dikatakan bahwa “He will be known as Metteyya, which means 'he whose name is kindness.' (Chapter 96 of 100, Metteya). Kindness atau penuh kasih. Kata maitreya atau metteyya merupakan kata dari bahasa Sanskerta dan Pali yang berasal dari kata ”maitri” dan ”metta” yang berarti cinta kasih. Dengan demikian Maitreya bukanlah berarti ”pemberi rahmat” tetapi ”penuh cinta kasih”. Adalah hal yang berbeda baik dipandang dari definisi maupun maknanya antara ”pemberi rahmat” dengan ”penuh cinta kasih”

Kemudian dalam GOB tidak dijelaskan kapan , dimana dan apa ciri dari kedatangan Maitreya itu. Hal ini penting untuk membandingkan antara Maitreya dengan Muhammad SAW, baik dari waktu kelahiran, tanda-tanda, sampai kondisi dunia. Oleh karena itu jika mengacu pada GOB kita hanya bisa membahasnya sampai pada arti Maitreya yang akhirnya pada dasarnya memiliki arti yang berbeda.

Satu-satunya cara memastikan apakah Maitreya adalah Muhammad SAW, kita perlu mengacu pada sutta-sutta dalam Tipitaka yang membahas mengenai Maitreya (Metteyya), salah satunya adalah Cakkavatti-Sihanada Sutta yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Digha Nikaya 26.

Tanda-tanda
Kelahiran Maitreya ditandai dengan kondisi manusia yang memiliki usia sampai 80.000 tahun. Dan pada masa ini orang-orang hanya akan ada tiga macam penyakit -- keinginan, lupa makan dan ketuaan. Apakah ketika Muhammad SAW lahir diikuti dengan tanda-tanda ini ? Jawabannya Tidak.

Tempat kelahiran
Tempat kelahiran Maitreya adalah di negara Jambudipa (istilah lain dari India). Pada masa itu ibu kota Jambudipa adalah kota Ketumati (Varanasi) merupakan kota kerajaan yang besar dan makmur, berpenduduk banyak dan padat serta berpangan cukup. Apakah Muhammad SAW lahir di India? Jawabannya Tidak.

Tanda-tanda Fisik
Maitreya akan memiliki 32 ciri fisik, diantaranya adalah tanda berbentuk roda (cakra) ditelapak kakinya.
Apakah Muhammad SAW memiliki tanda lahir seperti ini ? Jawabannya Tidak.

Gelar
Maitreya akan disebut dengan nama Buddha Maitreya dengan gelar Bhagava Arahat Sammasambuddha (Yang Mulia, Yang Patut Dihormati, Buddha yang Sempurna). Yang sempurna dalam pengetahuan dan pelaksanaannya, sempurna menempuh jalan, pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar serta yang patut dimuliakan, yang sama seperti Buddha Gautama.
Apakah Muhammad SAW diberi gelar oleh para pengikutnya dengan gelar Sang Buddha (Yang Sadar), Bhagava Arahat Sammasambuddha ? Jawabannya Tidak.
Apakah Muhammad SAW dikatakan sebagai guru para dewa dan manusia ? Jawabannya Tidak. Gelar Muhammad adalah Nabi Utusan Allah, Rasul Allah.

Ajaran
Karena maitreya adalah seorang Buddha dan seperti yang dikatakan oleh Buddha Gautama sendiri bahwa, ajaran Maitreya akan memiliki inti yang sama dengan Buddha sebelumnya antara lain 4 Kebenaran Arya, Jalan Utama Berunsur Delapan, Karma, Rebirth (kelahiran kembali), Paticcasamupadda.
Apakah ajaran Islam yang dibawa Muhammad SAW mengajarkan 4 Kebenaran Arya, Jalan Utama Berunsur Delapan, Karma, Rebirth (kelahiran kembali), Paticcasamupadda? Jawabannya Tidak.

Dari hal-hal di atas, masih banyak lagi ciri-ciri keberadaan Maitreya dalam Sutta-sutta lain yang memberikan perbedaan antara Muhammad SAW dengan Maitreya.

Kesimpulan.

Baik dari nama, tanda-tanda dunia , tempat kelahiran, ciri fisik, gelar, dan ajarannya, tidak satu pun yang mengacu bahwa Maitreya adalah Muhammad SAW. Ciri-ciri seperti beristri, memiliki pengikut ribuan tidaklah menjadi dasar yang tepat untuk mengatakan bahwa Maitreya adalah Muhammad SAW, karena ciri-ciri ini adalah ciri-ciri umum yang dapat dimiliki oleh semua orang bahkan sekelas Hitler yang memiliki istri dan pengikut ribuan. Bahkan pada dasarnya seorang Buddha tidak pernah menikah (hidup selibat), ketika ia menjadi calon Buddha lah mereka mereka hidup dalam pernikahan.

Jadi, tidaklah benar sama sekali bahwa kitab suci agama Buddha (Tipitaka) menyatakan kedatangan Muhammad SAW. Tetapi Tipitaka menyatakan kedatangan Maitreya. Dengan demikian, Maitreya adalah orang yang berbeda dengan Muhammad SAW.

Artikel ini hanyalah suatu bentuk ketidaktelitian penulis akan isi dan fakta yang terdapat dalam Tipitaka dan berusaha menyamakan Maitreya dengan Muhammad SAW.
Dan tidak menutup kemungkinan ada maksud-maksud tertentu yang bertujuan agar umat Buddha yang menunggu kelahiran Maitreya berpaling kepada agama Islam dengan tokoh Muhammad SAW di dalamnya yang dianggap sebagai yang ditunggu-tunggu.

Salam

Kelana


Literatur:

The Gospel of Buddha
http://www.mountainman.com.au/buddha/carus_96.htm

Cakkavatti-Sihanada Sutta (Digha Nikaya 26)
http://samaggi-phala.org/tipitaka_dtl.php?cont_id=180